Jamaah Ahmadiyah Indonesia menolak untuk keluar dari agama Islam dan mendirikan agama baru. Sikap tersebut menyusul pernyataan Pengurus Besar Nadhatul Ulama bahwa Jamaah Ahmadiyah Indonesia bukan Islam.
“Kami menolak dikatakan bukan Islam,” ujar Kepala Bagian Umum Pengurus Ahmadiyah Kabupaten Garut, Rahmat Syukur Maskawan, kepada Tempo, Minggu (10/10).
Menurut dia, gonjang-ganjing mengenai keberadaan Ahmadiyah dianggap bukan sesuatu yang baru. Isu pembubaran tersebut dinilai sarat dengan nuansa politik. Bahkan dia menuduh pernyataan tersebut sebagai upaya pengalihan isu.
Karena itu, NU diminta tidak terpancing. Dia juga meminta NU untuk bersikap secara objektif dalam menilai Ahmadiyah. “Kalau sikap NU seperti ini, justru kami mempertanyakan perjuangan NU yang selama ini selalu menggembar-gemborkan untuk membela kaum minoritas dan pluralisme,” ujarnya.
Selain itu, Rahmat juga minta berbagai kalangan untuk melakukan observasi atau penelitian secara mendalam terhadap ajaran Ahmadiyah. Hal itu untuk membuktikan apakah ajarannya bertentangan dengan Islam atau tidak.
Karena selama ini ajarannya hanya dilihat dari luarnya saja, tanpa ada yang berani untuk mempelajarinya secara mendalam. Dia mengaku, secara aqidah ajarannya sesuai dengan yang diperintahkan dalam Islam.
Baik dari segi syahadat maupun tata cara ibadah yang lainnya, termasuk mengakui keberadaan Nabi Muhammad.
“Yang membedakan itu, kalau kami lebih percaya adanya penerus nabi Muhammad untuk menyebarkan islam yaitu Mirza Ghulam Ahmad,” ujar Rahmat. TEMPO Interaktif, Jakarta -
Post a Comment