Bangor Pisan, Gereja Yasmin Bogor Tak Pernah Puas Melanggar Aturan

BOGOR (voa-islam.com) Sudah tak terhitung lagi banyaknya pelanggaran yang dilakukan pihak gereja GKI Yasmin Bogor. Berkali-kali Pemkot Bogor memasang segel gereja yang berlokasi di Jalan KH Abdullah Bin Nuh, Kelurahan Curug Mekar, berkali-kali pula pihak gereja membandel: mencabut plang segel yang dipasang Pemkot. Bahkan, tetap ngotot melanjutkan pembangunan gereja yang sudah ditolak mentah-mentah warga setempat.
Ketegangan warga Curug Mekar dengan pihak gereja ini sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2002. Tak kunjung usai, pihak gereja terus-menerus melakukan provokatif terhadap warga, dan melanggar peraturan daerah dan SKB Tiga Menteri tentang rumah ibadah.
Masih segar dalam ingatan, sejak tahun 2002-2006, pihak panitia pembangunan gereja menemui Muchtar AM, Ketua RT setempat untuk meminta izin pembangunan gereja. Kurang lebih 5 Kali kunjungan dilakukan pihak gereja, namun selalu ditolak oleh Ketua RT dengan alasan mayoritas masyarakat di wilayahnya  adalah Muslim dan mengacu kepada SKB 2 menteri (sekarang Peraturan Bersama Menteri), tentu saja untuk menghindari konflik horizontal di masyarakat.
Pada tanggal 15 Januari 2006 diadakan pertemuan di kantor Kelurahan Curug Mekar. Dalam pertemuan itu, warga RT 08/08 menolak pembangunan gereja melalui surat yang disampaikan langsung oleh Ketua RT ke Lurah setempat.
Culasnya, surat penolakan warga terhadap pembangunan gereja tersebut tidak disertakan dalam pengajuan izin ke Pemkot Bogor, hingga terbitlah IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang dikeluarkan oleh Pemkot Bogor. Padahal Pemkot Bogor tidak akan mengeluarkan IMB kalau pihak gereja menyertakan lampiran pernyataan penolakan warga.
Lantas pihak gereja memulai kegiatan pembangunan berdasarkan IMB tersebut. Jelas saja, masyarakat marah dan resah. Sejak itu warga menyalurkan aspirasinya melalui ormas-ormas Islam.
Melihat situasi yang mulai memanas, sekitar bulan Maret 2007, anggota DPRD Kota Bogor, meninjau lapangan dan mengadakan dialog dengan pihak gereja dan Ketua RT setempat. Hasil dialog memutuskan, untuk sementara kegiatan pembangunan gereja dihentikan dan dinyatakan “STATUS QUO!”
Dasar bangor, April 2007, pihak gereja keukeuh melanjutkan kegiatan pembangunan, sehingga ditegur keras oleh Ketua RT setempat dengan surat bernomor: 148/17/RT-08/IV/2007 tanggal 30 April 2007. Lagi-lagi surat Ketua RT tak digubris, pihak gereja kembali melanjutkan kegiatan pembangunan, sehingga memancing kemarahan warga setempat dan umat Islam se-Kota Bogor dengan mengekspresikannya dalam bentuk demonstrasi. Secara bersamaan, warga juga melakukan lobbi-lobi ke DPRD Kota Bogor.
Forum warga Curug Mekar kemudian membuat surat permohonan pembatalan IMB pembangunan gereja ke Dinas Tata Kota dan Pertamanan (DTKP) Pemkot Bogor. Tepat pada tanggal 4 Februari 2008, Dinas Tata Kota Bogor mengeluarkan surat pembekuan IMB pembangunan gereja.
Pemkot vs Gereja Yasmin bertarung di PTUN
Babak berikutnya, tanggal 4 September 2008 pihak gereja membawa perkara ini ke PTUN Bandung. Tanpa diduga, Pemkot khususnya DTKP dikalahkan oleh putusan PTUN Bandung dalam hal Pembekuan IMB. Pada hari itu juga Pemkot menyatakan banding. Tapi lagi-lagi, di tingkat banding, Pemkot dikalahkan.
Selanjutnya, Pemkot mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) tanggal 25 Februari 2009. Namun, permohonan kasasi yang diajukan Pemkot ditolak MA karena dianggap tidak memenuhi syarat formal. Alasan lain, karena yang menjadi objek gugatan  merupakan Keputusan Pejabat Daerah.
Untuk kesekian kalinya, Maret 2009, terjadi lagi kegiatan pembangunan gereja. Warga Curug Mekar kembali melakukan demo, sekaligus memasang spanduk penolakan warga dan penutupan akses ke area pembangunan gereja.
....Pemalsuan tanda tangan warga digunakan sebagai syarat pembuatan IMB Gereja GKI Yasmin, dilaporkan ke POLRESTA dengan membawa 7 orang saksi yaitu M Ajuk, M Sholeh, Kornelis Abdullah, Maulana, Yanto, Munir dan Aming....
