Prof. Hassan Ko Nakata: "SEPERTI MENDAKWAHI BATU"

Pengantar Redaksi:
Prof. Hassan Ko Nakata (44) adalah satu dari sedikit kaum intelektual di negeri matahari terbit yang tertarik pada Islam. Ia mengaku masuk Islam pada tahun 1983, tapi itu pun dia lakukan setelah 15 tahun mempelajari Islam. Cukup lama untuk sebuah keputusan yang buat kebanyakan orang di sini adalah hal biasa, tetapi tidak untuk orang Jepang. Agama buat orang Jepang sudah out of mind (berada di luar semesta pemikiran). Karena itu, berdakwah kepada orang Jepang, katanya Prof Hassan yang juga adalah Presiden Asosiasi Muslim Jepang, bagaikan mendakwahi batu. Nyaris tak bergeming.
Apa katanya lebih jauh tentang Islam di Jepang, tentang Hizbut Tahrir, dan tentang masyarakat Jepang saat ini? Berikut adalah wawancara singkat Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto, dengan Hassan Ko Nakata, satu-satunya professor Muslim yang ahli Islam di Jepang di sela-sela acara workshop internasional yang diselenggarakan oleh CISMOR (Center for Interdisciplinary Study of Monotheistic Religions), Doshisha University di Kyoto, Jepang 4-7 November 2005 lalu, dan dilanjutkan via email.

Kapan tepatnya Anda masuk Islam?
Saya masuk Islam tahun 1983 ketika saya masih menjadi mahasiswa di tahun ketiga di Fakultas Studi Islam di Tokyo University.

Mengapa Anda masuk Islam; apa yang menarik dari Islam?
Saya sudah sangat familiar dengan agama Kristen sejak kecil dan ketika awal kuliah di Tokyo University saya mengikuti kelompok kajian Bibel. Kemudian setelah membandingkan antara agama Kristen, Yahudi, Budha dan Shinto, saya menemukan bahwa Islamlah sistem hidup yang paling komprehensif, paling rasional dan konsisten, dan akhirnya atas rahmat Allah Swt saya memutuskan untuk masuk  Islam.
  
Ada alasan khusus yang lain?
Saya sangat memerlukan Islam sebagai petunjuk hidup pribadi saya dalam menjalani hidup di tengah masyarakat Jepang yang begini rupa.

Bagaimana sebenarnya keadaan Islam di Jepang sekarang?
Menurut sejarah, tidak ada kontak langsung Jepang dengan Islam hingga masa Restorasi Meiji (1867). Ini yang menjadi faktor utama mengapa tidak banyak komunitas Muslim di Jepang hingga sekarang.  Muslim Jepang pendahulu seperti  Ahmad Ariga Bunpachiro (w.1946), Hilal Yamada Torajiro (w. 1957), dan Nurullah Tanaka Ippei (w. 1934), tidak meninggalkan anak keturunan Muslim, dan sejak itu kita tidak memiliki keluarga Muslim kecuali tiga generasi tadi, hingga Hajj Abdulkarim Saito Sekihei (w.1998).
Di Jepang tidak ada organisasi tunggal untuk Muslim Jepang. Juga tidak ada angka pasti berapa sebenarnya jumlah Muslim di Jepang. Tapi angka perkiraannya sekitar 70.000. Jumlah terbesar adalah Muslim dari Indonesia, sekitar 20.000 orang. Muslim asli Jepang sendiri diperkirakan hanya 7.000 orang  dimana kebanyakan dari mereka masuk Islam melalui pernikahan dengan pasangan Muslim dari luar Jepang. Dari jumlah itu, hanya sekitar 500 orang yang terorganisasi di bawah Japan Muslim Association, sebuah organisasi Islam terbesar dan tertua di Jepang.
Jadi, Muslim Jepang benar-benar minoritas mutlak. Keberadaannya di tengah-tengah masyarakat Jepang nyaris tak terperhatikan dan diabaikan. Situasinya sama ketika kita berbicara tentang studi Islam di Jepang. Ahli Islam masih sangat sedikit.

Anda pernah mengatakan, tidak mudah untuk mengajak orang Jepang untuk masuk Islam. Agama hampir-hampir sudah di luar alam berfikir mereka sehingga mendakwahi mereka bagaikan mendakwahi batu. Benarkah? Mengapa, dan apa usaha Anda untuk mengatasi hambatan ini?
Betul. Kebanyakan orang Jepang  tidak atau hanya sedikit sekali mempunyai perhatian terhadap agama apa pun. Menurut mereka agama hanya untuk orang yang mengalami gangguan jiwa. Tapi menurut saya kegagalan dakwah di Jepang bukan karena sifat orang Jepang yang seperti itu tapi lebih karena fakta hingga sekarang tidak ada atau sedikit sekali Dai yang berkualitas.
Satu-satunya jalan terbaik untuk menyebarkan Islam di Jepang adalah melalui pengaruh personal dari pelaku dakwah yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam dengan kepribadian yang baik serta memahami budaya Jepang.
Kita di sini terus melakukan berbagai upaya, di antaranya menerjemahkan sejumlah kitab klasik seperti Tafsir  al-Jalalain, al-Siyasah al-Syar‘iyyah of Ibn Taimiyyah, dan Zad al-Mustaqni‘ al-Hujawi al-Hanbali, juga menerbitkan majalah bulanan yang disebarkan secara cuma-cuma kepada seluruh Muslim Jepang di seluruh dunia sebagai media informasi dan komunikasi.

