Mengapa Demokrasi Tidak Akan Populer di Dunia Arab

Niall Ferguson Niall Ferguson
Hari ini dunia sedang mengamati dunia Arab - dari Maroko hingga Yaman - sambil meraba-raba jalan menuju perubahan… seperti apakah itu? Dua orang tiran telah digulingkan dan yang ketiga sedang tertatih-tatih di tepi jurang. Pemerintahan Feodal Monarki pasca era penjajahan dan diktator militer sedang runtuh. Tapi hanya seorang optimis yang kecanduan taruhan Prozac yang akan bertaruh pada munculnya apa pun yang menyerupai gaya demokrasi Barat dari pergolakan revolusioner yang terjadi saat ini.
Dimanapun demokrasi telah diterapkan di dunia Arab, sejauh ini hasilnya suram. Bahkan intervensi militer skala penuh oleh Amerika Serikat, yang didukung dengan uang miliaran dolar pun selama hampir delapan tahun, hanya dapat menciptakan pemerintah terpilih yang paling rapuh di Irak. Di tempat lain, pemilihan umum malah telah meningkat kekuatan organisasi-organisasi Islam seperti Hamas dan Hizbullah daripada membuatnya lemah. Mengapa hanya Afrika Utara dan Timur Tengah yang tertinggal jauh di belakang dibandingkan bagian lain di dunia dalam membuat masa transisi menuju demokrasi? Sebagian besar wilayah Asia (Cina adalah pengecualian besar) telah melakukannya. Demikian juga sebagian besar negara-negara Amerika Latin.
Jawaban yang mungkin tergesa-gesa untuk pertanyaan itu adalah “Islam”. Tapi jawaban ini tidak akan cukup. Dunia Muslim tidak selalu menjauhi Barat. Bukan hanya semangat keagamaan yang memungkinkan para penerus Nabi Muhammad untuk mendirikan sebuah Kekhalifahan yang, pada pertengahan abad kedelapan, membentang dari Spanyol, tepat di seberang Afrika Utara, hingga ke jantung Saudi Arab , lalu ke utara di Kaukasus, kemudian ke arah timur melintasi Persia dan ke Afghanistan - dari Toledo hingga ke Kabul.
Para Khalifah Abbasiyah merupakan ujung tombak ilmu pengetahuan. Di Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) yang didirikan di Baghdad pada abad kesembilan, teks-teks Yunani karangan Aristoteles dan para penulis lain diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Kekhalifahan ini juga menghasilkan apa yang sebagian orang anggap sebagai rumah sakit yang benar yang pertama , seperti halnya Bimaristan yang didirikan di Damaskus oleh Khalifah Abdul al-Waleed bin Malek tahun 707, yang dirancang untuk menyembuhkan para pasien bukan sekedar rumah bagi orang-orang yang sakit.
Itu juga rumah yang oleh sebagian orang anggap sebagai lembaga pendidikan pendidikan tinggi sejati yang pertama, Universitas Al-Karaouine, yang didirikan di Fez pada tahun 859. Dengan berlandaskan pengetahuan Yunani dan terutama India, matematikawan Muslim menjadikan Aljabar (dari bahasa Arab al-Jabr, yang berarti “pemulihan/restorasi”) sebagai suatu disiplin ilmu yang berbeda dari aritmatika dan geometri. Ilmuwan eksperimental sejati yang pertama adalah seorang Muslim: Abu al-Hasan Ali ibn ibn al-Hasan al-Haytham (965-c.1039), yang karyanya terdiri dari tujuh jilid Kitab Optik yang telah menjungkirbalikkan sejumlah kesalahpahaman kuno, terutama gagasan bahwa kita dapat melihat benda karena mata kita memancarkan cahaya.
Hutang Barat kepada dunia Muslim abad pertengahan, baik atas ilmu pengetahuan klasik dan generasi pengetahuan baru dalam kartografi, kedokteran dan filsafat maupun matematika dan optik. Selain itu, kaum Muslim berhasil membangun salah satu emperium yang paling mengesankan dari semua emperium dunia: Emperium Ottoman.
