Militer AS Berikan "Obat Penenang" Agar Tentaranya Tidak Depresi

Sebuah laporan yang dirilis AllGov, Minggu (23/1) menyebutkan bahwa Komando Pusat Militer AS memberikan obat-obatan antipsikotik pada pasukan tempurnya untuk mencegah munculnya gejala-gejala gangguan psikologis pada tentara-tentara yang terjun langsung ke zona perang.
Tentara yang mengalami ganggung tidur atau kurang tidur misalnya, dibolehkan mengkonsumsi Seroquel selama enam bulan. Seroquel adalah jenis obat psikotik yang awalnya dikembangkan untuk mengobati penyakit schizophrenia, gangguan bipolar dan depresi. Namun obat-obatan ini ternyata telah menelan korban jiwa dari anggota pasukan AS. Dua orang tentara AS dilaporkan meninggal dunia saat tertidur karena terlalu banyak mengkonsumsi Seroquel.
Laporan yang dikeluarkan lembaga Pharmacoeconomic Center Departemen Pertahanan AS di Fort Houston menunjukkan konsumsi obat-obatan untuk mencegah gangguan psikologis di kalangan tentara AS. Laporan yang dipublikasikan pada bulan Juni 2010 itu menyebutkan bahwa 20 persen tentara AS yang masih aktif mengkonsumsi obat-obatan tersebut, mulai dari jenis obat untuk mengurangi depresi, antipsikotik sampai obat-obatan yang tingkatannya hipnotik sedatif yang biasanya diberikan pada penderita insomnia dan untuk mengurangi perasaan gelisah.
Para pakar mengatakan, Pasukan Komando AS menggunakan obat-obatan ini dengan dalih agar tentara-tentaranya, terutama yang ditugaskan di zona tempur, tetap bisa mengambil keputusan yang tepat dalam menjalankan tugasnya. Tapi para pakar mengingatkan bahwa konsumsi obat-obatan semacam itu oleh tentara-tentara yang masih aktif bertugas justru bisa membuat si tentara kehilangan kontrol, tidak bisa melakukan penilaian serta bisa mendorong mereka melakukan kekerasan atau bunuh diri.
Sudah banyak kasus, tentara-tentara AS yang bertugas di medan perang AS seperti di Irak dan Afghanistan melakukan tindak kekerasan yang brutal terhadap warga sipil. Bulan September 2010, sedikitnya 12 tentara AS ditangkap karena diam-diam membentuk "tim pembunuh" yang menembaki dan membom warga sipil secara membabi buta.
Seorang tentara bahkan ketahuan mengoleksi jari-jari korban yang disebutnya untuk "kenang-kenangan" dan beberapa tentara lainnya tanpa rasa kemanusiaan malah berfoto-foto di dekat jenazah korban. Sebuah gejala "sakit jiwa" yang ditunjukkan pasukan AS.
Bulan Desember 2010, Sersam Robert Stevens, salah satu staf medis militer AS di Afghanistan yang masih berusia 25 tahun, juga ditangkap dan divonis hukuman sembilan bulan penjara karena membunuh sejumlah warga sipil Afghanistan. Dia mengaku menembak dua petani Afghan tanpa alasan jjelas pada bulan Maret 2010. (ln/prtv)