Pada pargelaran Islamic Book Fair ke 10 yang diselenggarakan dari tanggal 4-11 Maret 2011, buku berjudul “Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara” mendapatkan nominasi buku terbaik non fiksi dari panitia penyelenggara. Buku karangan peneliti Yahudi, Artawijaya, ini dinilai mampu memberikan data-data baru seputar kiprah Yahudi dari zaman Hindia Belanda hingga Pasca Kemerdekaan RI.
Artawijaya mengetengahkan delapan bab dalam buku terbarunya ini. Pada bab pertama, penulis yang sempat mengenyam pendidikan di Pesantren PERSIS Bangil ini memberikan informasi seputar adanya Gerakan Kemasonan sebagai nama lain dari Freemasonry di Jawa. Tak hanya itu dalam buku terbitan Pustaka Al Kautsar tersebut dibeberkan sejumlah fakta penghinaan pers Freemasonry Hindia Belanda terhadap ajaran-ajaran Islam. Artawijaya merujuk pada sebuah tulisan Sansekerta yang berisi ajaran-ajaran Freemasonry seperti yang terangkum dalam buku Gedenkoek van De Vrijmetselaarij in Nederlanche Oost Indie 1767-1917.
Sebuah artikel berjudul “Pertjakapan Antara Marto dan Djojo” di harian Djawi Hisworo tertanggal 8 dan 11 Januari 1918 juga melakukan penghinaan besar terhadap Rasulullah SAW. Penghinaan itu memancing reaksi keras umat muslim. Sebulan setelah artikel itu publish, Syarikat Islam langsung mengadakan rapat besar di Surabaya untuk merespon segala bentuk penghinaan terhadap Rasulullah. Rapat itu kemudian berbuah kata sepakat untuk memproklamirkan satuan khusus yang kemudian diberi nama Tentara Kandjeng Rasoel.
Artawijaya juga mengisahkan tentang Pasukan Marsose saat bertugas di Aceh pada zaman penjajahan Belanda. Fakta terungkap bahwa diantara mereka ternyata banyak berdarah Yahudi. Pasukan Marsose atau juga dikenal Korpse Marechausee adalah pasukan kontra gerilyawan yang bertugas menghabisi para gerilyawan Aceh. Uniknya, diantara nama-nama negara seperti Polandia, Denmark, Perancis, terselip warga Ambon dan Jawa yang menjadi pengabdi di Korpse yang didirikan pada 20 April 1980 ini.
Komandan Marsose sendiri terkenal bengis dalam membantai Rakyat Aceh. Tampuk komandan ini diberikan kepada seorang Swiss bernama Hans Christoffel. Data kemudian mengatakan bahwa Pekuburan Peutjoet yang berada di Banda Aceh menjadi saksi terbunuhnya para serdadu dan budak Yahudi tersebut di tangan para pejuang Aceh. Namun, jejak menguatnya Yahudi di tubuh pasukan Marsose dan serdadu Belanda tidak berhenti saja di situ, fakta ini kemudian bisa dilihat pada tempat pemakaman Belanda di pedalaman Aceh lengkap dengan tugu obelisknya.
Ketika dihubungi eramuslim.com, Artawijaya mengatakan betapa pentingnya kesadaran bangsa ini untuk memahami sejarah.
“Buku ini adalah upaya untuk meluruskan sejarah bangsa ini, bahwa di balik gerak nasionalisme negeri ini ada peran yang cukup besar dari kelompok/jaringan Yahudi yang bernaung dalam kelompok Freemasonry (Vrijmetselarij). Peran itu nampak terlihat dari gagasan-gagasan para tokoh nasional pada masa lalu yang mengusung paham kebangsaan atau nasionalisme sekular. Fakta ini bisa dibuktikan kebenarannya dalam dokumen2 sejarah yang sampai hari ini bisa dilacak.” Tutur Artawijaya.
Artawijaya berahap buku “Jaringan Yahudi di Nusantara” ini juga dapat memacu umat Islam untuk lebih giat lagi memberikan perhatian atas bahaya laten Yahudi dan menangkal serbuannya.
