"Depdagri harus mencabut Perda semacam itu. SKB masih problematis. Yang diperlukan bukan Perda yang bisa saja ditarik seperti karet," ujar Azyumardi Azra. Menurut Azumardi, peraturan daerah atau SK pelarangan Ahmadiyah itu inkonstitusional. "Tak jauh berbeda dengan SKB kalau mengambil langkah-langkahnya sendiri, baik provinsi maupun kabupaten," katanya.
Azra menilai Ahmadiyah ini status quo dengan SKB maka SKB yang harus disosialisasikan. "Tegaskan isi SKB, supaya masyarakat tidak melakukan tindakan main hakim sendiri," tandasnya. Ahmadiyah juga harus menahan diri, jangan lagi bersifat eksklusif. "Perda bisa mendorong emosi. Mendagri bisa mencabut perda-perda yang melanggar konstitusi," imbuhnya.
Sebelumnya, Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia berpendapat peraturan-peraturan daerah yang membatasi keyakinan minoritas merusak reputasi Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi yang punya tradisi toleransi, dan komitmen melindungi kemerdekaan setiap warganya.
Dalam siaran pers Jumat kemarin, Amerika Serikat menyatakan mendukung mayoritas rakyat yang menolak kekerasan, dan menjunjung toleransi. "Hukum seharusnya melindungi warga negara dari kekerasan bukan malah membatasi hak-hak mereka."
Beberapa waktu belakangan ini, sejumlah daerah mengeluarkan aturan melarang aktivitas Jemaat Ahmadiyah di daerahnya. Lembaga swadaya masyarakat Kontras mencatat, sudah belasan daerah mengeluarkan aturan semacam itu.
Bagaimana tanggapan Jemaat Ahmadiyah? Mubaligh Ahmadiyah Wilayah Sulawesi Selatan Barat, Ustadz Jamaluddin Feeli mengatakan, larangan atau dukungan tersebut adalah bagian dari romantika hidup. "Ada yang menerima kami, ada yang tidak. Ada yang sudah paham, ada yang belum. Namun yang terpenting adalah dialog, agar ada titik temu," kata dia.
Dihubungi terpisah, Mubalig Ahmadiyah wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan NTT, Nasiruddin Ahmadi berpendapat, pelarangan aktivitas Ahmadiyah di beberapa daerah melanggar konstitusi. "Tidak sesuai dengan prinsip kebhinekaan Indonesia," ucap dia.
Larangan Ahmadiyah di Jawa Timur tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No 188/94/KPT/013/2011. Ada empat butir larangan. Pertama, larangan menyebarkan ajaran Ahmadiyah baik secara lisan, tulisan maupun melalui media elektronik. Kedua, larangan memasang papan nama organisasi Ahmadiyah di tempat umum. Ketiga, larangan memasang papan nama di masjid, mushola, lembaga pendidikan dengan identitas JAI. Keempat, larangan menggunakan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan segala bentuknya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, mendukung kebijakan pimpinan daerah seperti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kota Bogor terkait pelarangan ajaran Ahmadiyah.
"Sudah jelas akidah Ahmadiyah bertentangan dengan akidah Islam, dan itu tidak bisa diterima umat Islam. Intinya sudah tidak ada bisa diperdebatkan," ujar Din usai mengikuti seminar internasional 'Islam, Peace, and Justice' di Hotel Sahid, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
Menurut dia, Muhammadiyah mendukung apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah soal Ahmadiyah.
Dia menambahkan, jika peraturan itu dikatakan melanggar Hak Asasi Manusia, apa yang dilakukan oleh Ahmadiyah juga sebaliknya, karena mengkafirkan umat Islam yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad. "Memang masalah HAM selalu dijadikan celah untuk keberadaan Ahmadiyah di Indonesia," kata dia.
Untuk itu, Din melanjutkan, diperlukan ketegasan dari pemerintah mengenai keberadaan Ahmadiyah, sehingga tidak berlarut-larut. "Kalau pemerintah masih saja tidak tegas, akan mengundang reaksi dan kontroversi di masyarakat, khususnya umat Islam. Itu juga berpotensi menimbulkan pertikaian dan kekerasan," tuturnya.
Seperti diketahui, Sejumlah daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kota Bogor sudah resmi mengeluarkan larangan aktivitas terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Larangan Ahmadiyah di Jawa Timur tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No 188/94/KPT/013/2011. Ada 4 butir larangan yakni: larangan menyebarkan ajaran Ahmadiyah baik secara lisan, tulisan maupun melalui media elektronik; larangan memasang papan nama organisasi Ahmadiyah di tempat umum; larangan memasang papan nama di masjid, musala, lembaga pendidikan dengan identitas JAI; dan larangan menggunakan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan segala bentuknya.
Larangan yang sama dikeluarkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, pada Kamis 3 Maret 2011. Di hari yang sama, pemerintah Bogor mengeluarkan aturan serupa.
Tidak hanya itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo juga akan membuat aturan ini lebih tegas. Tidak hanya mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pelarangan ajaran Ahmadiyah, tapi juga akan membuat Peraturan Daerah (Perda).
Dihubungi terpisah, Mubalig Ahmadiyah wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan NTT, Nasiruddin Ahmadi berpendapat, pelarangan aktivitas Ahmadiyah di beberapa daerah melanggar konstitusi. "Tidak sesuai dengan prinsip kebhinekaan Indonesia," ucap dia. (fn/lp/v2v) http://www.blogger.com/undefined/
Post a Comment