Amerika dan Barat Bagi-bagi Kepentingan di Libya

JAKARTA,  - Dewan Keamanan PBB Kamis (24/3) kembali menggelar pertemuan membahas kondisi terbaru di Libya, di saat negera Afrika Utara kaya minyak itu dihujani roket pasukan NATO, AS dan loyalis Gaddafi.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menyatakan akan mengkaji ulang penerapan resolusi Dewan Keamanan PBB No.1973, seraya menegaskan tanggungjawab berat membela rakyat Libya.
Beberapa jam setalah Dewan Keamanan PBB meratifikasi resolusi larangan terbang bagi rezim Gaddafi, Libya menjadi sasaran serangan militer NATO dan AS. Dilaporkan serangan t
ersebut menewaskan dan menciderai ratusan warga sipil.
Negara-negara Barat yang berlindung di balik resolusi DK PBB mengklaim bahwa serangan tersebut bertujuan untuk menekan rezim Gaddafi yang terus-menerus membantai revolusioner Libya. Namun invasi militer Barat tersebut punya motif lain untuk mengeruk emas hitam negara itu.
Kini negara-negara Barat berselisih pandangan mengenai penerapan resolusi Dewan Keamanan PBB no.1973. Bahkan, sebagian menyatakan tidak berniat menumbangkan rezim Gaddafi. Michael Mullen, Kepala Staf Angkatan Bersenjata AS sehari pasca dimulainya agresi militer di Libya menyatakan bahwa tujuan serangan ini bukan untuk menggulingkan Gaddafi.
Jerman menarik diri dari operasi militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Mediterania. Hal itu sengaja dilakukan Jerman setelah tidak sepakat atas misi militer di Libya.
Seorang jurubicara Kementerian Pertahanan Jerman mengatakan, dua kapal Jerman dengan kekuatan 550 personil akan kembali ke negaranya. Dilaporkan pula, 60 hingga 70 tentara Jerman yang berpartisipasi dalam operasi NATO di Mediterania akan ditarik."
Sementara itu, Presiden AS Barack Obama, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Perdana Menteri Inggris David Cameron sepakat bahwa NATO harus memainkan peran penting dalam misi Libya.
Sebelumnya, Dewan Keamanan (DK) PBB, Kamis pekan lalu sepakat mengesahkan zona larangan terbang atas Libya. Keputusan ini disahkan dengan suara bulat 10-0 dengan lima negara abstain di dewan yang memiliki 15 negara anggota tersebut. Menyusul resolusi itu, Jet-jet tempur Perancis melancarkan serangan militer ke  Libya. Langkah itu kemudian didukung penuh negara-negara Barat lainnya. Dan kini mereka kembali berselisih setelah agresi militer memicu protes publik dunia.
Sejatinya, agresi militer Barat di Libya bukan hanya tidak mewujudkan keamanan dan stabilitas di negara itu. Bahkan menyebabkan ratusan orang rakyat tak berdaya sebagai korban dari keserakahan memperebutkan emas hitam Libya.(IAN/irib/RIMANEWS)