“Dengan masuknya buku saya sebagai nominasi, ini menunjukkan bahwa fakta sejarah itu tak diabaikan dan kesadaran akan sejarah yang sesungguhnya mulai mendapat perhatian. Buku ini juga sebagai bagian dari upaya memberi pemahaman kepada umat Islam akan bahaya jaringan Yahudi internasional, yang sudah sejak lama memainkan perannya di negeri ini. Bahaya ini tak main-main, karena berada dalam lingkar elit kekuasaan, yang bisa melahirkan kebijakan-kebijakan pemerintahan dalam arti yang luas.” lanjut penulis kelahiran tahun 1979 di sela-sela aktifitasnya sebagai editor di Pustaka Al Kautsar.(pz)
Artawijaya mengetengahkan delapan bab dalam buku terbarunya ini. Pada bab pertama, penulis yang sempat mengenyam pendidikan di Pesantren PERSIS Bangil ini memberikan informasi seputar adanya Gerakan Kemasonan sebagai nama lain dari Freemasonry di Jawa. Tak hanya itu dalam buku terbitan Pustaka Al Kautsar tersebut dibeberkan sejumlah fakta penghinaan pers Freemasonry Hindia Belanda terhadap ajaran-ajaran Islam. Artawijaya merujuk pada sebuah tulisan Sansekerta yang berisi ajaran-ajaran Freemasonry seperti yang terangkum dalam buku Gedenkoek van De Vrijmetselaarij in Nederlanche Oost Indie 1767-1917.
Sebuah artikel berjudul “Pertjakapan Antara Marto dan Djojo” di harian Djawi Hisworo tertanggal 8 dan 11 Januari 1918 juga melakukan penghinaan besar terhadap Rasulullah SAW. Penghinaan itu memancing reaksi keras umat muslim. Sebulan setelah artikel itu publish, Syarikat Islam langsung mengadakan rapat besar di Surabaya untuk merespon segala bentuk penghinaan terhadap Rasulullah. Rapat itu kemudian berbuah kata sepakat untuk memproklamirkan satuan khusus yang kemudian diberi nama Tentara Kandjeng Rasoel.
Artawijaya juga mengisahkan tentang Pasukan Marsose saat bertugas di Aceh pada zaman penjajahan Belanda. Fakta terungkap bahwa diantara mereka ternyata banyak berdarah Yahudi. Pasukan Marsose atau juga dikenal Korpse Marechausee adalah pasukan kontra gerilyawan yang bertugas menghabisi para gerilyawan Aceh. Uniknya, diantara nama-nama negara seperti Polandia, Denmark, Perancis, terselip warga Ambon dan Jawa yang menjadi pengabdi di Korpse yang didirikan pada 20 April 1980 ini.
Komandan Marsose sendiri terkenal bengis dalam membantai Rakyat Aceh. Tampuk komandan ini diberikan kepada seorang Swiss bernama Hans Christoffel. Data kemudian mengatakan bahwa Pekuburan Peutjoet yang berada di Banda Aceh menjadi saksi terbunuhnya para serdadu dan budak Yahudi tersebut di tangan para pejuang Aceh. Namun, jejak menguatnya Yahudi di tubuh pasukan Marsose dan serdadu Belanda tidak berhenti saja di situ, fakta ini kemudian bisa dilihat pada tempat pemakaman Belanda di pedalaman Aceh lengkap dengan tugu obelisknya.
Ketika dihubungi eramuslim.com, Artawijaya mengatakan betapa pentingnya kesadaran bangsa ini untuk memahami sejarah.
“Buku ini adalah upaya untuk meluruskan sejarah bangsa ini, bahwa di balik gerak nasionalisme negeri ini ada peran yang cukup besar dari kelompok/jaringan Yahudi yang bernaung dalam kelompok Freemasonry (Vrijmetselarij). Peran itu nampak terlihat dari gagasan-gagasan para tokoh nasional pada masa lalu yang mengusung paham kebangsaan atau nasionalisme sekular. Fakta ini bisa dibuktikan kebenarannya dalam dokumen2 sejarah yang sampai hari ini bisa dilacak.” Tutur Artawijaya.
Artawijaya berahap buku “Jaringan Yahudi di Nusantara” ini juga dapat memacu umat Islam untuk lebih giat lagi memberikan perhatian atas bahaya laten Yahudi dan menangkal serbuannya.
“Dengan masuknya buku saya sebagai nominasi, ini menunjukkan bahwa fakta sejarah itu tak diabaikan dan kesadaran akan sejarah yang sesungguhnya mulai mendapat perhatian. Buku ini juga sebagai bagian dari upaya memberi pemahaman kepada umat Islam akan bahaya jaringan Yahudi internasional, yang sudah sejak lama memainkan perannya di negeri ini. Bahaya ini tak main-main, karena berada dalam lingkar elit kekuasaan, yang bisa melahirkan kebijakan-kebijakan pemerintahan dalam arti yang luas.” lanjut penulis kelahiran tahun 1979 di sela-sela aktifitasnya sebagai editor di Pustaka Al Kautsar.(pz)
Post a Comment