Ribuan Muslim Srilanka Masih Jadi Pengungsi

Muslim Srilanka yang terusir akibat perang di era tahun 1990-an akhirnya mendapatkan kesempatan untuk kembali ke kampung halamannya, setelah pemerintah Srilanka menyatakan akan memberikan jaminan keamanan dan mempermudah proses kepulangan mereka.
Kelompok Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) mengusir seluruh warga Muslim yang mendiami wilayah utara Srilanka pada masa pemberontakan LTTE yang menuntut perluasan otonomi daerah di era tahun 1990-an. Kelompok pemberontak itu menuding warga Muslim berkolaborasi dengan agen-agen intelijen pemerintah, akibatnya sekitar 70.000 Muslim meninggalkan wilayah utara dan menjadi pengungsi.
Ismail Ahmed, 61, salah seorang warga muslim masih ingat bagaimana ia dan keluarganya harus meninggalkan rumah tanpa membawa perbekalan apapun. Lewat pengeras suara, anggota kelompok pemberontak LTTE memerintahkan warga muslim di distrik Jaffna, tempat Ismail dan keluarganya tinggal, untuk segera pergi. Jaffna adalah salah satu basis pemberontak LTTE di provinsi utara Srilanka.
"Kami tidak punya waktu untuk berkemas, karena kami harus meninggalkan wilayah itu dalam waktu kurang dari 24 jam. Saya membawa isteri dan dua puteri saya yang waktu itu masih berusia 12 dan 10 tahun untuk mengungsi," ungkap Ahmed yang mengungsi ke Pulau Mannar.
"Sudah hampir 20 tahun saya hidup sebagai pengungsi. Saya ingin kembali ke rumah saya," tukas Ahmed.
Pemerintah Srilanka mulai memberikan perhatian pada warga Muslim yang terusir akibat pemberontakan LTTE pada bulan Agustus 2009 dengan memulangkan lebih dari 300.000 pengungsi yang berada di kamp pengungsi Menik Farm, salah satu kamp pengungsi terbesar di Srilanka. Proses pemulangan dilakukan secara bertahap, setelah pemerintah Srilanka berhasil memberangus kelompok LTTE.
Menurut pemerintah Srilanka, sejak proses pemulangan dilakukan, pengungsi Muslim yang sudah kembali ke daerah asalnya masing-masing mencapai 8.000-10.000 orang.
Rashid Bathiudeen, salah seorang menteri senior pemerintah Srilanka mengatakan, pemerintah mengerahkan segala upaya untuk memulangkan para pengungsi muslim dan tidak menetapkan batas waktu proses pemulangan.
"Pemulangan warga Muslim yang selama ini menjadi pengungsi, merupakan persoalan mendesak dan menjadi prioritas kami," kata Bathiudeen.
Seorang pejabat militer bidang administrasi yang tidak mau disebut namanya menambahkan, "Kami sudah berhasil memulangkan para pengungsi yang menjadi korban perang, antara tahun 2008-2009. Jadi, sekarang kami memfokuskan perhatian pada pemulangan warga muslim yang sudah 20 tahun menjadi pengungsi."
Sekitar 80 persen pengungsi Muslim saat ini tinggal di kawasan Puttalam, sebuah kota kecil di barat laut pesisir pantai Srilanka. Komunitas pengungsi muslim lainnya, tersebar ke seluruh wilayah Srilanka.
Namun, seorang pengungsi Muslim di Puttalam, Baiz Lebbe menilai pemerintah lamban dalam mengurus proses pemulangan pengungsi. "Perang sudah berakhir dan LTTE sudah tidak ada lagi. Saya tidak tahu, kenapa kami masih belum juga bisa pulang ke kampung halaman kami. Pemerintah tidak menyediakan fasilitas yang cukup untuk memulangkan para pengungsi Muslim," keluh Lebbe. (ln/MV/IRIN)