Kasus HKBP Ciketing meledak 12 September 2010, sehari setelah Idul Fitri. Pada awalnya kasus ini mendapat liputan luas media massa. Blow-up sedemikian rupa mengerucutkan isu umat Islam melakukan penghadangan dan penyerangan terhadap HKBP. Hampir semua pejabat negara bereaksi, bahkan Presiden SBY ikut memberikan komentar negatif terhadap umat Islam. Siaran langsung televisi bertalu-talu menyudutkan umat Islam.
Kini, setelah kasusnya masuk pengadilan, liputan media massa sangat minim. Dari sidang pertama sampai sidang ke-5 tak ada media nasional, apalagi televisi, meliput sidang HKBP Ciketing itu. Jelas, media-media sekuler tak mau memberitakan apa yang sebenarnya akan terungkap di pengadilan.
Sidang pertama digelar Rabu, 29 Desember, mendengarkan pembacaan dakwaan. Ada 13 terdakwa kasus HKBP Ciketing ini, termasuk Murhali Barda. Terdakwa lainnya adalah Ade Firman, Adjie Ahmad Faisal, Ismail, Dede Tri Sutrisna, Panca Rano VID, Khaerul Anwar, Nunu Nurhadi, Roy Karyadi, Kiki Nurdiansyah, Supriyanto, Handoko (Tolet) dan Hardoni Syaiful (Doni).
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan Surat Dakwaan tentang kronologis peristiwa penusukan dan penganiayaan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Jl Raya Mustika Sari, Kelurahan Ciketing Asem, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, yang terjadi pada 12 September 2010 lalu. Terdakwa dijerat dengan Pasal 160 tentang penghasutan, dikenakan Pasal 170 tentang pengeroyokan, dan pasal 335 tentang perbuatan tak menyenangkan. Beberapa terdakwa hanya dikenakan pasal 170 saja.
Para aktivis muslim Bekasi didakwa melakukan penghadangan dan pengeroyokan jemaat HKBP. Para aktivis menilai dakwaan ini aneh dan memutarbalikkan fakta. Kronologi kejadian versi Umat Islam Bekasi (lihat boks).
Juga jauh sebelum bentrokan pada 12 September, pada 8 Agustus terjadi pula bentrokan antara jamaat HKBP dengan warga sekitar, dan menurut informasi bahwa pada saat kejadian terdapat dua orang pendeta HKBP yang membawa pistol dan menembakannya.
Dari 5 kali persidangan, menurut penjelasan Shalih Mangara Sitompul selaku kordinator tim pembela Muharli Barda Cs keterangan para saksi tidak membuktikan apa-apa : “Jaksa belum mampu membuktikan apapun. Beberapa saksi yang dihadirkan belum mengarah, belum bisa dibuktikan oleh jaksa atas dakwaannya. Artinya, dakwaan jaksa itu amburadul, dan harus tidak dijadikan patokan oleh hakim. Karena hakim harus mengambil putusan sesuai dengan fakta persidangan. Fakta yang terungkap, kejadiannya dimulai oleh arogansi HKBP yang meneriaki ‘maling’, meneriaki ‘anjing’, memukuli orang, dan bahkan ada seorang wartawan yang dipukuli juga”.
Dari persidangan terdakwa Adjie yang mendengarkan keterangan Supriyanto, ditegaskan oleh Salih bahwa umat Islam datang ke Ciketing itu memang melakukan unjuk rasa, karena HKBP itu melanggar Peraturan Bersama Dua Menteri (PBM)
Dalam persidangan keempat, beberapa saksi HKBP dianggap memberikan keterangan palsu. Sidang yang digelar Senin 10 Januari mendengarkan keterangan saksi-saksi dari HKBP. Setelah mangkir dua kali sidang, 5 orang saksi HKBP dihadirkan dalam sidang yang dimulai jam 9.30 WIB, dan baru berakhir jam 16.30 WIB dengan menggunakan 4 ruang sidang sekaligus.
Salah seorang saksi HKBP, Pendeta Luspida Simanjuntak memberikan kesaksian di ruang sidang Tirta dengan terdakwa Murhali Barda. Atas pertanyaan Munarman sebagai Kuasa Hukum Murhali, Luspida menyatakan dia tidak melihat terdakwa berada di lokasi kejadian (insiden penusukan) pada 12 September : “Saya tidak melihat beliau (terdakwa Murhali Barda) di Ciketing”, ujar Luspida
Dalam keterangannya, Luspida mengaku hanya melihat 8 sepeda motor yang datang dari arah berlawanan saat jemaat HKBP 150 an orang berjalan dari Rumah (yang dijadikan Gereja HKBP) di Jl. Puyuh Pondok Timur Indah ke lahan kosong (tempat kebaktian yang disengketakan) di Ciketing. Saat berpapasan delapan pengendara sepeda motor dengan jemaat HKBP, terjadi keributan dan Luspida mengaku mendengar pendeta Purba mengeluh tertusuk, lantas dibawa ke rumah sakit.