Emperium Ottoman yang adalah sebuah dinasti Anatolia yang didirikan di atas reruntuhan Emperium Bizantium  merupakan pembawa standar Islam setelah penaklukan mereka atas Konstantinopel pada tahun 1453. Emperium mereka menyebarkan Islam ke wilayah Kristen hingga sekarang - tidak hanya Bizantium kuno di kedua sisi selat Laut Hitam, tetapi juga Bulgaria, Serbia dan Hongaria. Setelah memperluas pemerintahan Ottoman dari Baghdad hingga Basra, dari Van di Kaukasus hingga Aden di mulut Laut Merah, dan sepanjang Pantai Barbary dari Aljazair hingga Tripoli, Suleiman the Magnificent (1520-1566) secara sah bisa mengklaim: “Saya Sultan Sultan …  adalah bayangan Allah di atas bumi. ”
Jadi - dengan mengajukan pertanyaan terkenal oleh sejarawan Bernard Lewis - apa yang salah? Yah, mungkin pertanyaan sesungguhnya adalah apa yang  benar bagi kerajaan-kerajaan kecil yang saling berperang di Eropa Barat. Entah bagaimana, mereka menghasilkan sebuah peradaban yang mampu mengalahkan semua Emperium Oriental besar, belum lagi dengan menaklukkan Afrika, Amerika dan Australasia.
Pada tahun 1500 kekuasaan emperium  masa depan Eropa telah menyumbang sekitar 10 persen dan hampir 16 persen penduduknya dari populasi dunia ketika itu. Menjelang tahun 1913, 11 emperium Barat mengkontgrol hampir tiga-perlima semua wilayah dan penduduk dan lebih dari tiga-perempat output ekonomi global. Emperium Ottoman pada saat itu menjadi bayangan pucat dirinya sendiri dari sebelumnya. Pada akhir Perang Dunia Pertama Emperium itu telah runtuh.
Dalam Civilization (Peradaban), seri baru Channel 4 dan buku saya, saya berpendapat bahwa apa yang membedakan Barat dari yang lainnya -  dari sumber-sumber utama kekuatan global -  adalah enam gagasan besar: persaingan, ilmu, hak milik, obat-obatan; masyarakat konsumen, dan etos kerja . Untuk menggunakan bahasa komputer dunia saat ini,  dunia yang tersinkronisir, hal itu merupakan enam aplikasi pembunuh -  yang, bila digabungkan, dapat menjadikan minoritas umat manusia, yang berasal di tepi barat Eurasia, untuk mendominasi dunia untuk lebih baik selama 500 tahun.
Dunia Islam setidaknya tidak mampu men-‘download’ beberapa dari aplikasi-aplikasi itu. Pergilah ke Istanbul pada hari ini dan Anda akan menemukan suatu ekonomi yang sangat dinamis dan kompetitif. Pergilah ke Teheran dan sebenarnya Anda akan bertemu -, mungkin juga tidak - dengan para ilmuwan yang mampu memperkaya uranium. Pergilah ke Dubai dan Anda akan melihat rumah yang penuh karya seni dan pusat-pusat perbelanjaan yang berkilauan. Tapi aplikasi pembunuh ke tiga dan ke enam - hak milik dan etos kerja - lebih atau kurang terlihat. Pengangguran dan pengangguran terselubung yang sangat tinggi di sebagian besar dunia Muslim. Dan ada beberapa tempat di mana lebih sulit untuk menetapkan status hukum yang aman pada milik pribadi, atau untuk memulai bisnis baru, dari pada di Mesir.
Kelemahan hak milik adalah bagian dari alasan kinerja ekonomi yang buruk di negara-negara Arab. Tetapi juga merupakan penyebab utama kegagalan demokrasi. Hal itu karena demokrasi cenderung hanya dapat berjalan di masyarakat yang telah meletakkan dasar-dasar yang tepat: suatu properti substansial -yang memiliki masyarakat kelas menengah dan masyarakat madani yang berkembang dengan baik dan berkumpul dengan bebas, partai-partai politik yang bebas dan pers yang bebas.
Masalah di dunia Arab tidak hanya karena umat Islam tinggal di sana. Masalahnya adalah bahwa di mana Barat memimpin, Timur Tengah - sejauh ini - gagal untuk mengikutinya. (thisislondon.co.uk, 1/3/2011)