Berbagai ajang kontes kecantikan digelar secara berkala di tingkat daerah, nasional maupun internasional. Salah satunya Pemilihan Putri Indonesia (PPI). Malam Grand Final PPI XV/2010 Jumat 8 Oktober 2010 lalu telah menobatkan Nadine Alexandra Dewi Ames sebagai Putri Indonesia (PI) yang baru.
Pandangan yang mendukung digelarnya kontes serupa juga disampaikan oleh Menbudpar Jero Wacik ketika mengijinkan Putri Pariwisata mengikuti ajang Miss Tourism International 2010 yang di dalamnya ada sesi menari mengenakan bikini. “Kita harus bijak memaknai ajang pemilihan putri-putrian di Indonesia. Di era demokrasi, kami tidak punya kewenangan untuk melarang dan memberi ijin, tapi sepanjang untuk kepentingan kreatif masyarakat tidak masalah,” kata Jero Wacik, di Jakarta, Rabu (6/10).
Berbagai elemen masyarakat yang menyampaikan kecaman keras kepada pemerintah dan penyelenggara tak digubris. Selain memunculkan pro dan kontra karena menjadikan kemolekan tubuh sebagai ukuran utama penilaian, kontes-kontes putri-putrian juga menyisakan pertanyaan tentang makna martabat dan kemuliaan perempuan.
Bagaimana pandangan Muslimah HTI tentang PPI dan kontes-kontes sejenis? Bagaimana pula seharusnya kontribusi perempuan dalam mengangkat martabat kaumnya? Berikut petikan wawancara dengan Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Ustadzah Iffah Ainur Rochmah.
Bagaimana pandangan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia terhadap berbagai kontes kecantikan termasuk Pemilihan Putri Indonesia kali ini?
Jubir MHTI : Sekali lagi Muslimah HTI menyampaikan keprihatinan mendalam atas terus berlangsungnya kontes-kontes kecantikan yang mengeksploitasi kemolekan tubuh perempuan. Kami sangat prihatin dan akan terus mengingatkan masyarakat agar menyikapi secara tepat salah satu kerusakan sosial ini. Kontes-kontes kecantikan hanya menambah penistaan martabat dan kehormatan perempuan.
Dalam pandangan kami, maraknya ajang kontes kecantikan dan dukungan dari pemerintah atas penyelenggaraannya semakin menegaskan bahwa Indonesia adalah negara kapitalis. Materi, uang dan kenikmatan fisik dijadikan berhala teragung. Perempuan dipandang dan diarahkan menjadi komoditas ekonomi . Karenanya bisa dieksploitasi oleh pihak mana pun yang ingin meraih keuntungan materi darinya. Salah satunya melalui industri pornografi yang dikemas bergengsi dalam ajang putri-putrian. Tindak lanjut dari pemilihan puti-putri kecantikan itu, kita tahu, telah menjerumuskan banyak remaja putri kita menjadi artis-artis porno.Para pemenang mendapat kontrak iklan yang mengumbar aurat, menonjolkan sensualitas dan bahkan sekadar mempromosikan produk underwear.
Ketika negara membiarkan bahkan mendukung penyelenggaraannya, berarti negara telah abai melindungi rakyat dari berbagai penyakit sosial dan membiarkan merebaknya paham kebebasan; terutama kebebasan perilaku. Lebih buruk lagi jika negara menganggap ada keuntungan dengan tambahan dari pemasukan pajak iklan dan produk.
Ada sebagian kalangan menganggap kompetisi semacam ini juga bisa mengangkat martabat perempuan bahkan mengangkat nama bangsa di dunia internasional. Bagaimana pandangan ustadzah?
Jubir MHTI: Benar, ajang semacam ini bisa menghasilkan manfaat jika ukurannya materi; yakni bisa membuat seseorang terkenal, bisa mendongkrak penjualan produk dari perusahaan pengiklan dan bahkan menghasilkan devisa bagi negara dari sektor pariwisata. Tapi ingatlah betapa besar kerusakan moral, akhlak dan jatuhnya kehormatan bangsa yang telah dihasilkan dari kebebasan mengumbar aurat ini. Apakah martabat dan nama bangsa seperti ini yang ingin kita pertahankan?
Tahun ini Yayasan Puteri Indonesia (YPI) mengangkat tema “Cintai Negeri Melalui Penggunaan dan Penghargaan Karya Anak Bangsa.” Melalui tema tersebut, diharapkan para peserta bisa menjadi panutan bagi remaja putri dalam berkontribusi menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap karya anak bangsa.
Seperti apa sosok perempuan yang bisa menjadi panutan bagi remaja putri Indonesia?
Jubir MHTI : Remaja putri kita harus menyadari kebobrokan faham kebebasan yang saat ini menjadi idola mereka. Kebebasan mengumbar aurat hanya menghasilkan banyak pelecehan, perkosaan dan kriminalitas. Kebebasan meraih popularitas dan materi dengan menjadi bintang iklan, dan bintang sinetron hanya menghasilkan kebahagiaan semu. Industri fashion yang mendorong perempuan mengenakan pakaian seminim mungkin hanya memenuhi hasrat syahwat laki-laki. Semua itu justru mematikan potensi intelektual, potensi keahlian danmerusak akhlak remaja putri.
Kami mendorong dan membina agar remaja muslimah segera menempatkan diri sebagai role model bagi remaja putri Indonesia. Jadilah remaja yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, mematuhi aturan-aturan syariat Islam. Berkreatifitas dan berkaryalah dengan landasan keteguhan memegang prinsip Islam, memaksimalkan intelektualitas dan berorientasi tulus member manfaat bagi umat manusia. Jangan berbangga denganpenampilan fisik dan ukuran proporsional badan, atau pun popularitas akibat mengumbar aurat.
Apa kontribusi yang bisa dimainkan oleh perempuan agar mampu mengangkat martabat kaumnya?
Jubir MHTI : Perlindungan atas kehormatan dan martabat perempuan di masyarakat bukan pilihan, melainkan kewajiban. Semua itu terbukti gagal diwujudkan dalam masyarakat kapitalis yang mendewakan materi. Hanya Khilafah Islamiyah lah yang mampu memberikan kehormatan sejati bagi perempuan. Selama 1400 tahun masa Khilafah perempuan dilindungi, aman dan mulia. Perempuan tidak dipandang sebagai komoditas dan obyek seks laki-laki. Maka merupakan tanggung jawab kita semua sebagai muslimah, bersama dengan kaum laki-laki, untuk berjuang sekuat tenaga mengembalikan Khilafah Islamiyah yang kini tidak ada.
Wallahu a’lam bi as shawab.
Post a Comment