JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Wakil Presiden Boediono kemarin menerima laporan penindakan terhadap 59 pegawai dan pejabat dari empat instansi yang terlibat kasus Gayus Halomoan P. Tambunan. Empat instansi itu adalah Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Stressing dari Bapak Wapres, tidak boleh ada tebang pilih," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dalam keterangan pers seusai acara di kantor Wakil Presiden, Jakarta. Sekretaris Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana juga menghadiri pertemuan dengan Boediono.
Menurut Djoko, yang tampil sebagai juru bicara Wakil Presiden, Boediono juga meminta para penegak hukum kompak bersinergi dalam melaksanakan 12 instruksi presiden dan membenahi regulasi. Rapat juga membahas penanganan mafia pajak, mafia peradilan, dan kasus Bank Century. Hasilnya akan disampaikan dalam rapat kabinet. "Pertemuan seperti ini akan dilakukan setiap dua pekan."
Dalam keterangan pers itu pula, para pemimpin lembaga tersebut memaparkan jumlah personel yang ditindak secara administratif. Namun tak diungkapkan dengan terperinci perihal identitas mereka.
Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo menjelaskan, sudah 17 polisi dinonaktifkan gara-gara Gayus. Mereka akan diperiksa secara pidana dan etika profesi. "Kalau ditemukan pelanggaran pidana, akan diproses," ujar Timur.
Adapun Jaksa Agung Basrief Arief menuturkan, instansinya sudah menjatuhkan sanksi administrasi terhadap dua jaksa peneliti perkara suap dan pencucian uang Gayus, yakni Cirus Sinaga serta Poltak Manulang. Bahkan mereka terindikasi melakukan tindak pidana umum, maka kasusnya diserahkan kepada kepolisian. "Oleh karena kewenangan ada di penyidik Polri," ucap Basrief.
Kementerian Keuangan pun mencopot lima pejabat eselon III. Selanjutnya mereka bakal diperiksa oleh Inspektorat Jenderal. "Itu tak termasuk sejumlah pegawai yang dicopot lebih dulu pada Maret 2010," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Sedangkan menurut Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, 35 personel Direktorat Jenderal Imigrasi, mulai Kantor Wilayah Jakarta Timur hingga Kantor Imigrasi Bandar Udara Soekarno-Hatta, sudah ditindak.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan 12 instruksi untuk menuntaskan pengusutan kasus Gayus pada 12 Januari lalu. Boediono ditunjuk untuk memantau pelaksanaannya bersama Satgas Mafia Hukum.
Esok harinya, Boediono memanggil pemimpin lembaga penegak hukum dan sejumlah kementerian yang terkait. Hari berikutnya, ia menggelar rapat mendadak dengan Menteri Djoko Suyanto, Timur Pradopo, dan Basrief Arief. Tiga hari setelah itu, Boediono menyatakan siap melaksanakan instruksi presiden.
Sebelumnya, testimoni terpidana kasus korupsi pajak Gayus Tambunan yang disampaikan seusai sidang vonis di PN Jakarta Selatan masih misteri. Testimoni yang berbuntut perang pernyataan antara Gayus dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Masing-masing pihak memberikan keterangan yang saling bertolak belakang.
Mereka juga mengklaim tak berbohong. Tentunya, secara logika, salah satu di antara kedua belah pihak itu ada yang berbohong. Lantas, bagaimana membuktikannya? Komisi III DPR RI meminta agar Gayus diperiksa dengan alat pendeteksi kebohongan atau lie detector.
Sayangnya, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo mengatakan, yang bersangkutan menolak menjalani tes kejujuran tersebut. "Gayus tak mau diperiksa dengan lie detector. Alat ini tak bisa bekerja kalau yang bersangkutan tidak mau," kata Timur pada rapat kerja Komisi III dengan Kapolri di DPR RI, Jakarta.
Hal ini membuat sebagian anggota Komisi Hukum ini terperanjat. Tak pelak, seorang anggota Komisi III Edison Betalubun dari Golkar meminta Polri membujuk Gayus agar bersedia menjalani tes tersebut.
Secara bergurau, Edison menyarankan agar Polri juga meminta Sekretaris Satgas Denny Indrayana menjalani tes tersebut. "Saya kira Gayus bersedia kalau Denny Indrayana juga diperiksa dengan lie detector karena Denny menyangkal pernyataan Gayus," kata Edison.
Ditambahkan Edison, citra Polri jangan sampai dirusak oleh Satgas yang merupakan institusi yang bersifat temporer.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Al Habsyi, berharap Presiden SBY lebih serius mem-backup kerja Kepolisian berkait kinerja Korps Bhayangkara itu akhir-akhir ini yang keteteran menghadapi kasus Gayus Tambunan.
"Sudah jelas Polri ketereran manangani kasus Gayus sehingga banyak kasus lain terbengkalai. Presiden SBY harus lebih serius mem-back up tugas Kepolisian," kata Aboe Bakar, Selasa (25/1/2011).
Aboe Bakar menyebutkan, dalam pertemuan dengan DPR hari ini, Kabareskrim mengaku cukup keteteran menangani kasus Gayus Tambunan, sehingga kasus lain banyak terbengkalai. "Kalau kerja kepolisian hanya terfokus pada beberapa kasus, termasuk kasus Gayus misalnya, maka hak masyarakat sebagai pembayar pajak akan tercederai dari mendapatkan layanan terbaik dari Polisi,” urai Aboe Bakar yang akrab dengan panggilan Habib tersebut.
Berdasarkan catatan Aboe Bakar selama pengusutan kasus Gayus, banyak persoalan di berbagai daerah yang kurang diperhatikan dan cenderung terbengkalai penanganannya. Beberapa kasus itu antara lain, Konflik Sara yang berujung pada penyerangan dan pembakaran rumah di Kampung Melayu Salembo, Deli Serdang Sumatera Utara, pada 30 Oktober 2010. Juga penghancuran Masjid At Thayyibah di Lingkungan I Jl Multatuli, Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimun, sampai hari juga tidak jelas penanganannya. "Dua kasus ini mandeg hingga sekarang, tanpa perkembangan," ujarnya.
Dia juga mengharapkan Polri dalam penanganan perkara juga harus meningkatkan profesionalismenya. "Kurangnya profesionalisme Polri terlihat dari penembakan petani sawit oleh pasukan satuan Brimob di beberapa wilayah di Sumatera, itu kan petani, bukan teroris! Kok ditembak."
"Presiden perlu memberikan back up kepada Polri agar mampu menyelesaikan perkara Gayus Tambunan secepatnya, tanpa mengebaikan persoalan-persoalan lain dengan tatakelola penanganan perkara yang profesional," pungkas Aboe Bakar. (fn/tm/km/dt) www.suaramedia.com
Post a Comment