Dialog Nasional Soal Ahmadiyah: JAI Pembual, Anti Dialog


Jakarta (voa-islam) – Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang selama ini selalu menginginkan dialog, ternyata cuma isapan jempol saja. Terbukti, hari ini, Selasa (22/3), pihak Pengurus Besar JAI tidak hadir dalam Dialog Nasional dan Dengar Pendapat tentang Penanganan Permasalahan Ahmadiyah di Indonesia yang difasilitasi oleh Kementerian Agama (Kemenag) di kantor Kemenag, Jakarta.
Dalam Dialog dan Dengar Pendapat yang digelar selama lima hari tersebut, mengundang berbegai elemen dari kelompok anti Ahmadiyah dan pro Ahmadiyah. Dari kelompok anti Ahmadiyah, mengundang MUI, NU, Muhammadiyah, FPI dan DDII.
Sedangkan dari kelompok pro Ahmadiyah atau kalangan Sepilis (sekuler, pluralisme dan liberalisme), mengundang Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI), Setara Institute, The Wahid Institute, Imparsial, Ma’arif Institute, CRCS UGM, Pusat Studi Qur’an (PSQ).
Menurut informasi, ketidakhadiran JAI dalam dialog tersebut, karena dalih keterlambatan surat dari pihak Kemenag. Kabar lain mengatakan, JAI merasa pertemuan itu tidak netral, karena Menteri Agamanya dianggap anti Ahmadiyah. Pihak Pengurus Besar JAI ingin agar dialog berlangsung di kantor Menko Polhukam. Bahkan JAI meminta agar GAI memboikot dialog yang digelar Kemenag.
Menanggapi dialog yang difasilitasi oleh pihak Kemenag, Munarman dari perwakilan FPI mengatakan, sikap FPI jelas tidak anti dialog. Sementara ketidakhadiran JAI, semakin jelas, justru mereka yang anti dialog.
”Sikap FPI tidak berubah, tetap mematuhi hukum yang berlaku. Sementara JAI kerap melakukan pelanggaran terhadap SKB. Untuk menangani permasalahan Ahmadiyah, bolanya ada di tangan Presiden,” kata Munarman.
Lebih jauh Munarman menjelaskan, persoalan Ahmadiyah, sesungguhnya bukan persoalan kebebasan beragama, melainkan penodaan agama, dalam hal ini Islam. ”Saya tahu betul, persoalan Ahmadiyah telah dipolitisasi. Mereka yang pro Ahmadiyah hanya ingin menjadikan proyek atas nama HAM dan Demokrasi,” ungkap Munarman.
Jadwal Dialog
Sesuai jadwal yang direncanakan Kemenag, dialog tersebut digelar dalam beberapa hari. Hari pertama (22 Maret), dialog dibuka oleh Menteri Agama RI Suryadarma Ali. Seharusnya narasumber dialog hari ini menghadirkan PB JAI, namun hanya Pengurus Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) saja yang datang. Bagi FPI, GAI dan JAI sama-sama sesat menyesatkan. Pada Session kedua menghadirkan narsumber dari Setara Institute, The Wahid Institute, Imparsial, Ma’arif Institute, CRCS UGM, Pusat Studi Qur’an (PSQ).
Esoknya, Rabu (23 Maret 2011), Kemenag menghadirkan narasumber dari  MUI, NU, Muhammadiyah, FPI, dan DDII. Session II akan mendatangkan narasumber dari kalangan akademis, antara lain: Pror. Dr. Der. Siz Gumilar R. Somantri (UI), Dr. Al Makin (UIN Yogjakarta), Prof. Dr. Jimly Ashshiddieqy (UI), KH. Hasyim Muzadi (mantan Ketua PBNU).
Pekan depan (29 Maret 2011), session I akan menghadirkan Dr. Ir. Sudarsono (UI), Prof. Dr. Sarlito Wirawan S (UI), Dr. Mudzakir UII), Dr. Bachtiar Effendi (UIN Jakarta). Session II, menghadirkan narasumber KH. Pengadilan Daulay, Prof. Dr. Iskandar Zulkarnaen, Prof. Dr. M. Atho Mudzhar, dan Dr. Ghozali Said.
Yang menarik, Rabu (30 Maret 2011), Kemenag akan menghadirkan narasumber dari Bubernur/Wagub Banten, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan Yogjakarta. Session II, juga akan mendatangkan bupati Bogor, Walikota Makassar, Kemenlu, dan Komnas HAM.
Menurut Sekjen Kemenag Bahrun Hayat, usai dialog ini, tidak akan menghasilkan keputusan atau rekomendasi apa-apa. Pihak Kemenag hanya akan mendengar pendapat dari berbagai pihak, baik yang pro maupun anti Ahmadiyah. Desastian