Menkum HAM Mengaku Ada Mafia Imigrasi

Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar mengakui adanya mafia imigrasi di instansinya. Patrialis berjanji untuk memberantas mafia imigrasi tersebut mulai saat ini. Patrialis mengatakan, saat ini nama imigrasi yang bernaung di bawah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI sangat buruk di mata masyarakat.
Salah satu indikasi keberadaan mafia tersebut adalah paspor palsu atas nama Sony Laksono yang digunakan oleh Gayus Tambunan untuk bepergian ke luar negeri saat masih mendekam di dalam penjara. “Masa iya ada paspor asli tapi palsu yang tidak diketahui oleh petugas imigrasi,” kata Patrialis saat memberikan sambutan pada pelantikan Dirjen Imigrasi, Bambang Irawan di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Kamis (20/1).
Meskipun hingga saat ini belum ada laporan dari tim khusus Kemenkumham soal adanya keterlibatan petugas dalam pembuatan paspor tersebut, Patrialis mengatakan bahwa hal tersebut tidak menutup kemungkinan adanya pelanggaran hukum atas penerbitan paspor itu. “Sampai saat ini laporan yang kami terima adalah adanya kelalaian dari petugas dan bukan keterlibatan,” katanya.
Atas kelalaian tersebut, Patrialis mengatakan pihaknya telah menonaktifkan sebanyak 16 petugas imigrasi dari berbagai unsure jabatan. Yang jelas, ke-16 orang petugas tersebut berasal dari kantor imigrasi Jakarta Timur yang dianggap lalai karena kehilangan paspor milik Margaretha yang sudah tidak aktif dan digunakan untuk paspor Gayus serta kantor imigrasi Bandara Soekarno-Hatta yang meloloskan paspor tersebut hingga Gayus bisa keluar negeri.
“Namun, jika ternyata mereka terbukti melakukan tindakan pidana, mereka akan langsung saya pecat,” ujarnya.
Oleh karena itu, Patrialis mengatakan pihaknya sudah memulai untuk melakukan perbaikan pada sistem keimigrasian. Diantara yang akan dilakukan adalah dengan melakukan sistem rolling petugas dan pengawasan dari seluruh elemen Kemenkumham terhadap masing-masing bagian. Sehingga, masing-masing bagian itu bisa saling mengawasi dan memberi peringatan terhadap bagian lainnya yang berpotensi melakukan penyalahgunaan kewenangan. (republika.co.id, 20/1/2011)