Inilah Demokrasi : "APBN 2011 digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran birokrasi"

APBN 2011 Terancam Inkonstitusional?
Koalisi ini juga menilai APBN 2011 digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran birokrasi.

Ilustrasi: uang (ANTARA/Rosa Panggabean)

VIVAnews - Sejumlah LSM tergabung dalam Advokasi APBN Kesejahteraan menyesalkan Mahkamah Konstitusi (MK) tak memprioritaskan gugatan mereka. Kelompok LSM itu mengajukan Uji Materiil atas Undang-Undang (UU) Nomor 2 tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No 47 tahun 2009 tentang APBN tahun 2010. Tidak adanya putusan MK terhadap APBNP (APBN Perubahan) 2010 menyebabkan APBN 2011 terancam inkonstitusional.

"Sesuai pasal 23 UUD 1945 APBN untuk kemakmuran rakyat. Ini jadi indikator apakah suatu rezim berpihak kepada rakyat," kata Yuna Farhan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) di Jakarta, Minggu 23 Januari 2011.

Koalisi ini juga menilai APBN 2011 digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran birokrasi, bukan kemakmuran rakyat. Misalnya, pemerintah menaikkan anggaran belanja pegawai sebesar Rp18,1 triliun, kenaikan belanja perjalanan Rp4,9 triliun, dan kenaikan belanja bunga utang sebesar Rp9,6 triliun.

Sementara belanja yang berhubungan dengan rakyat menjadi turun. Misalnya belanja subsidi menjadi Rp 13,6 triliun dan bantuan sosial menjadi Rp 8 triliun. "Anggaran sosial sifatnya hanya permen, gula-gula untuk rakyat," tambah Ah Maftuchan dari Perkumpulan Prakarsa.

Kemudian Koalisi LSM ini juga menilai anggaran kesehatan yang jauh dari memadai. UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan anggaran untuk kesehatan harusnya mencapai minimal 5 persen.

"Tapi ini hanya sekitar 2 persen untuk anggaran kesehatan," jelas Yuna. "Anggaran kesehatan pun menurun dari Rp19,8 triliun jadi Rp13,6 triliun," lanjut Yuna.

Melihat adanya sejumlah pelanggaran konstitusi ini, Koalisi LSM pun meminta akan kembali mengajukan uji materi atas UU APBN 2011. "Karena MK belum memberikan satu jawaban atau perkembangan atas gugatan APBN yang sebelumnya diajukan," kata Maftuchan.
• VIVAnews