Bukan saja karena segelintir elit pemiliki korporasi yang kini menguasai mayoritas aset dan hasil produksi nasional, tetapi juga karena mereka sebagian besar berasal dari luar negeri.
Bahan mentah ini sebagian besar telah dikuasai perusahaan swasta luar negeri, seperti pada 85% kontrak minyak dan gas bumi," paparnya, pada seminar bulanan Pustek UGM dengan tema 'Nasionalisme dan Kemandirian Ekonomi'.
Selain itu, tambahnya, ekonomi Indonesia masih menjadi pasaran bagi pabrikan atau perusahaan luar negeri. Dicontohkan, impor pangan Indonesia yang mencapai Rp 110 trilyun/tahun, terdiri atas kedelai sebesar 2,2 juta ton/tahun.
Ditambahkan, saat ini Indonesia juga masih menjadi pemasok tenaga kerja yang diupah murah bagi perusahaan dan atau pihak-pihak di luar negeri. Padahal negara dengan jumlah penduduk lebih besar dari Indonesia seperti India dan China tidak mengirimkan tenaga kerja tidak terampilnya ke luar negeri.
"Sayangnya, Indonesia juga masih mengalami ketergantungan yang parah dalam penyusunan UU yang terkait dengan pengelolaan ekonomi nasional, seperti UU BUMN, UU Ketenagalistrikan," katanya.
Ancaman Serius
Dengan kondisi itu, menandakan kemakmuran tidak lagi untuk masyarakat. Indonesia yang kaya dengan SDA, kemiskinan dan pengangguran masih saja bertambah. Maka, agar masyarakat tidak lagi menjadi kuli di negeri sendiri kedaulatan ekonomi yang menjadi ruh demokrasi ekonomi harus digelorakan kembali.
Di tempat sama, Direktur Eksekutif Mubyarto Institute Dr Fahmy Radhi MBA, secara tegas mencontohkan bentuk penjajahan ekonomi yang masih terjadi, yaitu dengan tergesernya pasar tradisional oleh pasar modern.
Menjamurnya pasar modern yang bergerak di bidang bisnis ritel, seperti hypermarket, supermarket, dan minimarket, telah merambah ke perkampungan dan desa dikhawatirkan menjadi ancaman serius bagi keberadaan pasar tradisional, termasuk di Yogyakarta.
"Pasar modern yang umumnya merupakan jaringan pemodal asing dengan sistim waralaba tidak mustahil lambat laun akan memusnahkan pasar tradisional," ujarnya.
Dia melihat proses peminggiran pasar tradisional berlangsung secara sistimatis, melibatkan koalisi strategis antara pemilik modal dan oknum birokrasi. Modus operandi yang biasa dilakukan antara lain dengan pengambil-alihan secara paksa pasar tradisional diganti dengan pasar modern serta pengepungan pasar tradisional dengan pendirian mall, minimarket waralaba, dan lain lain.(yus/cyber)
Post a Comment