Di beberapa sekolah maupun instansi baik swasta dan negeri ikut merayakan hari Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober. Setiap tahun mereka merayakan yang biasanya berupa upacara bendera yang kemudian diikuti dengan pembacaan teks Sumpah Pemuda. Masalahnya, seberapa jauh sih efek perayaan dan pembacaan sumpah ini bagi kualitas pemuda negeri ini?
Tak banyak, itu jawabnya. Bukan pesimis tapi realistis. Bila tak percaya, lihat saja para koruptor itu. Mayoritas mereka masih bisa dikategorikan usia muda atau pemuda. Si Gayus yang menggondol uang negara trilyunan rupiah misalnya. Itu yang ketahuan. Yang gak ketahuan, tentu saja banyak. Belum lagi kasus kantong tebal beberapa perwira tinggi di Indonesia yang menyimpan dana siluman. Mereka juga masih bisa kok dikategorikan pemuda. Bila pun sudah tak muda lagi, hasil rekening itu jelas dikumpulkan sedari mereka muda meskipun sumber entah berasal darimana.
Itu di satu sisi. Coba tengok sisi lain negeri ini. Audisi ini itu marak di sana-sini. Semua berusia muda! Kaum muda negeri ini banyak yang berbondong-bondong mendaftar untuk menjadi selebritis daripada merintis jalan menuju kualitas akal dan diri. Satu bangsa, satu bahasa dan satu tumpah darah saat ini menjadi slogan saja. Gimana nggak slogan karena memang ide ini berawal dari sebuah paham kebangsaan yang sempit. Yang mengaku nasionalis banyak korupsinya dan lebih suka menuding pihak yang tidak nasionalis sebagai pengkhianat. Mereka lupa bahwa dengan korupsi itulah sesungguhnya bentuk pengkhianatan yang nyata.
Mereka ini juga yang sering belepotan memakai bahasa asing dengan bahasa Indonesia secara tumpang tindih tak jelas ujung pangkalnya. Mereka ini pula yang lebih suka membebek pada peradaban barat, berbelanja segala merk yang berbau barat, dll. Memang, paham nasionalisme ini begitu rapuh untuk dipertahankan karena tak jelas pula siapa pengemban yang sebenarnya.
Bila paham satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah tumpah darah dianggap sempit dan rapuh, lalu paham apakah yang bisa menjadikan ikatan yang ada terbentuk dengan kuat dan luas? Paham yang menginternasional jawabnya. Ketika sekat yang ada bukan lagi batas imajiner berupa perbatasan semu sebuah bangsa/nation. Ketika bahasa yang dipakai tak harus bahasa Indonesia saja yang memang seringkali tak mewakili apa yang ingin kita sampaikan. Dan ketika setiap jengkal tanah di bumi adalah tumpah darah bagi setiap jiwa.
....Saat itulah gelora Sumpah Pemuda membahana bukan hanya slogan. Karena ia terbukti dalam amal perbuatan yang itu tidak hanya sekadar untuk menjilat pada atasan....
Saat itulah gelora Sumpah Pemuda membahana bukan hanya slogan. Karena ia terbukti dalam amal perbuatan yang itu tidak hanya sekadar untuk menjilat pada atasan. Sumpah pemuda yang sudah teruji 14 abad lamanya mampu membentuk pemuda-pemudi unggul dunia yang menorehkan tinta emas sebuah peradaban. Ya…harus ada sumpah pemuda shahih/benar untuk diikrarkan yang itu bukan hanya slogan pemanis buatan. Sumpah ini bernilai abadi karena saksinya adalah Sang Penguasa Alam semesta ini.
Saatnya sumpah pemuda yang ternyata dikhianati oleh anak cucunya sendiri, diganti dengan sumpah pemuda yang shahih ini:
Kami pemuda muslim dan muslimah, mengaku berakidah satu, akidah Islam saja
Kami pemuda muslim dan muslimah, mengaku berhukum satu, hokum syariat Islam saja
Kami pemuda muslim dan muslimah, mengaku berjuang selalu demi tegaknya Islam di bawah naungan Khilafah Islam
Mantap pasti Sumpah Pemuda yang satu ini. Nggak hanya slogan saja dan dijamin tak ada tandingannya deh. Kamu mau berikrar juga kan? Pastinya donk ^_^ [riafariana/voa-islam.com]
Post a Comment