KABUL (Berita SuaraMedia) – Menurut kabar, pemerintah Afghanistan memasukkan nama sejumlah perusahaan keamanan swasta terkenal, termasuk sebagian perusahaan yang bekerja sama dengan pemerintah AS, dan menuding mereka telah melakukan sejumlah pelanggaran besar. Dalam sebuah daftar yang disusun para pejabat pemerintahan Afghanistan, terdapat 16 buah perusahaan. Di antaranya adalah sejumlah perusahaan Amerika dan Inggris. Nama-nama perusahaan tersebut dimasukkan karena dianggap melakukan pelanggaran serius, meski tidak dijelaskan pelanggaran apa yang dimaksud.
Tujuh perusahaan lainnya disebut-sebut punya keterkaitan dengan sejumlah pejabat tinggi Afghanistan, demikian dilansir Washington Post.
Para pejabat AS kini merasa ragu bahwa tindakan itu akan mempercepat kepergian mereka dari Afghanistan.
Dokumen itu mengutip keterangan dari seorang pejabat senior AS yang menyebutkan bahwa keputsan itu akan memengaruhi perusahaan-perusahaan yang menyediakan sekitar 800 orang pengawal untuk proyek-proyek dari lembaga bantuan internasional AS, USAID (US Agency for International Development) dan sekitar 3.000 orang lainnya yang bekerja di sejumlah proyek konstruksi untuk koalisi.
"Kami resah namun tak bisa berbuat apa-apa mengenai hal ini. Kami menunggu kabar perusahaan yang mana saja yang akan mendapat pemberitahuan pembubaran dan kapan mereka akan diharuskan bubar," katanya.
Triple Canopy, sebuah perusahaan yang berbasis di Reston, Blue Hackle dari Washington, dan perusahaan Inggris G4S, perusahaan induk dari ArmorGroup North America yang bertugas mengamankan Kedutaan Besar AS di Kabul ada dalam daftar perusahaan yang melakukan pelanggaran berat.
Selain itu, dalam daftar tersebut juga tercantum nama-nama perusahaan Inggris, Global Strategies Group, yang menjaga bandara Kabul, Control Risks, serta Aegis.
Dalam daftar tersebut, terdapat sembilan perusahaan yang dianggap melakukan pelanggaran "kelas menengah", 11 lainnya melakukan pelanggaran "ringan" dan sembilan perusahaan, termasuk Xe Services – yang dulu bernama Blackwater – dinyatakan "tidak melakukan pelanggaran."
Presiden Afghanistan Hamid Karzai masih belum menyetujui daftar tersebut atau mengindikasikan bahwa mereka akan diusir, kata seorang pejabat senior Afghanistan.
Perkembangan itu semakin memanaskan perseteruan terkait nasib perusahaan-perusahaan keamanan swasta di Afghanistan.
Dalam enam bulan terakhir, Karzai berusaha mengusir perusahaan-perusahaan tersebut" dan menggantikannya dengan pengawal pemerintah.
Para pejabat AS dan para diplomat asing lain, yang secara umum mendukung niatan Karzai, berupaya menegosiasikan kelonggaran agar perusahaan-perusahaan keamanan swasta tetap berada di kedutaan-kedutaan dan pangkalan militer, termasuk juga sejumlah proyek pengembangan yang didanai asing, di antaranya jalan dan pembangkit listrik.
Para pejabat AS sebelumnya yakin telah mendapatkan kompromi pada bulan Desember lalu yang akan melindungi operasi-operasi penting dan memberikan lebih banyak waktu kepada perusahaan-perusahaan sebelum mereka diharuskan pergi, namun munculnya daftar baru itu melahirkan kekhawatiran baru bahwa tenggat waktunya telah dipercepat.
"Kami kira hal itu ditunda. Tapi, tiba-tiba tidak lagi," kata pejabat senior AS tersebut.
USAID menghentikan sejumlah program baru sementara masih menunggu penyelesaian terhadap masalah tersebut. Sebuah program berbiaya ratusan juta dolar untuk mendukung operasi militer ditarik kembali dari tender karena ketidakpastian mengenai nasib perusahaan-perusahan keamanan swasta. (dn/nk/wp) www.suaramedia.com
Post a Comment