Oleh: Dra. Rahma Qomariyah, M. Pd. I
Dosen Universitas Ibnu Khaldun
...
Gelombang demontrasi besar besaran melanda kawasan Timur Tengah. Berawal dari demontrasi di Tunisia yang dipicu oleh aksi bakar diri seorang pedagang buah yang putus asa. Ini hanya sekadar pemicu, karena rakyat telah merasakan penderitaan yang berkepanjangan. Akibat himpitan ekonomi, dan pengangguran yang semakin meningkat. Sementara itu para pemimpin mereka hidup mewah bergelimang harta
Untuk mengakhiri krisis ini, sebagaimana biasanya, Amerika mengajukan demokrasi sebagai solusi krisis politik di Mesir dan Libya, 11/2/2011. lihat pernyataan Obama: "Kedepannya, kami ingin agar kaum muda tersebut dan seluruh rakyat Mesir tahu bahwa Amerika akan melanjutkan segala hal yang bisa dilakukan untuk mendukung transisi sejati ke arah demokrasi di Mesir."
Anehnya proposal AS juga diamini oleh kaum Muslimin yang tidak paham sebenarnya demokrasi. Karenanya mereka ingin tetap memanfaatkan demokrasi untuk mengantarkan kemenangan Islam. Ini dibangun dari logika yang sangat naif, yaitu demokrasi memenangkan suara terbanyak, dan jika suara terbanyak itu umat Islam, maka umat Islam akan menang. Padahal itu hanya asumsi dan tak pernah terbukti.
Justru demokrasi inilah yang dipakai Barat untuk menghancurkan dan menghadang Islam. Hal ini seperti diberitakan oleh sebuah stasiun televisi, bahwa Amerika melalui Menlunya menyeru kepada Qaddafi agar tidak represif terhadap demonstran akan tetapi harus.ada transformasi ke arah pemerintahan demokratis. Karena jika Libya semakin represif, memungkinkan terjadi revolusi yang akan dimenangkan oleh Islam, seperti yang terjadi pada revolusi Iran.
Para pejuang begitu menuhankan demokrasi dan menguatkan pendapatnya dengan mengungkapkan pendapat Nurholis Madjid: "Suatu keanehan jika sebagian manusia menganggap demokrasi itu kufur dan munkar. Orang yang berpandangan demikian dapat dipandang belum memiliki standar intelektual yang dapat dipertangungjawabkan" (Islam akan Menang Bersama Demokrasi, Republika, Senin, 7/3/11).
Pernyataan itu bertentangan dengan Alquran dan hadits, dan tidak sesuai dengan fakta. Di samping itu Nurcholis adalah orang yang tidak layak berbicara politik Islam. Tahun 1970-an Nurcholis mengampayekan jargon sekulernya: Islam Yes, Politik No.
Demokrasi
Demokrasi adalah sistem pemerintahan berdasarkan suara mayoritas. Konsep pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan yang memihak kepada rakyat. Ini hanyalah asumsi belaka, karena faktanya yang berkuasa dalam sistem demokrasi adalah pemilik modal. Dari lahirnya demokrasi sampai sekarang ternyata tidak berbeda. Pada saat lahirnya demokrasi yaitu saat Revolusi Prancis pemerintahan saat itu dikatakan sebagai pemerintahan demokratis padahal Napoleon berkuasa secara absolut, tapi ia melakukan atas nama rakyat. Sejarawan DH Lawrence menyimpulkan tentang revolusi Prancis yang melahirkan demokrasi sebagai berikut: Raja dan bang¬sawan buatan Tuhan telah dihancurkan di Prancis untuk selamanya. Penggantinya adalah buatan manusia. Seseorang yang tidak punya uang menemui dirinya dalam keadaan sama saja dengan sebelumnya. Dalam sistem yang baru setiap orang yang bisa menjadi kaya bisa menjadi penguasa. (Zaim Saidi, Ilusi Demokrasi)
Dari uraian di atas jelas rakyat hanya sebagai Stempel kekuasaan belaka. Pada hakekatnya yang berkuasa adalah para pemilik modal (kapitalis). Demokrasi lahir dari revolusi Prancis dan grand desainernya adalah Freemasonry. Demokrasi dipropa¬gandakan secara massif oleh orang-orang Freemasonry terutama yang menduduki kekuasaan pemerintahan, dan agen-agennya.
Demokrasi Menghancurkan
Dalam buku Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi menyebutkan demokrasi dipakai Barat menghancurkan Khilafah Utsmaniyah. Serangan demokrasi terhadap Khilafah Utsmaniyah dipimpin Perdana Menteri Utsmani Medat Pasha. Dalam menentang demokrasi sultan Hamid memaparkan: keburukan demokrasi yaitu undang undang dan hukum buatan manusia bukan buatan Allah. Sultan menolak sistem demokrasi karena dalam sistem demokrasi manusia berhak membuat hukum dan undang-undang. Dan sistem tersebut bukan berasal dari Islam tapi berasal dari Barat. la mengkritik Medat Pasha dengan mengatakan: "Dia tidak melihat kecuali faedah-faedah demokrasi yang ada di Eropa, namun dia tidak mempelajari sebab-sebab demokrasi ini dan pengaruh lain yang muncul darinya. Dulu saya yakin dia akan memberikan manfaat, namun kini saya yakin bahwa demokrasi hanya akan mendatangkan mudharat". Dan mereka tidak mengetahui hakekat demokrasi yang sebenarnya, yang terlihat hanyalah baik dalam sistem tersebut bahwa rakyat bisa menentukan penguasa berdasarkan pilihannya dan mereka menyamakan demokrasi dengan musyawarah yang ada dalam Islam.
