Nampaknya Obama akan melakukan serangkaian perubahan kebijakan di Pakistan dan Afghanistan. Perubahan ini sebuah kemestian yang harus diambil oleh pemerintahan Obama. Menyusul semakin kerasnya kritik atas kebijakan perangnya di Afghanistan, yang telah banyak mengakibatkan kematian tentara AS.
Tekanan publik AS terhadap pemerintahan Obama itu, tak luput mempengaruhinya. Termasuk adanya defisit anggaran belanja (APBN) AS, yang terus membengkak. Obama harus memangkas biaya perang,yang terus membengkak itu.
Pakistan adalah mitra AS, yang sekarang mulai ragu, tetapi Pakistan yang berada di Asia Selatan, dan berbatasan dengan Afghanistan tetap menjadi penting dan strategis untuk stabilitas di kawasan itu (EPA).
Namun, Pakistan sekarang telah menimbulkan keraguan dikalangan Dewan Hubungan Luar Negeri di New York, sebuah lembaga 'think-thank', yang para anggotanya terdiri para pakar dan ilmuwan dan politisi, yang ikut mempengaruhi dan menentukan kebijakan luar negeri AS.
Seorang pejabat yang dalam pemerintahan Obama dengan nada marah, mengatakan, "Kita telah menghabiskan miliaran dolar, tetapi Pakistan berdiam diri, dan menolak untuk mengambil tindakan terhadap para teroris di wilayah mereka? Dinas intelijen mereka (ISI) memberikan dukungan kepada para pemberontak (Taliban) yang membunuh pasukan AS", keluh pejabat AS itu.
Kemarahan pejabat AS bukan hal baru. Tetapi sikap mereka mencerminkan pandangan dan pendapat yang lebih luas di AS. Karena itu, para pejabat itu sekarang, mencoba mempengaruhi Kongres. Ini mencerminkan adanya indikasi jurang yang lebar dalam perspektif kebijakan luar negeri AS terhadap sekutunya Pakistan, Ini pasti akan mempengaruhi hubungan masa depan AS terhadap Pakistan.
Seorang panelis berbicara di depan Dewan, mengatakan, "Seperti dalam satu mobil, yang sarat dengan bahan peledak", tukasnya. Singkatnya, hubungan AS-Pakistan adalah seperti bom waktu. Setiap saat dapat meledak. Pasti akan menimbulkan prahara yang dahsyat. Tentu kedua belah pihak yang akan menjadi korban.
AS sangat curiga dengan sikap 'ganda' pihak intelijen Pakistan (ISI), yang dituduh bermain mata dengan Taliban. Militer Pakistan tidak akan menghabisi secara total kekuatan Taliban di Pakistan maupun di Afghanistan. Karena secara geopolitik, Pakistan butuh Taliban.
Taliban adalah 'barang dagangan' yang mahal bagi Pakistan, dan sekaligus kartu 'truf', yang bisa dimainkan setiap saat. Terkadang militer dan intelijen Pakistan menangkap para pemimpin Taliban, tetapi terkadang militer dan intelijen Pakistan bekerjasama dengan Taliban.
Apalagi, Pakistan selalu merasa terancam dengan India yang merupakan musuh tradisionalnya. Unsur mujahidin dan sekarang Taliban telah berhasil mendepak kekuatan asing, yang sangat penting yaitu Soviet dari Afghansitan. Kerjasama antara militer Pakistan dengan mujahidin, dan tidak pernah putus, sampai sekarang. Kerjasama itu sudah berlangsung puluhan tahun, puncaknya ketika Pakistan dipimpin Jendral Zia ul-Haq.
Sekarang AS melakukan pendekatan militer dengn India, ini justru membuat situasi menjadi lebih fatal. Karena ini hanya menimbulkan kemarahan Islamabad. Kerjasama militer antara India dengan AS dibidang nuklir telah menimbulkan kemarahan Islamabad, dan seperti diungkapkan oleh Jendral Kayami, yang merasa marah dengan tindakan AS itu. "Kami sangat merasa terganggu dengan kerjasama militer India dengan AS", cetus Jendral Kayami, Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan.
