Pihak kepolisian mengatakan, langkah itu dilakukan demi aturan hukum yang berlaku karena masih perlu kelengkapan berkas sesuai permintaan jaksa penuntut umum terkait lokasi kejadian pembuatan video. Jika hingga masa penahanan yang berakhir pada 23 Oktober kelengkapan itu belum bisa dipenuhi, Ariel bebas demi hukum.
“Masyarakat akan merasa sangat kecewa,” kata Ketua MUI Ma’ruf Amin di Jakarta, Selasa (19/10). Menurut dia, tindakan tersebut diyakini berdampak akan kian merebaknya aksi serupa. Sebab, pemerintah terkesan melepas begitu saja tersangka. Mestinya, kasus ini diselesaikan secara tuntas.
Tersangka kasus pornografi itu tak hanya sudah melakukan perbuatan amoral, tetapi juga turut menyebarluaskan perilaku tak senonoh di kalangan khalayak. Dampak yang muncul akan semakin masif dan luas. Untuk menjaga moral masyarakat, hendaknya pihak berwajib tegas dan mengumpulkan dalil yang kuat dalam menangani kasus pornografi ini.
Hal yang lebih penting, kata Ma’ruf, Undang-Undang Pornografi harus diterapkan secara benar dan tegas. Perbedaan pandangan harus diselesaikan di jalur hukum agar tak terjadi multitafsir. Perjuangan mewujudkan undang-undang itu sangat panjang. “Jika undang-undang yang mengatur pornografi tak dianggap, tak ada gunanya,” tegas Ma’ruf.
Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), Maman Abdurahman, mengatakan, penangguhan penanahan akan memberi kesan pada masyarakat terjadi pembiaran terhadap pelaku pornoaksi oleh pihak berwajib. Apalagi perbuatan itu dilakukan figur yang banyak dielu-elukan oleh banyak kalangan.
Polisi diminta tak terpaku pada satu pasal atau undang-undang pornografi saja jika berdalih tak ada bukti kuat. Dalih yang dikemukakan bahwa perbuatan tersebut dilakukan sebelum keberadaan dan diberlakukannya undang-undang yang mengatur pornografi, kata Maman, adalah upaya lari dari hukum.
Oleh karena itu, polisi perlu mencari celah dari pasal-pasal pidana lain, seperti tindakan merugikan orang lain. Terlebih, tindakan tersebut telah berdampak luas bagi kondisi akhlak generasi muda. “Kami mendesak pemerintah tegas menindak siapa pun pelaku pornoaksi,” katanya.
Maman menyarankan saat semua itu tak terwujud. Umat Islam harus melakukan tindakan riil untuk menjaga moral. Perlu ada dialog intensif oleh ormas-ormas Islam dan lembaga swadaya masyarakat terkait serta kepolisian memecahkan masalah semacam itu. Sebab, jelas Maman, kerusakan moral akan mampu menghancurkan bangsa.
Aspek kultural
Di tempat terpisah, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Syuhada Bahri, menyarankan agar polisi tak hanya mempertimbangkan hukum positif dalam menangani kasus pornografi. Namun, pertimbangkan pula aspek ideologis, kultural, dan adat ketimuran yang berlaku di Indonesia.
Ia berargumen, tersangka kasus pornografi telah melakukan perilaku yang bertentangan dengan ketiga aspek itu. Sudah saatnya, ujar dia, Polri meneguhkan jati dirinya sebagai pengayom masyarakat. Jika tetap menangguhkan penahanan Ariel, polisi dinilai tak mempunyai iktikad baik dan ketegasan menyelesaikan kasus pornografi.
Mestinya mereka melihat kondisi masyarakat yang menginginkan penerapan hukum secara tegas dan pemberian efek jera bagi tersangka kasus pornografi. Aksi pornografi yang dilakukan tersangka merupakan tindakan jahiliyah. Tak sampai di situ, dampaknya juga sangat luasa serta kelak berimbas pada moral generasi muda. Apabila polisi tak tegas, bukan tidak mungkin pelaku kasus serupa semakin berani berbuat amoral. (republika, 20/10/2010)
Post a Comment