Tetap Dipenjara, Mesir Tolak Bebaskan Agen Zionis Israel

  Sumber Mesir melaporkan bahwa upaya penasehat perdana menteri Israel, Isaac Molho untuk mengubah posisi Kairo, yang menuduh Chaim Ilan Grapel sebagai mata-mata Zionis, telah sia-sia.
Dalam kunjungannya ke Kairo, Molho mengadakan pembicaraan dengan para pejabat tinggi Mesir tentang Grapel dan menyerukan pembebasannya atau menukar dengan tahanan Mesir, kantor berita Mehr mengutip harian al-Ahram melaporkan pada hari Ahad (26/6).
Para pejabat keamanan Mesir mengumumkan pada hari Sabtu bahwa mata-mata Israel, yang ditahan akan menghabiskan setidaknya dua pekan dalam tahanan sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Grapel ditangkap pada 12 Juni di sebuah hotel terkenal di Kairo dengan sebuah laptop dan tiga telepon seluler yang berisi informasi rahasia. Tersangka 27 tahun dituduh mengumpulkan informasi tentang perkembangan di Mesir selama revolusi rakyat negara itu, yang menggulingkan rezim pro-Israel Hosni Mubarak.
Mata-mata Israel juga dituduh menghasut ketegangan sektarian di kalangan pemuda di ibukota Mesir dan mendesak mereka untuk terlibat dalam bentrokan dengan pasukan keamanan.
Setelah penangkapannya, sumber Yudisial Mesir mengidentifikasi dia sebagai agen operasi intelijen Israel dan seorang veteran tentara yang terluka dalam perang 33 hari Israel di Lebanon pada musim panas 2006.
Dua hari setelah penangkapannya, Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman membantah keras bahwa dia mata-mata.
Sementara itu, Washington telah melobi Kairo untuk membebaskan Garpel dan meningkatkan tekanan pada Mesir. Gary Ackerman, anggota Komite Luar Negeri DPR AS mengklaim Grapel adalah seorang mahasiswa hukum AS. "Dia bukan mata-mata. Dia adalah mahasiswa di perguruan tinggi," katanya.
Cairo, bagaimanapun, telah menentang setiap upaya atau kekuatan untuk pembebasan Garpel, dengan alasan bahwa kegiatannya selama revolusi rakyat di Mesir telah merugikan keamanan nasional.
Hubungan antara Israel dan Mesir telah tegang sejak revolusi rakyat, yang menggulingkan mantan diktator Presiden Hosni Mubarak dari kekuasaan pada Februari lalu. Di bawah rezim Mubarak yang didukung AS, Mesir konsisten melayani kepentingan Tel Aviv di kawasan.(irb/ian)