Jangan Lupakan Value of Prosperity Dalam Bisnis Kita

Recent Post

Erik H Sitepu
Koordinator Komunitas Pengusaha
Rindu Syariah  Riau

Rahasi-Sukses-Blog-dan-Bisnis-Online1.jpg (197×163)Banyak  sekali  pengusaha  yang  mengaku sebagai  pengusaha  Muslim.  Tetapi  ketika gagal dalam bisnisnya, mereka menjustifikasi kegagalan itu dengan alasan bahwa dunia ini hanya hiasan semata, dunia hanya sementara, uang tidak dibawa mati, dan alasan lainnya. Sehingga masjid menjadi sekadar tempat “persembunyian” mereka ketika mereka gagal memenuhi value of prosperity (Al Qimah Al Madiyyah). Bahkan secara masif telah terjadi pemahaman yang keliru tentang uang dan harta.
Pemahaman seperti ini terjadi karena kebanyakan ma’lumat  tsabiqoh  (informasi  sebelumnya,  salah  satu unsur  proses  berpikir)  yang  diterima  sejak  kita  kecil bersifat negatif, seperti uang merusak persahabatan dan persaudaraan, uang itu kotor, orang kaya itu sombong, dan  kata-kata  yang  paling  favorit  :  uang  adalah  akar masalah. Dengan kondisi pemahaman seperti ini, wajar saja,  banyak  di  antara  saudara  kita  kaum  Muslimin “mengesampingkan” value  of  prosperity ini, dan hanya nyaman  ketika  mereka  bersentuhan  dengan  nilai kemanusiaan (Al Qimah Al  Insaniyyah), nilai etik (Al Qimah Al Akhlaqiyyah), dan terutama nilai spiritual (Al Qimah Al Ruhiyyah).
Padahal jika kita menganalisa hukum syara' yang memerintah kita melakukan perbuatan tertentu, kita akan menemukan  bahwa  kita  harus  seimbang  dalam mengusahakan  keempat  nilai-nilai  di  atas.  Islam  tidak mengajarkan kita fokus hanya pada nilai ruhiyyah dan melupakan nilai-nilai yang lain, demikian juga sebaliknya. Masalahnya bukan kita tidak boleh fokus ke nilai ruhiyyah, tetapi kita juga harus ingat ada nilai-nilai yang lain yang juga harus kita usahakan dalam hidup kita, termasuk value of prosperity (Al Qimah Al Madiyyah).
Value  of  prosperity  adalah  sesuatu  yang  kita usahakan berhubungan dengan materi, misalnya uang, tabungan, rumah, kendaraan, dan hal yang berbentuk benda/materi.  Allah  telah  memerintahkan  kita  untuk memenuhi  value  of  prosperity.  Sebagai  contoh,  ketika Allah  memerintahkan  jual  beli,  bekerja,  ataupun membentuk syirkah (kerja sama usaha, seperti syirkah mudharabah, syirkah abdan, dll) adalah untuk merealisasikan value of prosperity. Al Qimah Al Madiyyah ini erat kaitannya dengan ketiga nilai yang lain. Misalnya dengan uang, kita bisa pergi haji, membayar zakat, bersedekah, membantu orang yang dalam kesusahan, memberikan pendidikan yang baik kepada anak kita, dan banyak amal shalih lain yang bisa kita lakukan dengan uang.
Jika uang beredar di tangan orang orang yang shalih maka  tidak  mungkin  mereka  membuat  bisnis  yang melanggar syara seperti judi on  line, bisnis esek-esek, dugem, dan aktivitas bisnis lainnya yang dimurkai oleh Allah. Uang dimanfatkan di jalan Allah. Mari kita flash back ke 1.400 tahun yang lalu, ketika dakwah Rasul didukung oleh para pengusaha seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Abdurrahman bin Auf, banyak yang sudah mereka lakukan dengan harta mereka untuk tegaknya Islam di muka bumi ini. Para sahabat Rasul yang juga pengusaha ini telah menorehkan  tinta  emas  dalam  sejarah  kegemilangan Islam.
Now, the big question… apakah kita hanya fokus ke value of prosperity saja? The answer is absolutely NO. Nilai-nilai yang lain juga harus seimbang, jadi ibaratnya roda harus bulat dan seimbang sehingga hidup kita menjadi lebih sempurna. Sekarang, no but, no if, no reason, keempat nilai tersebut harus seimbang sesuai dengan tuntunan syara',  termasuk  kita  harus  mengusahakan  value  of prosperity  (Al  Qimah  Al  Madiyyah)  yang  selama  ini termarginalkan karena pemahaman yang salah.
Mari wujudkan bisnis yang penuh 'berkat' (profit yang tumbuh dan sinambung) dan berkah (penuh dengan keberkahan).[]