Kekacauan Ekonomi Sekarang Tidak Lepas dari Resep Beracun IMF

Kehadiran  Direktur IMF yang disambut dengan ‘karpet merah’ dipertanyakan peneliti senior Core Indonesia. Menurutnya, kekecauan ekonomi Indonesia saat ini tidak lepas dari resep beracun IMF.
Selama ini Indonesia menerapkan berbagai resep keuangan yang ditawarkan lembaga moneter internasional IMF.  “Jadi, jika selama ini perekonomian negara ini rentan terdampak krisis, maka itu tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab IMF,” ungkap peneliti senior CORE Indonesia Muhammad Ishak, Rabu (2/8) kepada mediaumat.com.
Sebagai negara anggota, menurut Ishak, Indonesia wajib tunduk pada aturan yang dikeluarkan oleh IMF antara lain: bersedia diawasi oleh lembaga itu. Istilahnya Country surveillance. Oleh karena itu hingga saat ini IMF secara rutin melakukan monitoring dan memberikan nasehat kepada pemerintah Indonesia.
Jadi, meskipun saat ini Indonesia tidak punya utang ke IMF, lembaga keuangan internasional tetap memberikan advisnya. Kedatangan Direktur IMF, Christine Lagarde kemarin menurut Ishak memang untuk memberikan advis kepada pemerintah terkait strategi yang harus ditempuh untuk mengatasi kondisi perekonomian saat ini.
Selain memuji berbagai kebijakan yang selama ini ditempuh pemerintah seperti percepatan pembangunan infrastruktur, salah satu yang ditekankan oleh Direktur IMF adalah perlunya disiplin fiskal. Artinya belanja-belanja yang dianggap tidak produktif seperti pemberian subsidi harus dikurangi. Hal lainnya adalah pemerintah perlu mengurangi hambatan-hambatan bagi sektor swasta untuk berivestasi di negara ini.
“Ini sudah menjadi resep baku IMF kepada negara-negara anggotanya untuk terus mendorong liberalisasi ekonomi,” ungkap Ishak.
Pada saat krisis Asia termasuk Indonesia pada tahun 1997-1998, IMF masuk ke Indonesia dengan memberikan pinjaman yang disertai dengan syarat agar Indonesia bersedia bekerjasama dengan lembaga itu melakuan reformasi struktural di bidang ekonomi seperti: liberasasi moneter dan perbankan, desentralisasi fiskal, reformasi pajak, privatisasi BUMN, dan liberalisasi perdagangan luar negeri.
Ada banyak UU yang diarsiteki oleh lembaga ini antara lain: Undang-Undang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU Perbankan, UU Bank Indonesia dan UU Perpajakan. “Semua ini aturan tersebut hingga kini masih dijadikan sebagai pedomoan bagi pemerintah,” pungkas Ishak.[] Joko Prasetyo
[htipress/www.globalmuslim.web.id]