Islam bukan Demokrasi
Di dalam Islam yang berhak menentukan hukum hanya Allah SWT, bukan suara terbanyak. Misalnya wajibnya kaum muslim untuk melaksanakan shaum Ramadhan selama 1 bulan. Maka tidak bisa digugurkan saat diadakan polling ternyata suara terbanyak menentukan tidak wajib, karena mengakibatkan kurangnya produktivitas kerja.
Adapun mengenai hak rakyat dalam memilih pemimpin, dalam kitab Tarikh Khulafa', Imam As Suyuthi menyebutkan: Pemilihan pemimpin sudah diterapkan sejak zaman Khulafaur Rasyidin, ratusan tahun sebelum lahirnya demokrasi, kaum Muslimin sudah mempunyai hak pilih. Sebagaimana Sabda Rasulullah: Dari Hudzaifah berkata: Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidaklah engkau menunjuk pengganti yang memimpin kami sepeninggalmu nanti?" Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya jika aku menunjuk penggantiku, aku khawatir kalian akan menentang penggantiku itu dan Allah akan menurunkan azab atas kalian (HR al Hakim).
Pengangkatan pemimpin berdasaran ridha dan pilihan rakyat merupakan ajaran Islam. Yang diwajibkan hanyalah memilih pemimpin yang memenuhi syarat dan menerapkan hukum Islam, bukan harus si A atau si B.
Selanjutnya mengenai musyawarah, pengambilan pendapat di dalam Islam berbeda dengan sistem demokrasi. Dalam kitab Syakhsyiyah lslamiyah Juz 1, Syekh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan me¬ngenai cara pengambilan pendapat dalam Islam adalah sebagai berikut: Jika pada masalah yang hukumnya mubah maka boleh dengan suara terbanyak. Untuk masalah penetapan hukum, peraturan dan undang-undang, maka diserahkan kepada Alquran dan hadits. Adapun jika menyangkut keahlian tertentu, maka diserahkan kepada ahlinya.
Oleh: Dra. Rahma Qomariyah, M. Pd. I
Dosen Universitas Ibnu Khaldun
...
Gelombang demontrasi besar besaran melanda kawasan Timur Tengah. Berawal dari demontrasi di Tunisia yang dipicu oleh aksi bakar diri seorang pedagang buah yang putus asa. Ini hanya sekadar pemicu, karena rakyat telah merasakan penderitaan yang berkepanjangan. Akibat himpitan ekonomi, dan pengangguran yang semakin meningkat. Sementara itu para pemimpin mereka hidup mewah bergelimang harta
Untuk mengakhiri krisis ini, sebagaimana biasanya, Amerika mengajukan demokrasi sebagai solusi krisis politik di Mesir dan Libya, 11/2/2011. lihat pernyataan Obama: "Kedepannya, kami ingin agar kaum muda tersebut dan seluruh rakyat Mesir tahu bahwa Amerika akan melanjutkan segala hal yang bisa dilakukan untuk mendukung transisi sejati ke arah demokrasi di Mesir."
Anehnya proposal AS juga diamini oleh kaum Muslimin yang tidak paham sebenarnya demokrasi. Karenanya mereka ingin tetap memanfaatkan demokrasi untuk mengantarkan kemenangan Islam. Ini dibangun dari logika yang sangat naif, yaitu demokrasi memenangkan suara terbanyak, dan jika suara terbanyak itu umat Islam, maka umat Islam akan menang. Padahal itu hanya asumsi dan tak pernah terbukti.
Justru demokrasi inilah yang dipakai Barat untuk menghancurkan dan menghadang Islam. Hal ini seperti diberitakan oleh sebuah stasiun televisi, bahwa Amerika melalui Menlunya menyeru kepada Qaddafi agar tidak represif terhadap demonstran akan tetapi harus.ada transformasi ke arah pemerintahan demokratis. Karena jika Libya semakin represif, memungkinkan terjadi revolusi yang akan dimenangkan oleh Islam, seperti yang terjadi pada revolusi Iran.
Para pejuang begitu menuhankan demokrasi dan menguatkan pendapatnya dengan mengungkapkan pendapat Nurholis Madjid: "Suatu keanehan jika sebagian manusia menganggap demokrasi itu kufur dan munkar. Orang yang berpandangan demikian dapat dipandang belum memiliki standar intelektual yang dapat dipertangungjawabkan" (Islam akan Menang Bersama Demokrasi, Republika, Senin, 7/3/11).
