Kebobrokan PKS Terus Diungkap Kadernya Sendiri

Mantan Wakil Presiden Partai Keadilan Syamsul Balda

Jakarta,- Aib kebobrokan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di bawah pimpinan Presiden Luthfi Hasaan Ishaaq dan Anis Matta selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen)  terus dibuka sendiri oleh kadernya. Setelah pendiri PKS Yusuf Effendy mengungkapkan Lutfi, Anis dkk terutama dana haram dari Timur Tengah, kini giliran mantan Wakil Presiden Partai Keadilan (PK), sebelum berubah menjadi PKS ) Syamsul Balda mengungkapkan borok-borok lainnya.
Syamsul Balda di Jakarta, Jumat 18 Maret 2011  mengatakan, pendirian PK dan PKS awalnya untuk memperjuangkan syariat Islam, namun pada masa pimpinan Luthfi Hassan dan Anis Matta, serta Tifatul Sembiring sebelumnya, PKS sekarang menjadi partai yang memiliki ideologi pragmatis, haus jabatan, harta dan kekuasaan.


“Dulu motif kita mendirikan PK itu karena ideologinya Islam  sebagai rahmat bagi seluruh alam, namun semua  telah berubah. PKS sekarang adalah partai yang sangat pragmatis yang hanya mencari jabatan, uang dan kekuasaan saja. Masyarakat tidak buta mengenai hal itu," kata Syamsul.


Syamsul mengatakan, ketika awal-awal PK didirikan, kader-kader PK langsung bergerak untuk membantu masyarakat. Berbeda dengan kader PKS sekarang, tidak tergerak untuk membantu masyarakat apabila tidak diberikan kompensasi tertentu. Hal itu pula yang membuat dirinya mengundurkan diri dari kepengurusan partai.
"PKS sekarang, kalau tidak karena konsekuensi jabatan dan uang yang ditawarkan maka partai tidak akan bergerak. Dulu kita hanya berpegang pada idiologi dan idelisme saja," katanya.


Sebagai partai Islam, PKS yang merupakan kelanjutan dari PK, sebenarnya sudah bubar dan tidak ada lagi karena ideologi PKS sekarang adalah menjadi partai terbuka, bukan partai Islam lagi.  Perubahan ideologi dari Islam ke partai terbuka, menurut Syamsul Balda, merupakan bukti dari praktik pragmatisme PKS sekarang.


“Pimpinan  PKS mengatakan PKS tidak akan memperjuangkan syariat Islam, inikan berbeda dengan PK. Artinya ada perbedaan ideologi, dan PKS sekarang pragmatis. Jadi stategi politik PK dan PKS pun berbeda," katanya.


Kader PKS yang memiliki ideologi seperti PK, lanjutnya, dalam praktiknya kalah suaranya ketika memperjuangkan aspirasi mereka di internal PKS. Menurutnya, kader PKS pragmatis saat ini lebih dominan daripada kader PKS yang memiliki ideologi Islam.
”Tidak semua memang kader PKS itu pragmatis, tapi yang seperti itu sudah disingkirkan oleh kader-kader pragmatis,” katanya. 


Prihatin
Syamsul Balda mengaku prihatin dengan kondisi PKS sekarang yang dihuni kader-kader pragmatis, yang menyebabkan banyaknya tudingan masyarakat bahwa PKS telah menjual agama untuk kepentingan politik dan kekuasaan saja.
"Kita minta kader PKS sekarang agar dalam berpolitik tidak lagi menggunakan jargon-jargon Islam, karena masyarakat akan terkelabui dengan politik santun PKS," katanya.


Mantan Wapres PK ini menegaskan, apa yang disampaikan Yusuf Supendi selaku pendiri PK/PKS terhadap prilaku elit-elit PKS sekarang benar adanya.
“Saya yakin dia menyatakan seperti itu bukannya tanpa dasar, karena dia tentunya tahu ada konsekuensi hukum, jika itu bohong. Semuanya ada bukti-bukti-nya," katanya.


Ditanyakan mengenai kehidupan elit-elit PKS yang sudah meninggalkan perilaku Islami dan lebih mengejar keduniaan dengan hidup bermewah-mewah yang dilakukan Ketua Dewan Syura PKS yang memiliki rumah seluas  satu bukit di Bogor dan belasan mobil mewah, dan juga kehidupan elit PKS seperti Anis Matta, Fahri Hamzah dan kelompoknya, Syamsul pun hanya  tertawa. Menurutnya adalah hak seseorang untuk menjadi kaya, namun seharusnya kekayaan itu tidak  didapat dari menjual agama dan amanah  konstituen.


“Hak setiap orang untuk menjadi kaya raya, namun hal itu tentunya harus dilakukan dengan benar dengan berusaha bukan dengan menjual ideology dan amanah konstituen hanya demi kekayaan dan jabatan. Saya kira para pengurus  PKS sekarang memang sudah semakin sejahtera,” katanya.


Mengenai kemungkinan para mantan pendiri PK itu mendirikan lagi sebuah partai yang benar-benar berbasis Islam, Syamsul mengatakan dirinya sudah tidak mau lagi. Dia mengatakan sudah memiliki pengalaman sebagai anggota dewan dan dalam pandangan subjektifnya, dewan belum bisa diharapkan memperjuangkan kepentingan rakyat secara utuh.


“Dewan ajang pragmatis dan kepentingan politik 20 tahun kedepan karena sistem politik tidak berubah dan selama sistem politik nasional belum diubah, sampai kapanpun akan seperti ini. Kita masuk partai bukan untuk  mencari kaya tapi karena memperjuangkan ideologi. Kalau mau kaya yah jadi pengusaha jangan jadi politisi,” katanya. 

(Surya Irawan)