Abdul Razak Al-Janko Gugat Pemerintahan Obama

Untuk pertama kalinya seorang mantan tawanan AS di kamp penjara Guantanamo mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintahan Presiden Barack Obama atas penderitaan yang disebutnya sebagai "mimpi buruk Kafkaesque".
Dalam gugatan setebal 44 halaman, warga negara Suriah yang kini menetap di Eropa, Abdul Razak Al-Janko mengungkapkan pengalaman hidupnya yang pahit sebagai tawanan. Pemuda berusia 32 tahun itu pernah menjadi tawanan Taliban di Afghanistan dan selama menjadi tawanan ia mengalami penyiksaan karena dituduh menjadi mata-mata Amerika dan Israel. Lalu ia ditangkap militer AS dan menjadi tawanan di kamp penjara AS di Guantanamo.
Dalam gugatan hukumnya, Al-Janko juga menceritakan bagaimana tentara-tentara AS mengencinginya ketika ia baru saja tiba di kamp Guantanamo pada bulan Mei 2002. Selama di kamp tersebut, Al-Janko juga dijebloskan ke sel isolasi, dilarang tidur dan dipukuli oleh pasukan reaksi cepat militer AS. Penyiksaan-peryiksaan itu membuatnya pernah 17 kali melakukan upaya bunuh diri karena merasa putus asa.
Atas gugatan Al-Janko, pemerintahan Obama lewat juru bicara Departemen Kehakiman divisi keamanan nasional, Dean Boyd menyatakan bahwa pihaknya akan mengkaji gugatan tersebut dan akan memberikan respon di pengadilan.
Sebelumnya pengadilan federal AS menolak gugatan hukum terhadap George W. Bush (mantan presiden AS) yang diajukan empat mantan tawanan kamp Guantanamo yang dibebaskan atas kesepakatan diplomatik antara AS dan pemerintah Inggris. Dalam kasus yang disebut "Rasul versus Bush" itu keempat mantan tawanan kamp Guantanamo menuntut ganti rugi pada Bush yang telah menjebloskan mereka ke penjara Guantanamo-kamp penjara yang dibuat AS untuk menahan orang-orang yang dicurigai dan dituduh sebagai teroris.
Al-Janko dibebaskan oleh hakim Richard J, Leon setelah ia mengajukan petisi bahwa dirinya telah menjadi korban salah tangkap. Sesuai ketetapan Mahkamah Agung AS tahun 2008, para tawanan kamp Guantanamo yang merasa menjadi korban salah tangkap aparat AS, bisa mengajukan petisi.
Hakim Leon dalam putusannya pada bulan Juni 2009 menyatakan bahwa penahanan terhadap dirinya "bertentangan dengan akal sehat" karena Al-Janko justru pernah ditahan dan disiksa oleh Taliban atau Al-Qaida 18 bulan sebelum ia ditangkap oleh pasukan AS di Afghanistan. Empat bulan setelah putusan itu, Al-Janko pun bisa menghirup udara bebas.
Setelah dibebaskan, Al-Janko menyusun gugatan hukum untuk menuntut ganti rugi atas biaya yang telah dikeluarkannya untuk perawatan luka fisik maupun psikologis yang dialaminya selama berada dalam tawanan AS. "Bekas luka dan bukti adanya penyiksaan fisik serta perlakuan sewenang-wenang seperti tidak berfungsinya beberapa organ tubuh dan kesulitan tidur masih saya rasakan," tulis Al-Janko. (ln/MH)
eramuslim.com