Iran Pergunakan "Prajurit Anak-Anak" Lawan Unjuk Rasa

TEHERAN – Para aktivis pembela hak asasi manusia memperingatkan bahwa rezim di Iran menggunakan "prajurit anak-anak" untuk melawan unjuk rasa menentang pemerintah. Peringatan itu memunculkan kekhawatiran bahwa hukum internasional yang melarang penggunaan prajurit di bawah umur telah dilanggar di Iran.
Konvensi PBB mengenai hak anak-anak mengharuskan semua negara mengambil langkah yang mungkin dilakukan untuk memastikan bahwa semua orang yang masih belum menginjak usia 15 tahun tidak terlibat langsung dalam pertempuran.
Akan tetapi, International Campaign for Human Rights di Iran mengatakan bahwa ada pasukan yang rentang usianya 14 hingga 16 tahun yang dipersenjatai dengan tongkat pemukul, senapan angin yang diperintahkan untuk menyerang para demonstran yang coba berkumpul di Teheran, demikian dilaporkan Guardian.
Mereka juga memperingatkan bahwa para remaja yang agaknya direkrut dari kawasan pedesaaan tersebut dikerahkan tiap kali ada kerusuhan.
Seorang wanita paruh baya yang mengklaim diserang para remaja tersebut mengatakan bahwa para penyerangnya bahkan ada yang masih berusia 12 tahun dan berbicara dengan aksen desa. Ia juga mengklaim mendengar dari yang lainnya bahwa mereka ditarik dengan cara yang serupa.
Surat kabar tersebut mengutip keterangan Hadi Ghaemi, direktur eksekutif organisasi tersebut, yang mengatakan, "Hal itu jelas merupakan pelanggaran hukum internasional, tak ada bedanya dengan prajurit anak-anak yang menjadi kebiasaan di berbagai zona konflik. Anak-anak itu direkrut, dijadikan bagian dari konflik dan dipersenjatai."
Tuduhan tersebut muncul di tengah upaya kelompok oposisi, Gerakan Hijau, untuk membangkitkan kembali unjuk rasa massal menentang terpilih kembalinya Presiden Mahmoud Ahmadinejad pada tahun 2009 yang diklaim penuh kecurangan.
Mengambil semangat dari kerusuhan di Mesir dan Tunisia, para penyelenggara demo berjanji menggelar unjuk rasa setiap hari Selasa.
Para pengunjuk rasa yang berkumpul pada 1 Maret dan seminggu kemudian dihadapkan pada selimut keamanan, yang disebut para aktivis merupakan taktik yang dipergunakan untuk menggagalkan unjuk rasa setelah pemilihan umum saat pasukan garis keras Iran, Milisi Basij, mengerahkan detasemen pemuda dalam jumlah lebih kecil.
Selasa lalu, pasukan muda berbaris di sepanjang Jalan Valiasr, jalan utama di Iran bagian tengah, dan mengancam para pejalan kaki.
Para pengunjuk rasa yang meneriakkan slogan-slogan antipemerintahan diserang. Menurut kabar, ada sejumlah orang yang ditangkap.
"Mereka suka melakukan kekerasan. Pemuda remaja memang begitu," kata Ghaemi.
"Mereka dimanfaatkan untuk memastikan bahwa jumlah pasukan pemerintah mengimbangi pengunjuk rasa. Selain itu, rata-rata polisi di Teheran bisa saja punya hubungan keluarga dengan orang-orang yang harus mereka pukuli. Ini adalah sebuah taktik klasik untuk mendatangkan orang luar karena mereka sama sekali tidak bersimpati pada penduduk kota," tambahnya.
Hal itu sejalan dengan kekhawatiran mengenai keberadaan para pemimpin Gerakan Hijau, Mir Hossein Moussavi dan Mehdi Karroubi.
Keduanya agaknya dikenakan status tahanan rumah bulan lalu dan kabarnya kemudian dipindahkan ke penjara, namun pemerintah membantah hal tersebut. (dn/nk/gd) www.suaramedia.com