Demo berikutnya dilakukan tanggal  25 April 2009 oleh warga di lokasi pembangunan gereja. Kali ini warga menghalau pekerja yang sedang mengerjakan pengecoran gereja. Saat itu panitia pembangunan gereja beserta lawyer-nya berada di tempat. Sementara itu, aparat kelurahan, koramil dan polisi turut memantau lokasi bedeng.
Ketegangan pun tak terhindarkan. Aksi itu membuat Ujang Suja’i, Kuasa Hukum gereja dongkol, lalu mempolisikan Hari Djunaedi dengan pasal 335 KUHP tentang pasal tidak menyenangkan. Hari Junaedi pun dijadikan tersangka.
Membuang Segel, Gereja Yasmin tak hormati hukum
Karena masalah tak kunjung usai, maka pada hari Rabu tanggal 20 Januari 2010 di Masjid Al-Falaah Taman Yasmin, Warga Curug Mekar membentuk FORKAMI, sebuah wadah sebagai alat koordinasi antarwarga, untuk menghindari tindakan yang terkendali oleh warga terkait adanya kegiatan pembangunan gereja GKI. Seluruh anggota dan pengurus FORKAMI mulai dari Pembina, Penasehat, Pengurus Harian dan anggotanya adalah Warga Bogor dan khususnya warga Curug Mekar.
Setelah melakukan penelitian, akhirnya Tim Investigasi FORKAMI menemukan dan melaporkan adanya indikasi pemalsuan tanda tangan warga yang digunakan sebagai syarat pembuatan IMB Gereja GKI Yasmin ke POLRESTA dengan membawa 7 orang saksi yaitu M Ajuk, M Sholeh, Kornelis Abdullah, Maulana, Yanto, Munir dan Aming dengan diantar oleh sekitar 150 orang dengan laporan nomor: STBL/106/I/2010/SPK tertanggal 30 Januari 2010 jam 14.54 WIB. Pelapor M Ajuk melaporkan Ketua Panitia pembangunan Gereja GKI yaitu Thomas Wadudara.
Data pemalsuan yang dilakukan pihak Gereja Yasmin ternyata bertambah lagi. Pada hari Kamis, 4 Februari 2010, Hari Junaedi melaporkan indikasi pemalsuan tanda tangan warga atas nama Haris Fadilah dan Idrus tertera pada tanggal 8 Januari 2006, mereka merasa tidak pernah tanda tangan.
....Data pemalsuan yang dilakukan pihak Gereja Yasmin ternyata bertambah lagi. Hari Junaedi melaporkan indikasi pemalsuan tanda tangan warga atas nama Haris Fadilah dan Idrus tertera pada tanggal 8 Januari 2006, mereka merasa tidak pernah tanda tangan....
Untuk menindaklanjuti hasil temuan pemalsuan data oleh Gereja Yasmin itu, Selasa, 9 Februari 2010 warga mendatangi Polresta untuk mengklarifikasi indikasi pemalsuan  tanda tangan warga yang dipalsukan untuk dicocokkan dengan data dari DTKP. Anehnya DTKP tidak bisa menunjukkan data aslinya meski ditunggu hingga pukul 14.00 WIB. Maka pada hari ini juga FORKAMI langsung menuju ke Pemkot untuk meminta pertanggungjawaban atas semua data pemalsuan itu. Warga mendesak Pemkot untuk mengusut secara tuntas. Maka digelarlah pertemuan dengan pihak Pemkot pada Kamis 11 Februari 2010. Pemkot berjanji untuk membatalkan IMB Gereja GKI Yasmin hari itu juga, namun warga meminta agar pembatalan IMB dilakukan sesuai prosedural yang berlaku agar tidak cacat hukum.
Sebagai tahap awal (15-20 Februari 2010),  dilakukan peneguran/peringatan oleh Satpol PP, musyawarah dan pemanggilan pihak gereja oleh FKUB yang dimotori Pemkot.
Tahapan berikutnya (22 Februari 2010), pihak Pemkot mengundang FORKAMI, FKUB, Depag dan Gereja Yasmin untuk menyelesaikan permasalahan dan mencabut IMB yang bermasalah. Ternyata pihak gereja tidak datang. Pengaduan pun dilanjutkan ke DPRD dan diterima oleh Ketua Komisi D Najamudin.
Sementara pencabutan IMB gereja sedang berlangsung, Selasa 23 Februari 2010 pihak gereja malah merangkai baja ringan untuk dipasang. Warga kembali mendatangi lokasi, lalu terjadi cekcok mulut dengan pemborong. Warga menelpon Satpol PP, lalu segera datang 12 anggota Satpol PP dan membawa barang bukti baja ringan yang sedang dikerjakan tukang.
Padahal sesuai aturan, selama proses hukum berjalan (PK belum turun) dan belum ada keputusan, tidak boleh ada kegiatan-kegiatan apapun di lapangan. Kendati demikian, pihak pemborong tetap saja melakukan pekerjaannya meskipun sudah ditegur oleh Satpol PP sebelumnya.
Kamis  11 Maret 2010, dilakukan penyegelan gereja dan dihentikan kegiatan pembangunan. Pada saat itu terjadi pertengkaran antara Pihak GKI, Satpol PP dan FORKAMI. Pihak gereja pun menggunakan jasa preman dari kelompok etnis tertentu dengan menggunakan celurit.
