Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengungkapkan, dari hasil survei sebenarnya bisa disimpulkan bahwa terdapat gejala kesenjangan hubungan antara anggota DPR dan konstituennya.

Survei dilakukan Formappi pada 13 Januari hingga 7 Februari 2011. Jumlah responden sebanyak 564. Populasinya terdiri atas kelompok ekonomi menengah ke atas yang diwakili responden di Kecamatan Pasar Minggu dan Tebet di Jakarta Selatan serta kelompok menengah ke bawah yang diwakili responden di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Dari pertanyaan tentang dukungan terhadap partai politik serta ingatan terhadap wakil rakyat dan keterwakilan di DPR, 71 persen tidak mendukung parpol tertentu. Sebanyak 14 persen dari responden yang mendukung parpol tertentu menyebutkan nama parpol yang didukung secara terbuka. Sebanyak 72 persen responden tak ingat siapa wakilnya. ”Yang membuat miris adalah 93 persen responden merasa tidak terwakili oleh DPR saat ini,” kata Sebastian.
Adapun jumlah responden yang tidak ingat wakilnya dan tidak merasa terwakili oleh DPR sebanyak 96 persen. Sementara ada 86 responden yang ingat siapa wakilnya, tetapi juga merasa tidak terwakili oleh DPR. Jumlah responden yang ingat siapa wakilnya dan merasa terwakili hanya 14 persen.
Menurut Sebastian, anggota DPR memang harus mengubah perilakunya yang malas, sering jalan-jalan ke luar negeri, serta menuntut tunjangan dan membuat gedung baru untuk kantornya.
”Kalau tanpa perbaikan, bukan tak mungkin kalau kami survei lagi pada tahun depan, hasilnya lebih parah,” katanya.
Peneliti senior Formappi, Tommy Legowo, mengatakan, meski responden survei hanya berada di tiga kecamatan, yang ingin dicapai adalah gambaran soal kedekatan responden dengan wakilnya. Pemilihan tiga kecamatan di Jakarta ini karena faktor dekatnya jarak antara mereka dan tempat wakil rakyat bertugas, di Senayan.
”Kami tidak berpretensi responden survei ini mewakili keseluruhan rakyat Indonesia. Namun, kami mengambil masyarakat yang memang dekat dengan DPR dalam kesehariannya. Bayangkan saja apabila hasil survei ini dilakukan terhadap responden yang jaraknya terpencil dan jauh dari lokasi anggota DPR berkantor,” tutur Sebastian.
Menurut peneliti Formappi, Djadiono, dari 115 kunjungan kerja DPR selama tahun 2010, ternyata konstituen juga tidak mendapatkan manfaat kunjungan tersebut.
”DPR hanya mengunjungi pejabat setempat, tidak sampai
Kompas -
Post a Comment