RIYADH - Arab Saudi ikut campur tangan dalam pertentangan kehendak antara penguasa Bahrain dan reformis lebih untuk alasan dalam negerinya sendiri dan bukannya keinginan untuk menopang al-Khalifa yang telah memerintah atas pulau tersebut selama 200 tahun.
Tujuan utama Saudi adalah untuk memastikan bahwa keluarga penguasa Bahrain tidak memberikan perubahan konstitusi yang akan mengurangi kekuasaan raja dan mengubahnya menjadi sebuah monarki konstitusional.
Saudi takut bahwa reformis dalam kerajaan mayoritas komunitas Sunni itu bisa memberikan tuntutan yang sama di masa depan. Beberapa orang telah melakukannya - membiarkan jin keluar dari botol – dalam petisi di internet dan di Facebook. Keluarga penguasa Saudi, yang berkuasa sejak 1931, sama sekali tidak siap untuk menyerahkan kekuasaan kepada rakyat dengan membentuk perwakilan legislatif. Sebaliknya, kerajaan memiliki dewan konsultatif, terdiri dari 150 anggota, semua ditunjuk oleh raja.
Monarki Saudi bergantung pada legitimasi dan dukungan populer pada kemitraannya dengan suku sangat konservatif dan ulama Sunni yang termasuk sekte puritan Wahhabi. Keduanya menolak dan melawan reformasi politik dan modernisasi sosial dan telah menghambat upaya-upaya Raja Abdullah untuk mencapai perubahan.
Riyadh dibuat terhuyung-huyung oleh serentetan serangan Sunni oleh para pekerja komunikasi dan karyawan dari kota Madinah yang menginginkan upah lebih tinggi dan demonstrasi oleh keluarga tahanan yang menuntut pembebasan kerabatnya.
Saudi juga takut jika penguasa Sunni Bahrain memenuhi tuntutan mayoritas Syiah untuk mengakhiri diskriminasi dan pembagian kekuasaan, minoritas Syiah Saudi dapat menekan hak-hak mereka. Minoritas Syiah Saudi merupakan mayoritas yang hidup kekurangan di provinsi timur yang kaya minyak, sumber kekayaan besar Saudi.
Riyadh mengklaim bahwa Syiah Iran memprovokasi Syiah di kedua negara, Bahrain dan Arab Saudi dan berpendapat intervensi diperlukan untuk mencegah masyarakat agar tidak meningkatkan pemberontakan bersenjata habis-habisan. Meskipun mungkin benar bahwa Iran telah menyulut dan mendanai Syiah untuk melaukan pemberontakan.
"Hari Kemarahan" Jumat lalu yang dipromosikan oleh aktivis internet Sunni dan Syiah mendorong pemerintah Saudi untuk memerintahkan penyebaran pasukan keamanannya yang terbesar yang pernah terjadi di jalanan kota-kota kerajaan dalam upaya untuk meredakan demonstrasi.
Arab Saudi, font radikalisme global, tidak ingin terinfeksi dengan radikalisme sekuler, demokrasi liberal, bentuk pemerintahan yang dituntut oleh gerakan yang menggulingkan rezim di Tunisia dan Mesir.
Dengan campur tangan di Bahrain, Riyadh juga dapat berharap untuk menahan pemberontakan demokrasi di negara-negara Teluk dan memperjelas kepada penguasa mereka untuk tidak menyerah pada tuntutan gerakan tersebut. Karena penyebaran pasukan Saudi dan polisi Emirat adalah kerjasama Dewan Teluk, itu memposisikan semua penguasa Teluk pada kamp menentang reformasi demokrasi Arab.
Intervensi Saudi bisa menjadi bumerang jika para pendukung demokrasi melakukan kekerasan dan jika al-Khalifa kehilangan legitimasi dengan mayoritas Syiah yang harus mereka ajak berdamai.
Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya sudah mengirim ratusan pasukan untuk membantu memulihkan keamanan di tengah semakin meningkatnya kekerasan dalam protes terhadap pemerintah Bahraini.
Penguasa Bahrain meminta negara-negara Arab tetangga untuk mengirim pasukan untuk membantu memadamkan protes keras yang berkobar selama satu bulan dan meningkat lagi minggu ini.
Para demonstran secara rutin memblokir jalan-jalan utama di ibukota Manama dan bentrok dengan polisi anti huru hara.
Arab Saudi, Kuwait, Oman, Qatar dan Uni Emirat Arab telah menanggapi permintaan tersebut dengan mengirimkan pasukan. (iw/it) www.suaramedia.com
Post a Comment