Ex-CIA Peringatkan Dampak Perang Israel - Palestina

WASHINGTON (Berita SuaraMedia) – "Saat ini, nyawa banyak warga negara Amerika hilang karena konflik Israel - Palestina yang berkepanjangan," kata Bruce Riedel, seorang mantan agen CIA, di Washington. Menurutnya, konflik baru di Timur Tengah sudah mengintai jika tidak ada perkembangan dalam upaya perdamaian antara Israel dan Palestina.
"Karena ketiadaan inisiatif baru Amerika untuk mencoba menyelesaikan posisi remis, maka akan timbul perang baru di Timur Tengah," kata Bruce Riedel yang mengklaim bahwa membangun kemakmuran ekonomi untuk rakyat Palestina di Tepi Barat tidaklah cukup, seperti yang diperlihatkan dalam sejarah.
Riedel, yang berbicara dalam ajang Dewan Kebijakan Timur Tengah di Capitol Hill, mengatakan bahwa permasalahan tersebut semakin mendesak untuk diselesaikan karena nyawa banyak warga negara Amerika yang hilang karena konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan.
Menurut Riedel, seorang pakar terorisme dari Brookings Institution, "Konflik Arab Israel terletak di jantung dan pusat ideologi serta cerita al-Qaeda."
Termasuk di antaranya deklarasi kelompok tersebut bahwa tiap-tiap warga negara Amerika boleh dibunuh. Hal itu telah ditetapkan sejak kelompok itu didirikan.
Frank Anderson, presiden dewan kebijakan dan mantan agen CIA lainnya dalam ajang yang dihelat hari Kamis itu sepakat dengan Riedel. "Kita membayar harga yang semakin mahal dalam bentuk darah atas kegagalan dan penolakan mereka mencapai sebuah kesepakatan."
Riedel menekankan bahwa solusinya bukanlah mendorong inisiatif perdamaian untuk "menenangkan" al-Qaeda, namun untuk "mengisolasi ekstremisme" yang semakin disulut oleh konflik itu.
Riedel mendesak pemerintahan Amerika agar mengemukakan solusinya dua pihak versinya sendiri sebagai alat untuk mendorong Israel dan Palestina agar menangani permasalahan itu dengan serius.
Ia memperkirakan ada dampak politik yang besar sekali, namun itu merupakan harga yang pantas untuk dibayar.
Namun, panelis satunya, Brian Katulis yang juga memperingatkan mengenai kekerasan dengan gerakan menuju kesepakatan damai, memperingatkan bahwa pemerintahan Obama tidak semestinya tergesa-gesa mengambil tindakan tanpa memiliki rencana cadangan.
Mengingat risikonya, kata Katulis, "Sebaiknya mereka memiliki rencana B, C, D, E, dan F. Saya khawatir mereka bahkan tidak punya rencana A."
Menurutnya, "Ada celah berbahaya antara pernyataan presiden dan para pemimpin tertinggi, dan perumusan strategi yang jelas untuk menangani permasalahan-permasalahan yang rumit."
Phil Wilcox, pendiri Yayasan Perdamaian Timur Tengah, dalam presentasinya menyatakan bahwa pemerintahan AS mengambil langkah lebih tegas terhadap Israel dan tidak menutupi upaya langsung untuk memengaruhi publik Israel dan Palestina agar mengambil posisi yang lebih mendukung upaya Amerika untuk mencapai sebuah kesepakatan damai.
"Orang-orang mengatakan bahwa kami tidak punya urusan untuk turut campur dalam urusan penting bagi masyarakat dan bangsa lain," katanya. "Tapi, ingat bahwa pemerintah Israel setiap harinya mencampuri urusan Amerika. Normal saja bagi 'negara' demokratis melakukan ini."
Riedel setuju bahwa tidak ada hal yang tidak disetujui dalam mencampuri urusan politik Israel. Ia mencatat sejumlah kejadian saat Gedung Putih mendorong penggulingan koalisi dan membangunnya. Ia menyiratkan bahwa dalam kebuntuan saat ini, pemerintahan AS berusaha mencari cara untuk lebih dapat memengaruhi Israel.
Namun, ia memperingatkan, bagi publik Israel, penawaran yang positif sering kali bisa menjadi amat efektif. (dn/jp) www.suaramedia.com