Pemerintah Denmark Mencari Langkah Konstitusi untuk Larang Hizbut Tahrir

Situs “Al Arabiya Net” berbahasa Inggris, pada hari Kamis (30/12) mempublikasikan berita tentang Menteri Kehakiman Denmark, Lars Barfoed yang meminta Jaksa untuk mengkaji secara konstitusi tentang kemungkinan membubarkan cabang Hizbut Tahrir di Denmark.
Kantor berita “Ritzau News” mengutip dari menteri tersebut yang mengatakan: “Sekarang saya meminta Jaksa untuk mengkaji kembali kemungkinan mengajukan dakwaan untuk membubarkan Hizbut Tahrir,” yakni larangan bagi partai Islam yang bertujuan untuk mendirikan sebuah kekhalifahan Islam universal.
Ketika dihubungi oleh kantor berita AFP, juru bicaranya untuk pers, Emil Melchior mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut, dengan mengatakan: “Menteri meminta hal itu menyusul undangan Hizbut Tahrir untuk pertemuan pada hari Selasa di Kopenhagen.”
Situs “Al Arabiya Net” menambahkan bahwa undangan itu mendorong perang militer untuk melawan tentara Denmark di Afghanistan, serta memasang gambar-gambar peti mati yang dibungkus bendera Denmark, Swedia dan Norwegia di atas peta Afghanistan yang robek-robek akibat perang.
Situs “Al Arabiya Net” menambahkan bahwa ketiga negara Skandinavia itu memiliki pasukan yang ditempatkan di Afghanistan, sebagai bagian dari NATO, yang berada di bawah Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF).
Sementara Denmark merupakan negara yang paling besar menderita kerugian di antara ketiga negara itu. Di mana 39 orang tentara Denmark telah tewas sejak mereka tiba di Afghanistan tahun 2002.
Situs “Al Arabiya Net” juga mengatakan bahwa setelah munculnya undangan Hizbut Tahrir, maka Partai Rakyat Denmark, yang dikenal anti-imigran, serta sekutu utama pemerintah ekstrim kanan, segera menyerukan untuk melarang Hizbut Tahrir. Sementara partai-partai yang lain hanya menyerukan untuk menyelidiki semua aktivitas Hizbut Tahrir.
Menurut situs “Al Arabiya Net”, ini adalah yang ketiga kalinya, bahwa Jaksa Denmark ditekan untuk mengambil sikap secara konstitusi terhadap partai Islam, yang di sebagian besar negara dilarang, seperti Asia Tengah dan Timur Tengah.
Situs “Al Arabiya Net” menambahkan bahwa pada tahun 2004, Jaksa Henning Fode memutuskan tentang tidak adanya alasan secara konstitusi untuk melarang Hizbut Tahrir. Keputusannya ini sama dengan keputusan Jaksa “Joergen Steen Soerensen” yang menggantikannya, empat tahun kemudian. Di mana ia mengatakan bahwa “Hizbut Tahrir yang saat ini bertujuan mendirikan Khilafah (negara Islam) di dunia Islam, tidak bisa dikatakan bahwa Hizbut Tahrir ini melanggar konstitusi.”
Namun ia menambahkan: “Sepanjang itu tidak menggunakan kekerasan, atau cara apapun yang menyakiti orang lain, maka tidak ada yang melanggar konstitusi dalam menyerukan kepada sistem, sekalipun secara fundamental berbeda dengan sistem yang kita miliki di Denmark.”
*** *** ***
Negara-negara kafir yang telah menguasai dunia Islam setelah berhasil meruntuhkan Khilafah, mereka berusaha dengan sekuat tenaga untuk pembangun berbagai institusi politik. Dalam hal ini, mereka telah berhasil membentuk berbagai institusi, pemerintahan, dan dinas keamanan yang menjamin keberlangsungan usahanya dalam mengebiri Islam dari kekuasaan, serta mencegah kembalinya Khilafah ke negeri-negeri kaum Muslim.
Berbagai institusi boneka ini terus menerus menjalankan perannya dalam mewujudkan tujuan keberadaannya dengan begitu sempurna. Hanya saja, kemampuan rezim-rezim ini dalam usaha mengebiri Islam dari kehidupan masih sangat lemah dan kurang efektif daripada usaha-usaha sebelumnya.
Oleh karena itu, intervensi langsung oleh Barat untuk melawan Hizbut Tahrir menjadi lebih dekat daripada sebelumnya. Dan insya Allah, ini akan menjadi parit terakhir di mana Barat memerangi Hizbut Tahrir. Sementara pertolongan Allah yang telah dijanjikan kepada kita akan segera terwujudkan. Sehingga di hari itu orang-orang yang beriman akan bersukacita dan berbahagia karena mendapat pertolongan Allah SWT (pal-tahrir.info, 1/1/2011).