Luspida juga mengaku tidak tahu menahu soal keributan yang terjadi (pengeroyokan wartawan oleh Jemaat HKBP) sebelum insiden penusukan, karena terfokus pada pendeta Purba yang tertusuk. Malahan Luspida menyatakan dia terkena pukul sampai tiga kali.
Padahal, dalam persidangan sebelumnya, terungkap melalui kesaksian Edi Suryo, Warga Ciketing, bahwa Jemaat HKBP mengeroyok seorang wartawan yang diteriaki maling : ”Saya mendengar wartawan itu diteriaki maling oleh pihak HKBP. Wartawan itu lalu dikeroyok di kebun. Saya sudah melerai, tapi wartawan itu ditarik lagi untuk digebuki,” ungkap Edi dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Bekasi, Senin (3/1/2011). Tak berselang lama, disusul dengan insiden kedua, bentrokan jemaat HKBP dengan belasan remaja Muslim.
Luspida mengatakan bahwa mereka pindah ke lahan di Ciketing Mustika Jaya atas rekomendasi dari Asda II Pemkot Bekasi. Namun, saat kuasa hukum Murhali Barda bertanya kepada Luspida apakah sudah pernah menunjukkan surat tersebut saat berdialog dengan Murhali pada tanggal 1 dan 8 Agustus 2010. Luspida mengatakan tidak menunjukkan. Bahkan saat diminta untuk menunjukkan bukti surat rekomendasi tersebut di persidangan, Luspida tidak bisa menunjukkan.
"Suratnya tanggal 9 Juli 2009 yang ditandatangani Sekda untuk memindahkan tempat ibadah ke lahan milik HKBP. Berdasarkan surat tersebut kami kemudian pindah ke lahan Ciketing”, ujar Luspida
Ternyata surat Pemkot Bekasi itu tidak ditujukan kepada Jemaat HKBP, namun ditujukan kepada Kementerian Agama Kota Bekasi. Surat dimaksud, tertanggal 9 Juli, poin 3 berbunyi :” Kepada Pejabat Kantor Kementerian Agama Kota Bekasi agar menyarankan kepada pendeta dan atau Jemaat HKBP PTI sebaiknya ibadat dilaksanakan di tempat lain milik sendiri.” Kementerian Agama Kota Bekasi juga telah menerbitkan agar Jemaat HKBP tidak menggunakan tanah yang ada di kampung Ciketing sebagai tempat untuk beribadat.
Karena kesaksian yang tidak benar tersebut. Shalih Mangara sebagai Kuasa Hukum Murhali Barda meminta kepada Majelis Hakim agar menahan saksi Luspida Simanjuntak. Shalih menyatakan : “Saksi Luspida, menurut hemat kami banyak keterangannya yang tidak benar. Karena itu, saksi yang bersangkutan tadi sudah disumpah, sudah melanggar pasal 242 KUHP, yaitu memberikan keterangan palsu di bawah sumpah di dalam persidangan. Itu diancam hukuman 9 tahun. Karena itu, penasehat hukum meminta kepada Majelis Hakim yang menangani perkara, agar mengeluarkan penetapan kiranya yang memberikan saksi tidak benar di bawah sumpah tersebut, pendeta Luspida Simanjuntak dikeluarkan penetapannya agar segera ditahan.”
Shalih menjelaskan lebih lanjut, keterangan palsu atau keterangan tidak benar itu, pertama, dia mengatakan ada surat dari Setda, kenyataannyakan tidak ada. Surat itu ditujukan kepada Kementerian Agama Kota Bekasi dan Muspida. Kebohongan Luspida kedua, dia mengatakan pada saat itu, dia melihat penusukan tapi tak seorang pun yang melihat. Pokoknya, banyak keterangan Luspida yang tidak benar”.
Jika dirunut ke belakang, kasus HKBP Ciketing sebenarnya lanjutan saja dari fenomena Kristenisasi yang tengah marak di Bekasi. Lembaga berpengaruh International Crisis Group (ICG) yang bermarkas di Brussels, Belgia, menegaskan dalam laporan panjang bertajuk “Indonesia : Christianization and Intolerance” dipublikasikan November lalu menegaskan bahwa akar masalah Ciketing adalah gencarnya Kristenisasi di Bekasi. ICG menyimpulkan bahwa salah satu faktor utama meningkatnya gesekan antar umat beragama di Indonesia adalah agresivitas kegiatan penginjilan di daerah Muslim (Aggressive evangelical Christian proselytizing in Muslim strongholds).