Pernyataan itu bertentangan dengan Alquran dan hadits, dan tidak sesuai dengan fakta. Di samping itu Nurcholis adalah orang yang tidak layak berbicara politik Islam. Tahun 1970-an Nurcholis mengampayekan jargon sekulernya: Islam Yes, Politik No.
Demokrasi
Demokrasi adalah sistem pemerintahan berdasarkan suara mayoritas. Konsep pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan yang memihak kepada rakyat. Ini hanyalah asumsi belaka, karena faktanya yang berkuasa dalam sistem demokrasi adalah pemilik modal. Dari lahirnya demokrasi sampai sekarang ternyata tidak berbeda. Pada saat lahirnya demokrasi yaitu saat Revolusi Prancis pemerintahan saat itu dikatakan sebagai pemerintahan demokratis padahal Napoleon berkuasa secara absolut, tapi ia melakukan atas nama rakyat. Sejarawan DH Lawrence menyimpulkan tentang revolusi Prancis yang melahirkan demokrasi sebagai berikut: Raja dan bang¬sawan buatan Tuhan telah dihancurkan di Prancis untuk selamanya. Penggantinya adalah buatan manusia. Seseorang yang tidak punya uang menemui dirinya dalam keadaan sama saja dengan sebelumnya. Dalam sistem yang baru setiap orang yang bisa menjadi kaya bisa menjadi penguasa. (Zaim Saidi, Ilusi Demokrasi)
Dari uraian di atas jelas rakyat hanya sebagai Stempel kekuasaan belaka. Pada hakekatnya yang berkuasa adalah para pemilik modal (kapitalis). Demokrasi lahir dari revolusi Prancis dan grand desainernya adalah Freemasonry. Demokrasi dipropa¬gandakan secara massif oleh orang-orang Freemasonry terutama yang menduduki kekuasaan pemerintahan, dan agen-agennya.
Demokrasi Menghancurkan
Dalam buku Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi menyebutkan demokrasi dipakai Barat menghancurkan Khilafah Utsmaniyah. Serangan demokrasi terhadap Khilafah Utsmaniyah dipimpin Perdana Menteri Utsmani Medat Pasha. Dalam menentang demokrasi sultan Hamid memaparkan: keburukan demokrasi yaitu undang undang dan hukum buatan manusia bukan buatan Allah. Sultan menolak sistem demokrasi karena dalam sistem demokrasi manusia berhak membuat hukum dan undang-undang. Dan sistem tersebut bukan berasal dari Islam tapi berasal dari Barat. la mengkritik Medat Pasha dengan mengatakan: "Dia tidak melihat kecuali faedah-faedah demokrasi yang ada di Eropa, namun dia tidak mempelajari sebab-sebab demokrasi ini dan pengaruh lain yang muncul darinya. Dulu saya yakin dia akan memberikan manfaat, namun kini saya yakin bahwa demokrasi hanya akan mendatangkan mudharat". Dan mereka tidak mengetahui hakekat demokrasi yang sebenarnya, yang terlihat hanyalah baik dalam sistem tersebut bahwa rakyat bisa menentukan penguasa berdasarkan pilihannya dan mereka menyamakan demokrasi dengan musyawarah yang ada dalam Islam.
Islam bukan Demokrasi
Di dalam Islam yang berhak menentukan hukum hanya Allah SWT, bukan suara terbanyak. Misalnya wajibnya kaum muslim untuk melaksanakan shaum Ramadhan selama 1 bulan. Maka tidak bisa digugurkan saat diadakan polling ternyata suara terbanyak menentukan tidak wajib, karena mengakibatkan kurangnya produktivitas kerja.
Adapun mengenai hak rakyat dalam memilih pemimpin, dalam kitab Tarikh Khulafa', Imam As Suyuthi menyebutkan: Pemilihan pemimpin sudah diterapkan sejak zaman Khulafaur Rasyidin, ratusan tahun sebelum lahirnya demokrasi, kaum Muslimin sudah mempunyai hak pilih. Sebagaimana Sabda Rasulullah: Dari Hudzaifah berkata: Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tidaklah engkau menunjuk pengganti yang memimpin kami sepeninggalmu nanti?" Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya jika aku menunjuk penggantiku, aku khawatir kalian akan menentang penggantiku itu dan Allah akan menurunkan azab atas kalian (HR al Hakim).
Pengangkatan pemimpin berdasaran ridha dan pilihan rakyat merupakan ajaran Islam. Yang diwajibkan hanyalah memilih pemimpin yang memenuhi syarat dan menerapkan hukum Islam, bukan harus si A atau si B.
Selanjutnya mengenai musyawarah, pengambilan pendapat di dalam Islam berbeda dengan sistem demokrasi. Dalam kitab Syakhsyiyah lslamiyah Juz 1, Syekh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan me¬ngenai cara pengambilan pendapat dalam Islam adalah sebagai berikut: Jika pada masalah yang hukumnya mubah maka boleh dengan suara terbanyak. Untuk masalah penetapan hukum, peraturan dan undang-undang, maka diserahkan kepada Alquran dan hadits. Adapun jika menyangkut keahlian tertentu, maka diserahkan kepada ahlinya.
Post a Comment