Shae, yang merupakan wartawan Yaman pertama yang menduga keterlibatan AS dalam serangan terhadap komunitas Al Maja’alah di daerah Abyan, Yaman selatan, pada tanggal 17 Desember 2009, mengatakan setelah pengadilan Sanaa memvonisnya pada hari Selasa (18/1) bahwa dia hanya melakukan tugas jurnalistiknya.
"Ini adalah kebohongan otoritas yang tidak berdasar dan tidak benar," ujarnya.
Wartawan terkemuka itu, yang selalu menggambarkan kebijakan pemerintah Yaman dalam memberantas kelompok bersenjata sebagai tidak berdampak, menolak untuk mengajukan banding.
Dia mengatakan, "Hari ini aku tidak berdiri di hadapan dewan hakim tapi di depan sebuah geng yang berasal dari aparat keamanan nasional."
CJP mengecam hukuman tersebut. Koordinator programnya di Timur Tengah dan Afrika Utara, Mohamed Abdel Dayem, mengatakan, "Kami menyerukan pembebasan Abdul Elah Hayder Shae. Penahanan awal Shae yang memutuskan hubungannya dengan dunia luar dan persidangan selanjutnya diganggu oleh pelanggaran prosedural. Kami menyerukan kepada Presiden Saleh untuk menggunakan hak prerogatif konstitusionalnya untuk mengintervensi dan memaafkan Shae."
Shae, yang sering muncul di Al Jazeera sebagai komentator, ditahan pada tanggal 16 Agustus 2010, ketika sekelompok tentara menyerbu rumah keluarganya di Sanaa. Catatan dan komputernya disita. Dia dilaporkan disiksa setelah penahanannya dan ditempatkan di sel soliter.
Penahanan itu disebut-sebut ada hubungannya dengan laporan Shae tentang korban sipil dalam serangan udara yang menarget anggota Al Qaeda. "Itu adalah cerita besar yang pemerintah tidak mau tersebar," ujar Rashad Ali Al Sherabi, wartawan lain.
Di bulan Juni 2010, Amnesty International merilis gambar-gambar dari rudal jelajah buatan AS yang membawa amunisi tandan, yang tampaknya dibawa menyusul serangan Al Ma’jalah. Sebuah kabel diplomatik yang dibocorkan oleh WikiLeaks di bulan November 2010 mengungkapkan bahwa pemerintah Yaman memang menutupi serangan drone AS terhadap Al Qaeda di negara itu dan mengklaim bahwa bomnya adalah milik Yaman. Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh mengatakan pada Jenderal David Petraeus, komandan pasukan AS di Timur Tengah saat itu, "Kami akan terus mengatakan bahwa bom itu milik kami bukan kalian." (rin/dj) www.suaramedia.com
Berita Sebelumnya:
Post a Comment