Seorang peneliti dalam ilmu politik dan seorang profesor media komparatif di Universitas Erfurt, Jerman Timur, Kai Hafez mengatakan bahwa “Wacana media di Jerman tentang Islam saat ini memaksa masyarakat untuk menghubungkan Islam dengan isu-isu negatif. Sehingga citra Islam sebagai musuh terkait erat dengan tahapan yang memperlihatkan penyebaran Islam politik.”
Hafez menjelaskan adanya perubahan sikap dari kebanyakan para wartawan dan penulis yang sebelumnya dikenal menjungjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kebebasan, yang kemudian mereka mengadopsi sikap ekstremis kanan yang memusuhi Islam. Sehingga hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa ketakutan terhadap Islam dan penolakannya meluas hingga hampir dua pertiga dari masyarakat Jerman.
Dalam konteks yang sama, seorang penulis Jerman, Stefan Weidner menjelaskan bahwa Jerman seperti Belanda yang di dalamnya terdapat gerakan yang terorganisir untuk melawan Islam dan memperkuat permusuhan terhadap Islam. Dan gerakan ini telah mencapai keberhasilan yang gemilang dalam memobilisasi media untuk merealisasikan tujuan-tujuannya. Sehingga 50% dari rakyat Jerman menganggap Islam dan kaum Muslim sebagai ancaman bagi keamanan mereka.
Weidner mengatakan dalam artikelnya “Kontroversi Baru Tentang Islam Baru…. Mengapa Media Jerman Mengambik Muka Gerakan Anti Islam?“, bahwa gerakan anti-Islam, meskipun sedang mengalami kelemahan politik, namun mereka dapat terus melampiaskan kemarahannya melalui media massa.
Weidner mengakui bahwa “Gerakan anti-Islam di Jerman telah menciptakan iklim yang memberikan kesan bagi setiap pelaku kejahatan, bahwa semua operasi kejahatan yang dilakukannya adalah atas nama mayoritas warga.” Seperti apa yang telah dilakukan oleh seorang ekstrimis sayap kanan yang membunuh perempuan berkewarganegaraan Mesir, Marwa Sherbini dalam ruang sidang di kota Dresden (islamtoday.net, 29/12/2010).

Post a Comment