Karena itu, sekarang Pakistan mendekati Cina untuk membangun kerjasama militer, yang lebih tangguh untuk menghadpai tetangganya India, yang terus meningkatkan kemampuan militernya.
Antara Surga dan Neraka?
Para pejabat bidang pertahanan di AS, sekarang melakukan perdebatan, apakah Pakistan hanya akan mengambil tindakan tehadap para pemberontak Taliban yang ada diperbatasan, atau membiarkan mereka, karena tidak mampu melakukan tindakan preventif secara militer? Tentu, jawabannya, memang Pakistan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan deteren terhadap kekuatan Taliban di perbatasan Pakistan-Afghanistan.
Para pejuang kelompok Taliban berada di daerah perbatasan yang sulit dijangkau secara tranportasi, dan setiap operasi militer harus didukung dengna kekuatan tempur udara, dna itupun belum dapat menjangkau seluruh wilayah yang luas di sepanjang perbatasan Pakistan - Afghanistan. Amerika ingin membebankan penghancuran Taliban kepada Pakistan.
Sedangkan Pakistan tetap memerlukan Taliban sebagai kartu 'truf' yang selalu dimainkan. Pakistan juga memiliki kepentingan srategis tetap membangun hubungan dengan Taliban, karena adanya gagasan penggambungan antara Pakistan-Afghanistan, menjadi sebuah konfederasi Republik yang berdasarkan Islam.
Pakistan dan Afghanistan diikat oleh satu etnis, yaitu Pashtun. Taliban mayoritas didukung suku Pashtun, yang berkuasa di Afghanistan. Ini barangkali yang tidak pernah dipahami pihak militer AS.
Sekalipun militer Pakistan melakukan operasi militer besar-besaran di Lembah Swat, Waziristan Selatan, dan Bajaur, dan khususnya di Orakzai, tetapi itu semuanya, tidak akan sampai melikwidasi kekuatan Taliban. Dalam batas-batas tertentu pasti militer Pakistan akan tetap memberikan ruang gerak bagi Taliban. Permusuhan dengan India, yang merupakan warisan sejarah, tak mungkin menolak total dengan Taliban.
Sejarah Pakistan berpisah dengan India adalah karena perbedaan agama, Islam-Hindu. Para pemimpin militer Pakistan terikat dengan sejarah, yang tidak mungkin akan dilepaskannya. Ketika Presiden Parvez Musharaf menyerbu Masjid Biru di Islamabad, sesudah itu, ia meninggalkan Islamabad, dan tidak akan pernah kembali selamanya.
Tidak mengherankan bahwa para pemimpin militer ragu-ragu untuk memulai lagi perang berdarah, konflik berkepanjangan di Waziristan Utara, meskipun desakan AS bahwa mereka harus melawan al-Qaeda dan Taliban, yang sekarang dipimpin oleh Jalaluddin Haqqani.
Sekarang Presiden Barack Obama, Wakil Presiden Joe Biden, dan Menlu Hallary Clinton, Menhan Robert Gate, dan Kepala CIA, serta David Petreues, mengubah kebijakan perangnya, dan hanya fokus melakukan kontra intelijen, sebagai lagkah awal, memulai penarikan pasukan tempurnya di bulan Juli 2011 nanti. AS hanya akan mengarahkan kekuatan militernya pada tokoh-tokoh tertentu yang dianggap menjadi ancaman serius bagi keamanan AS.
Jadi pilihan AS bukan antara surga dan nerakan, tetapi pilihan AS, yang hanya akan memerosokkan pasukan ke dalam jurang neraka, akibat keterlibatan dalam perang yang panjang di Afghanistan. (m/aljz)
Post a Comment