Prof. Hassan sangat fasih berbahasa Arab. Tak heran, karena ia pernah tinggal lama di Timur Tengah untuk melanjutkan studinya hingga mendapatkan gelar doktor di Universitas Kairo, Mesir.

Apa topik disertasi Anda?
Disertasi saya tentang Pemikiran Politik Ibn Taymiyah (al-Fikratu al-Siyasatu ‘inda Ibni Taymiya). Dalam disertasi itu saya menjelaskan keunikan pemikiran politik Ibnu Taymiyah dalam sejarah pemikiran politik dan pengaruhnya terhadap gerakan politik kontemporer, termasuk terhadap Hizbut Tahrir. Insya Allah, disertasi ini akan dipublikasikan melalui website tidak dalam waktu lama lagi. Insya Allah.

Jadi, Anda mengkaji pemikiran politik Hizbut Tahrir juga ya? Kapan Anda bertemu pertama kali dengan Hizbut Tahrir?
Saya pertama kali kontak dengan pemikiran Hizbut Tahrir ketika saya mengunjungi Arab Saudi melalui seorang anggota Hizbut Tahrir yang seorang dokter. Kini ia tinggal di Kanada.

Apa kesan Anda terhadap pemikiran Hizbut Tahrir?
Hizbut Tahrir adalah satu-satunya gerakan politik Islam yang memiliki teori politik yang konsisten dan terintegrasi yang disusun berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap syariah dan realitas Dunia Islam kontemporer.

Anda percaya bahwa tujuan Hizbut Tahrir untuk menegakkan Khilafah akan berhasil?
Saya tidak yakin bahwa kita, umat Islam, dapat menegakkan kembali Khilafah hanya dengan usaha kita semata. Tapi saya percaya bahwa satu-satunya jalan untuk menegakkan kembali Khilafah, di luar adanya keajaiban dari Allah, adalah melalui usaha dengan metodologi yang berdasar pada pemikiran politik Hizbut Tahrir. Tapi menurut saya pemikiran itu memerlukan pengembangan dan penyesuaian sesuai dengan perubahan-perubahan kontemporer yang terjadi di dunia.

Sekarang kita berbicara tentang masyarakat Jepang. Sebagaimana kita tahu, masyarakat Jepang sekarang hidup dengan tingkat kesejahteraan yang sangat tinggi. GNP Jepang sekitar 30.000 US Dollar perkapita. Dengan kesejahteraan setinggi itu masihkah masyarakat Jepang menghadapi problem?
Problem terbesar adalah kenyataan bahwa secara mental orang Jepang takluk pada Barat dan menjadi budak mereka. Sayangnya, fakta ini tidak disadari.

Anda pernah menyebut, bahwa salah satu problem besar juga adalah tingginya tingkat bunuh diri. Berapa angka sebenarnya pertahun?
Sekitar 30.000 orang per tahun.

Mengapa mereka melakukan itu?
Karena mereka menderita banyak himpitan dan tekanan dari pola kehidupan masyarakat Jepang.

Mengapa mereka stress?
Karena tingginya tuntutan standar hidup.

Kalau begitu, bisakah kita simpulkan bahwa masyarakat Jepang hidup sangat makmur tapi tidak bahagia?
Ya, benar. Orang Jepang hidup tidak bahagia.

Dari kesan pribadi selama dua kali kunjungan singkat ke Tokyo dan Kyoto, saya melihat bahwa Jepang adalah negara yang secara fisik tertata  sangat baik hingga ke detil dengan teknologi tinggi. Spirit apa sebenarnya yang mendorong mereka  bisa melakukan itu?
Ini pertanyaan sulit. Mungkin alasan utamanya adalah karena Jepang adalah negeri dengan 4 musim yang menuntut petani Jepang untuk disiplin dan para pekerja untuk bertindak cermat. Secara kultural, orang Jepang merasa harus lebih unggul supaya tidak dijajah oleh Barat.

Semestinya negeri-negeri muslim bisa juga mencapai kemajuan fisikal seperti yang diraih Jepang, tapi faktanya tidak. Menurut Anda  mengapa? Apa yang harus mereka perbuat?
Ada banyak sebab, sangat kompleks. Tapi menurut saya, faktor utamanya adalah rendahnya pemahaman umat Islam terhadap politik Islam.