Kelahiran UU Intelijen Hanya Untuk Kepentingan Pemimpin Semata?


JAKARTA  - Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Sutanto menganggap penting kelahiran UU Intelijen yang saat ini sedang dibahas Komisi I DPR. Menurutnya UU Intelijen negara penting untuk menjaga keutuhan negara.
"UU ini sifatnya demi utuhnya negeri kita, banyak pihak berkepentingan dengan negeri kita. Jangan sampai dengan kekuatan ekonomi, sekarang mereka bisa masuk tanpa deteksi intelijen kita," ujar Sutanto usai raker antara Komisi I dengan MenkumHAM Patrialis Akbar dan Kepala BIN di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (22/3/2011).

Menurut mantan Kapolri ini, Indonesia membutuhkan sebuah UU Intelijen kuat untuk menangkal semua kejahatan baik dari dalam negeri maupun luar. Sutanto juga menepis bila BIN justru digunakan untuk kepentingan pemimpin.

"Makanya kita perlu UU Intelijen yang kuat. Kita jangan melihat pada masa lalu, itu salah. Di mana di negara otoriter BIN digunakan penguasa, ini sudah berbeda," terangnya.

Menurut Sutanto, dalam era demokrasi seperti era saat ini, BIN adalah alat negara untuk menciptakan keamanan negara. RUU Intelijen negara juga dibuat secara demokratis

"Fungsi Intelijen digunakan sesuai dengan kondisi demokrasi, karena UU yang membuat DPR," terangnya

Dalam RUU Intelijen yang tengah digodok, muncul kekhawatiran publik salah satunya akan kewenangan BIN dalam melakukan penyadapan. BIN dalam RUU itu bisa melakukan penyadapan kepada siapapun tanpa izin pengadilan. Hal inilah yang dikhawatirkan banyak pihak.

Patrialis Akbar sebelumnya melakukan rapat kerja bersama komisi I Dewan Perwakilan Rakyat untuk membahas Rancangan Undang-undang Intelijen.

"Jadi kita mulai dengan pembahasan Daftar Isian Masalah (DIM) yang tetap artinya tidak ada perbedaan antara pemerintah dan usulan DPR," kata pimpinan sidang komisi I Agus G Kartasasmita saat memimpin rapat kerja di gedung DPR, Jakarta.

Sebelumnya telah disepakati dalam raker kali ini hanya akan membahas hal-hal yang tetap yang tidak ada perbedaan prinsipil antara DPR dengan pemerintah.

Lebih lanjut Agus menjelaskan dari hasil asistensi terdapat 58 DIM yang tetap atau tidak ada perbedaan antara pemerintah dan DPR.

Oleh karena itu tambah Agus akan dibacakan satu persatu dari 58 pasal DIM yang bersifat tetap tersebut untuk langsung dilakukan persetujuan. Namun atas usulan pimpinan sidang Menkumham mengajukan usul agar langsung disepakati secara keseluruhan 58 pasal yang memiliki kesamaan.

Soal apakah harus dibacakan satu persatu atau langsung disepakati secara kolektif akhirnya menjadi perdebatan yang cukup panjang.

"Begini saja saya usulkan jalan tengah, saya akan bacakan nomor DIM-nya satu persatu, terus kita setujui dan diketok," kata Agus.

Pembahasan RUU Intelijen sendiri disepakati belum masuk untuk membahas materi dari RUU itu sendiri. (fn/dt/ant) www.suaramedia.com