Mengenalkan Mabda’ Islam Kepada Anak

Islam yang kita cintai ini adalah sebuah mabda’ (ideologi). Muhammad Ismail dalam bukunya Al-Fikr al-Islami, menyatakan bahwa mabda’ (ideologi) adalah keyakinan dasar yang bersifat rasional, yang melahirkan sistem/sekumpulan aturan hidup (‘aqidah ‘aqliyyah yanbatsiqu ‘anha nizham).
Islam tidak hanya mengatur hal yang bersifat spiritual yang dicakup rukun iman serta keyakinan terhadap hal-hal gaib yang dikabarkan oleh wahyu. Namun, Islam juga bersifat politis karena memiliki peran dalam mengatur urusan masyarakat melalui penerapan sistem kehidupan yang disebut nizham atau syariah.
Mengenalkan Mabda’ Islam kepada Anak
Mengenalkan mabda’ Islam kepada anak adalah tugas pertama dan utama orangtua. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR al-Bukhari).
Ibu memegang peranan yang sangat penting sebagai peletak dasar pendidikan dan penanaman nilai-nilai Islam serta tempat pengkaderan pejuang-pejuang umat. Ibu seharusnya memiliki visi dan misi yang jelas dalam mendidik anak sehingga anak akan terarah dengan pasti setahap demi setahap menuju tujuan dan target yang diinginkan.
Tahapan Pengenalan Mabda’ Islam
Tujuan mengenalkan mabda’ Islam adalah dalam rangka membentuk pola pikir dan pola sikap yang islami (membentuk kepribadian Islam) pada diri anak. Selanjutnya dengan pembentukan ini, anak akan siap mengemban Islam sebagai kaidah berpikir dan kepemimpinan berpikirnya. Oleh karena itu, pengenalan mabda’ Islam kepada anak dilakukan dengan mengenalkan dan menanamkan akidah dan syariah Islam dalam beberapa tahap perkembangan anak.
1. Masa mengandung dan melahirkan
Penanaman akidah dilakukan sejak anak masih dalam kandungan ibunya melalui lantunan asma-asma Allah yang disenandungkan sang ibu. Ibu harus banyak-banyak berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT supaya bayi yang ia kandung mengenal Allah dan kelak dapat menjadi pejuang agama-Nya.
Sesaat setelah bayi lahir Rasulullah saw. mengajarkan agar memperdengarkan azan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya. Ini dimaksudkan agar kalimat pertama yang didengar anak adalah kalimat tauhid, yang merupakan bagian dari penanaman akidah terhadap anak.
Selanjutnya pada masa-masa awal pertumbuhannya, penanaman akidah dapat terus dilanjutkan dengan sering memperdengarkan bacaan al-Quran dan kalimat thayyibah.
2. Usia dini; masa pembentukan dasar-dasar kepribadian Islam.
Masa ini dikenal dengan “golden age” atau periode emas, karena perkembangan kecerdasan anak sangat pesat. Usia ini juga merupakan fase “mengulang” dan “meniru”. Karena itu, keteladanan dan pemberian informasi adalah cara yang sangat efektif. Hapalan surat-surat pendek, hadis, doa sehari-hari; kisah para Rasul, sahabat, pahlawan Islam dapat disampaikan untuk memberikan figuritas kepada anak.
Pengkondisian lingkungan juga tak kalah pentingnya karena anak perlu bersosialisasi dan bermain di lingkungan yang baik. Dalam lingkungan yang baik, pembiasaan amal-amal salih akan lebih kondusif. Anak laki-laki mulai diajak untuk shalat berjamaah di masjid atau mushala terdekat bersama kakak atau ayahnya agar anak terbiasa dengan suasana masjid dan syiar Islam.
Sesekali anak juga dapat diajak untuk mengikuti kegiatan dakwah orangtuanya seperti tablig akbar, pawai dan kegiatan lainnya yang dapat menggugah semangat anak untuk berjuang di jalan Allah.
3. Usia pra balig; masa pemantapan dan pembiasaan dalam melaksanakan syariah.
Usia pra balig (sekitar 7-12 tahun) merupakan masa yang sangat menentukan. Pada saat inilah terjadi pemantapan akidah yang telah diberikan pada usia dini. Pengetahuan tentang syariah Islam yang telah didapatkan pun mulai dibiasakan secara rutin dalam keseharian, khususnya kewajiban shalat. Walhasil, setelah anak balig (mukallaf) nanti, ia telah siap untuk menerima segala konsekuensi dan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh perbuatan yang dilakukannya. Jiwa kepemimpinan dan kepekaan terhadap lingkungan di sekitarnya juga mulai dikembangkan sambil melatih proses standarisasi Islam dalam menilai setiap persoalan kehidupan yang dia hadapi.
