Dalam pertemuan tersebut Rosita mengaku selama 20 bulan di penjara tidak ada satupun petugas dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Abu Dhabi yang menjenguknya. Bahkan, dalam sembilan kali persidangan, ia hanya didampingi pengacara dari KBRI Abu Dhabi sebanyak empat kali.
"Saya dipaksa mengaku bahwa saya yang membunuh Lilis, teman TKW yang bekerja pada majikan yang sama. Padahal saya tahu yang membunuh adalah anak majikan saya. Saya digelandang polisi tanpa didampingi siapapun," ujarnya.
Sampai di kantor polisi, kata Rosita, ia selama lima hari sering mendapat penyiksaan, seperti dipukul menggunakan rotan dan dipaksa mengaku jika ia yang membunuh temannya."Saya tetap pada pendirian saya tidak mengaku bahka dalam sembilan kali persidangan," ucapnya.
Dalam persidangan pertama hingga ketiga Rosita tidak didampingi pengacara. Ia tidak tahu apakah KBRI di Abu Dhabi mengetahui atau tidak. "Namun, yang pasti setiap kali ada kesempatan untuk menelpon keluarga saya selalu ceritakan. Saya meminta bantuan kepada keluarga agar memberitahu di Kemenlu," ujarnya.
Rosita mengatakan baru setelah persidangan keempat hingga ketujuh, di dampigi pengacara namun juga tidak terlalu aktif membelanya. "Ada kesan pihak KBRI mengiyakan tuduhan yang dialamtkan kepada saya. Hingga akhirnya putusan, saya tetap pada pendirian dan tanpa didampingi pengacara dari KBRI saya dibebaskan dan diberi tiket untuk pulang oleh sipir penjara disana," katanya.
Sementara itu, setelah mendengar cerita Rosita, Bupati Karawang, Ade Swara mengakui kinerja Pemkab Karawang untuk mengatasi persoalan TKW masih belum optimal. "Permasalahan ini sangat pelik, terlebih para kepala desa pun seringkali tidak mengetahui ada warganya yang bekerja ke luar negeri. Hal ini tentu menjadi tugas besar bagi kami,” katanya.
Lebih lanjut Ade mnuturkan sempat menelepon Direktur Perlindungan Tenaga Kerja di Konsulat Jenderal Indonesia di Arab Saudi pun mengutarakan kekesalan dan kekecewaannya.[ach/PR] RIMANEWS
Post a Comment