Baru dipasang satu minggu tiba-tiba segel hilang, dicopot pihak gereja. Warga kembali menanyakan langsung ke pihak Pemkot. Lalu Pemkot menegaskan, tidak ada perintah langsung baik dari jajaran pemkot maupun Kasat Pol PP untuk mencabut plang segel. Dua hari kemudian, pihak Satpol PP kembali memasang segel kembali, dan masyarakat mulai percaya lagi dengan  kerja Pemkot/Satpol PP.
Masyarakat dan perwakilan FORKAMI bertemu dengan Kesbang, Satpol PP dan Tapem. Intinya meminta kepastian pembatalan rekomendasi sehubungan dengan pembatalan IMB gereja dan pembongkaran bangunan  yang ada di lokasi.
Pada 10 April 2010, lagi-lagi, pihak Gereja membuang segel yang telah dipasang oleh Satpol PP. Karena ketika penyegelan 11 Maret 2010, pintunya belum digembok, sehingga pihak gereja memasukkan meja dan kursi yang akan digunakan untuk misa di hari minggunya. Tak kenal lelah, Forkami mendatangi Kasat Pol PP dan minta disegel ulang dan digembok.  Satpol PP memenuhi permintaan warga. Tapi ironis, Kasat Pol PP Bambang Budianto, Sesdakot Bambang Gunawan, dan Ir Alan T dilaporkan oleh Thomas Wadudara (Ketua Panitia Pembangunan Gereja GKI) ke Polresta dengan Pasal 175 KUHP yaitu menghalang-halangi beribadah.
Sikapnya yang keras kepala, jemaat GKI tetap mengadakan misa di depan gereja. Hari minggu berikutnya jemaat gereja GKI kembali melakukan misa di bahu jalan atau trotoar, depan gereja GKI Taman Yasmin dan dilakukan setiap dua minggu sekali.
Warga Curug Mekar Ahmad Iman diperiksa terkait dengan pengrusakan Bedeng dan pagar di lokasi gereja dan dijadikan tersangka pasal 170 KUHP. Forkami bersama Tim Pengacara Muslim (TPM) sempat ke Komnas HAM untuk mengklarifikasi nama  Jayadi Damanik yang mengaku staff ahli Komnas HAM. Forkami juga mendatangi dan mengirim surat Permohonan keadilan terkait PK yang diajukan oleh Pemkot Bogor, agar PK ditangguhkan terlebih dahulu karena terjadi indikasi kejahatan yaitu pemalsuan surat.
Kesalahpahaman terjadi, Satpol PP malah melepas segel gereja GKI Yasmin. Warga kembali meminta Walikota, Sesdakot, Astapraja, Kapolresta untuk segera memerintahkan Kasat Pol PP untuk memasang kembali segel tersebut. Keesokan harinya, pukul 22.35 WIB, Pol PP dikawal Satuan Polisi memasang kembali Segel di lokasi GKI Taman Yasmin.
Meski sudah dipasang plang segel, jemaat gereja masih tetap melakukan misa minggu pagi di trotoar. Pihak gereja begitu percaya diri ketika rombongan dari Jakarta yang dipimpin oleh Bondan Gunawan (oknum NU, teman dekat Gus Dur) dan eva savitri (anggota DPR PDIP) membongkar segel dengan paksa tanpa ijin dari Satpol PP ataupun Pemkot.
Perjuangan belum usai, warga kembali mendesak Pemkot memasang kembali segel. Pukul 18.00 WIB, Pol PP dengan dikawal oleh anggota Polisi pun memenuhi warga untuk memasang segel untuk ke sekian kalinya.
Di Hari Natal (25 Desember 2010), pihak jemaat gereja GKI memaksa mengadakan Misa di depan lokasi akan dibangunnya Gereja GKI Yasmin  dengan mendirikan tenda. Misa mendapat pengawalan ketat polisi, sementara  ratusan warga berupaya menghalau. Bukti, Muspida tetap saja membiarkan mereka misa di tempat itu.
Esoknya, sejak Subuh, aparat kepolisian dan Brimob serta satpol PP mensterilkan lokasi tersebut karena Jemaat GKI tetap memaksa akan melakukan misa minggu pagi seperti yang biasa mereka lakukan di setiap Minggu pagi. Ratusan warga berkumpul untuk meyakinkan bahwa tidak akan digunakan untuk Misa lagi. Tetapi jemaat gereja tidak bosan-bosannya melanggar perda dan instruksi Gubernur Jawa Barat, yaitu beribadat di pinggir jalan/trotoar.
Kesabaran dan keistiqamahan warga Muslim Curug Mekar terus diuji. Tak kenal lelah, mereka melayani arogansi para aktivis gereja yang terus melanggar aturan pemerintah. Semoga Allah melipatgandakan kesabaran dan kekuatan kepada para mujahid pembela Islam yang tak pernah lelah. Semoga Tuhan membukakan hidayah kepada para oknum Gereja Yasmin yang hobi melanggar aturan. Mungkin mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. [Desastian]