Metode pembelajaran terbaik yang harus diterapkan adalah dengan metode talqiy[an] fikriy[an], yaitu pemberian informasi yang terus berulang agar terbentuk kerangka berpikir. Ibu harus bisa mempersiapkan kepribadian Islam anak yang menyentuh aspek pemikiran (‘aqliyah) dan perasaan (nafsiyah). Beberapa hal yang bisa dilakukan ibu untuk menanamkan mabda’ Islam kepada anak pada tahap ini di antaranya:
Pertama, mengokohkan akidah yang telah ditanamkan pada usia dini, dengan cara mengajak anak untuk mengamati obyek yang ada di sekitarnya (manusia, alam semesta dan kehidupan). Bisa juga dengan bantuan CD yang berisi fenomena alam, binatang, tanaman, keajaiban laut, dll), atau dengan cara mengajaknya ke alam terbuka. Selanjutnya merangsang proses berpikir mereka terhadap pengakuan adanya Allah SWT dan kebesaran-Nya, serta pengakuan akan kelemahan manusia dan ketidakkekalan segala makhluk yang ada di dunia. Keimanan terhadap al-Quran dan kerasulan Muhammad saw. dengan cara menjelaskan mukjizat al-Quran melalui shirah Rasulullah saw. dengan bahasa dan retorika yang menarik. Tujuannya agar terjadi penjiwaan pada diri anak terhadap shirah Rasul dan pembenaran terhadap al-Quran sebagai kitab yang diturunkan Allah SWT untuk umat Islam.
Kedua, menanamkan konsekuensi mengimani al-Quran, yaitu membenarkan bahwa ajaran di dalam al-Quran berisi petunjuk dari Allah SWT untuk keselamatan dan kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat. Demikian pula bukti mengakui Nabi Muhammad saw. sebagai rasul adalah percaya pada hadis-hadis beliau. Carilah contoh syariah yang mudah dicerna oleh mereka, seperti perintah untuk berbakti kepada orangtua, berinfak kepada fakir miskin, larangan mengadu domba sesama Muslim, menipu, dll. Tujuannya agar anak memiliki gambaran tentang syariah Islam dan merasa terikat dengannya.
Ketiga, di samping membentuk kerangka berpikir anak, hal-hal yang wajib ataupun sunnah sudah harus dibiasakan, khususnya shalat, shaum dan menutup aurat. Nabi saw. bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu shalat jika mereka telah menginjak usia 7 tahun, dan pukullah mereka (karena meninggalkan shalat), jika telah menginjak usia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR Ahmad).
Pembiasaan shalat juga bisa dilakukan dengan cara mengajak shalat berjamaah seluruh anggota keluarga. Khusus anak laki-laki dibiasakan untuk shalat di masjid. Demikian pula menghapal al-Quran dan tadarus, dapat dilakukan bersama seluruh anggota keluarga. Tujuannya adalah agar ilmu yang telah didapatkan anak juga diamalkan dalam kesehariannya dapat serta memperkuat bentukan nafsiyah Islam (syuur Islam) mereka.
Keempat, mengajarkan dan membiasakan adab-adab (akhlak islami), baik terhadap orangtua, saudara, guru, teman, tetangga, dll. Misalnya, dengan selalu mengucapkan salam, menampakkan wajah yang berseri-seri, meminta izin jika memasuki rumah, dll.
Kelima, dalam hal pergaulan dengan lawan jenis, mulai dibiasakan terpisah antara anak laki-laki dan perempuan, sambil dijelaskan akibat pergaulan yang bercampur-baur di dalam kehidupan umum, bisa mengarah pada pandangan yang didasari naluri jenis, dan ketidakproduktifan berpikir, khususnya pada anak yang telah menginjak usia 10 tahun. Bagi anak perempuan mulai dibiasakan untuk memakai pakaian syar’i yaitu jilbab dan khimar.
Keenam, anak yang telah berumur 10 tahun ke atas mulai diajak berpikir untuk membaca persoalan di masyarakat yang dikaitkan dengan informasi keislaman yang telah didapatkannya. Analisis diarahkan pada solusi Islam berikut perbandingan dengan solusi-solusi yang diambil oleh masyarakat atau negara saat ini.
Ketujuh, dengan seringnya melatih proses berpikir anak, pemikiran anak sudah semakin meluas hingga bisa menyimpulkan persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat saat ini, yaitu tidak adanya penerapan syariah Islam di tengah kehidupan. Selanjutnya anak akan terdorong untuk melakukan amar makruf nahi mungkar dan berjuang demi tegaknya syariah Islam.
Khatimah
Dengan penanaman akidah dan syariah seperti ini, insya Allah anak akan semakin mantap mengenal Islam sebagai mabda’, Islam yang tidak hanya mengatur ruhiah, tetapi yang mampu memecahkan problematika kehidupan.
Wallâhu a’lam. []