Kasus-kasus Kristenisasi yang marak di Bekasi, antara lain melalui berbagai modus seperti Sekolah Teologia Edhie Sapto. Sekolah ini mensyaratkan kelulusan setelah berhasil mengkristenkan 5 umat Islam. Juga ada Blog Santo Bellarminus, yang secara vulgar menantang perang umat Islam. Dalam situsnya tertulis ‘Habisi Umat Islam Indonesia”, dan kalimat-kalimat lain yang melecehkan Allah Swt, Nabi Muhammad SAW, dan Al-Qur’an. Pembaptisan ratusan umat Islam oleh yayasan Mahanaim dan masih banyak lagi lainnya.? (msa dari berbagai sumber)
BOX:
Kronologis kasus HKBP Ciketing 1. Pasa mulanya, sebuah rumah tinggal di Jl. Puyuh Raya IX, No. 14, Rt. 01 Rw 15, Perumahan Pondok Timur Indah, Kel. Mustika Jaya, Kec. Mustika Jaya Kota Bekasi, telah disalah fungsikan oleh jemaat HKBP untuk dijadikan Gereja yang setiap hari minggu di rumah tersebut dilakukan kebaktian.
2. Karena telah melanggar aturan peruntukan fungsi rumah dan telah mengganggu lingkungan, Pemerintah Kota Bekasi melakukan penyegelan terhadap rumah tersebut dan memberi peringatan kepada jemaat HKBP untuk tidak menggunakan rumah tersebut sebagai gereja. Tapi teguran Pemerintah Kota Bekasi tidak diindahkan. Bahkan berulangkali jemaat HKBP melakukan pengrusakan atas segel yang dibuat oleh Pemerintah Kota Bekasi.
3. Kalau ada berita–berita di media massa bahwa telah terjadi perusakan rumah Ibadah apalagi penyerbuan rumah ibadah jemaat HKBP. Itu sama sekali tidak benar. Kami tegaskan sekali lagi tidak ada penyerbuan dan pengrusakan rumah ibadah.
4. Yang terjadi adalah setelah rumah yang dijadikan sebagai gereja HKBP disegel oleh Pemerintah Kota Bekasi, kebaktian jemaat HKBP pindah lokasi ke tanah kosong milik jemaat HKBP.
5. Yang diprotes warga adalah kebaktian yang dilakukan oleh jemaat HKBP di tengah lapangan kosong sebab selain terkesan melakukan provokasi terhadap umat islam juga tindakan kebaktian di tengah lapangan adalah liar.
6. Protes itu bukan untuk menghalangi mereka melakukan kebaktian tapi bagaimana agar jemaat HKBP melakukan kebaktian di tempat yang benar dan tepat. Pemerintah Kota Bekasi memberikan solusi dengan mengeluarkan surat untuk penggunaan gedung Serba Guna eks gedung OPP di Jln. Chairil Anwar Kota Bekasi, untuk dijadikan tempat kebaktian sementara sebelum adanya tempat kebaktian yang permanen.
7. Meski sudah diberi solusi, namun jemaat HKBP tetap menolak di tempat yang disediakan Pemerintah Kota Bekasi yaitu eks gedung OPP. Jemaat HKBP, tetap bersikeras ingin beribadah di lahan kosong.
8. Perlu diketahui bahwa pihak jemaat HKBP telah mengklaim di beberapa media massa tentang adanya rumah ibadah yang diserang umat Islam. Pemberitaan itu sama sekali tidak benar. Tempat yang dimaksud diserang umat Islam adalah sesungguhnya sebuah lahan kosong yang belum ada bangunan apa pun.
9. Tindakan provokasi yang dilakukan jemaat HKBP dengan melakukan kebaktian di lahan kosong, akhirnya membuat umat Islam tidak sabar dan melakukan protes atas provokasi tersebut.
10. Karena terus – terus diprovokasi, umat Islam bereaksi dengan mendatangkan massa yang lebih besar. Kehadiran umat Islam dilokasi (lapangan kosong) tempat kebaktian, mendapat pengawalan dari satpol PP dan aparat dari Polres Bekasi dan Polda Metro Jaya. Maka pada tanggal 8 Agustus 2010, sempat terjadi dorong-dorongan. Sekali lagi, sama sekali tidak terjadi bentrok antara umat Islam dan jemaat HKBP. Karena antara jemaat HKBP dan umat Islam dibatasi oleh Petugas Satpol PP dan polres Bekasi serta Polda Metro Jaya.
11. Kedatangan umat Islam ke lokasi hanya untuk menghalangi jemaat HKBP masuk ke lapangan yang mereka jadikan tempat kebaktian. Bukan untuk menghalangi jemaat HKBP kebaktian. Tidak ada yang menghalangi mereka kebaktian asal di tempat yang benar.
Post a Comment