"AS Akan Hadapi Perang Vietnam Baru Jika Invasi Libya"


MEXICO CITY) – Pemimpin Venezuela Hugo Chavez memperingatkan Amerika Serikat. Chavez mengatakan, AS akan menghadapi "Perang Vietnam baru" jika turut campur dalam urusan dalam negeri Libya.
"Jika Amerika menginvasi Libya, mereka akan menghadapi (perang) Vietnam baru dan harga minyak akan melambung menjadi $200 per barel," kata Chavez di stasiun televisi nasional, Minggu (13/3).
AS kehilangan sekitar 60.000 prajurit dalam Perang Vietnam.
Chavez mengatakan, saat ini di Libya terjadi perang saudara. Ia menambahkan, tidak ada satu orang pun yang punya hak menginvasi sebuah negara yang berdaulat.
Nyawa ribuan orang warga Libya melayang sejak unjuk rasa antipemerintahan yang pertama pecah pada 15 Februari lalu. Para pengunjuk rasa mendesak diakhirinya kekuasaan Muammar Gaddafi yang telah memimpin selama 42 tahun.
Chavez mengulang seruannya yang pertama disampaikan 28 Februari lalu. Ia mendesak komunitas internasional melakukan mediasi untuk menyelesaikan krisis di Libya.
Jumat pekan lalu (11/3), Chavez memperingatkan AS dan NATO. Ia mengatakan bahwa AS dan sekutu-sekutunya di NATO sudah gila jika pergi berperang ke Libya untuk coba menggulingkan Muammar Gaddafi.
Chavez mengkritik Presiden Barack Obama karena memberikan dukungan kepada pemberontak Libya.
"Saat ini mereka tengah mempersiapkan perang, Yankee (Amerika) dan sekutu-sekutu mereka di NATO," kata Chavez dalam pidato yang ditayangkan televisi.
Chavez menekankan kembali peringatan dari Gaddafi bahwa intervensi militer asing di Libya akan mengakibatkan lebih banyak pembantaian.
"Jika Amerika melakukan upaya gila dan menginvasi Libya, maka akan terjadi Vietnam yang baru, sama seperti yang sudah dikaakan Gaddafi beberapa hari yang lalu," kata Chavez.
Presiden Venezuela tersebut mengajukan rencana pembentukan komisi kemanusian untuk dikirimkan ke Libya dan mengupayakan penyelesaian konflik secara damai.
Sikap Chavez didukung oleh negara-negara sekutu Libya lainnya di kawasan Amerika Latin, termasuk Kuba, Ekuador, dan Bolivia.
Tapi, sejumlah negara lain menolak gagasan mediasi Chavez. Para pemberontak di Libya juga tidak menampakkan kesediaan untuk bernegosiasi selama Gaddafi masih memimpin.
Pada hari Jumat, Obama mengatakan bahwa AS dan dunia "perlahan mempererat jerat tali" (di leher) Gaddafi.
Masih belum jelas apa langkah berikutnya yang akan diambil Obama, tapi sang presiden mengatakan bahwa dirinya mempertimbangkan seluruh pilihan yang ada, termasuk pilihan militer bersama rekan-rekan di NATO.
"Hari ini, saya melihat Obama, sang pemenang Nobel Perdamaian, mengatakan bahwa ia khawatir dengan harga minyak," kata Chavez.
Chavez mencurigai AS melakukan manuver untuk mengambil alih minyak Libya. Chavez yakin kejadian di Libya telah diputarbalikkan untuk menciptakan konflik. Ia menyamakannya dengan situasi di Venezuela pada tahun 2002, saat ia selamat dari upaya kudeta.
"Saat putus asa, kekaisaran Amerika akan terus mengancam negara-negara yang berjuang mempertahankan martabat mereka dan berkonspirasi menentang negara-negara tersebut," kata Chavez. (dn/nk/cp) www.suaramedia.com