Money Supply 101

Hari ini, kita lihat kembali mengenai sistem penciptaan uang di dunia, metode yang disebut dengan fractional reserve banking. Tentu saja, ini adalah debt based money system. No Debt, No Money. 1 & 2

Kebanyakan orang mempercayai 2 mitos mendasar tentang uang dan bank:
• Mereka berpikir pemerintah berbagai negaralah yang menciptakan uang, dan
• Bank komersial meminjamkan uang deposan ke debitur mereka.

Mengenai mengapa pemerintah yang katanya boleh mencetak uang bisa kekurangan uang, dan mengapa beberapa negara sampai gagal membayar hutang, mereka tidak berminat mencari tahu.

Dan mengapa uang setiap orang di rekening bank mereka tidak pernah berkurang, padahal katanya dari uang-uang merekalah bank meminjamkan uang ke debitur mereka, mereka pun langsung mengambil kesimpulan ini memang hal yang wajar. Titik.

Tapi tidak demikian dengan hal-hal lainnya tentang ekonomi atau politik. Mengenai hal lainnya, semua orang punya banyak komentar, masing-masing punya penjelasan betapa yang satu baik dan yang lainnya jahat. Ada yang memaki sistem, katanya ekonomi kapitalisme sangatlah jahat, ada juga yang berpikir model negara komunis & sosialisme sangatlah biadab. Ada yang menyindir budaya modern, katanya zaman sekarang manusia sudah kehilangan nilai-nilai sosialnya, dan makian-makian lainnya.

Apakah mereka benar atau salah? Entahlah... Saya pribadi tidak berminat berargumen untuk topik-topik itu. Ada hal yang menurut saya lebih mendasar, dan semuanya bermula dari uang…

Baik, sekarang kita mulai. Tapi sebelum membahas lebih lanjut, ada beberapa konsep mendasar yang perlu kita ketahui dulu:

• Di dalam sistem ada 2 macam uang, uang bank sentral dan uang bank komersial. Dua-duanya memiliki fungsi yang sama, sebagai alat tukar & pembayaran yang sah. Perbedaannya hanyalah penamaan mereka di dalam sistem dan hitungan statistik suplai uang.

• Neraca (balanced sheet) adalah bagan bagaimana seseorang atau sebuah perusahaan menilai harta mereka. Aset = Liabilitas (hutang) + Modal. Di neraca, total nilai di sisi kiri pasti sama dengan sisi kanan. Pasti seimbang, kalau sampai tidak balance ya bukan balance sheet lagi, hehe..

Saat bank meminjamkan uang ke konsumen (menciptakan kredit), uang bertambah di sisi aset dan juga di sisi liabilitas. Saat konsumen mengembalikan uang itu, aset dan liabilitas berkurang dalam jumlah yang sama. Uang, yang muncul dari sulap sebatang pena, saat dikembalikan, akan hilang oleh sulap sebatang pena juga. Credit, that comes from thin air will back to thin air…

• Tabungan Anda adalah liabilitas (hutang) bagi bank, karena statusnya adalah Anda sedang meminjamkan uang Anda kepada bank. Pinjaman kredit seseorang adalah aset bagi bank, karena statusnya adalah seseorang itu sedang meminjam uang dengan bank.

• Cadangan minimum (reserve ratio) perbankan adalah porsi uang deposan yang wajib dicadangkan oleh perbankan. Kalau rasionya 10%, berarti untuk setiap 10 juta yang ditabung oleh seorang deposan, bank harus mencadangkan 1 juta dan hanya bisa menciptakan uang (kredit) sebesar 9 juta ke debitur mereka.

Ok, katakanlah hari ini kita memiliki sebuah negara baru, Negara Kesatuan Repulik Balon. Pemerintah ini memperhitungkan bahwa mereka memerlukan 100 milyar rupis untuk menjalankan operasi mereka, dan juga untuk memulai perputaran roda produksi barang dan jasa di negara tersebut. Pemerintahan ini, bukannya menerbitkan 100 milyar uang rupis untuk diedarkan, yang mereka lakukan adalah menerbitkan surat hutang sebesar 100 milyar rupis. Siapa yang beli? Awalnya adalah sebuah institusi yang mereka namakan Bank Sentral, sebuah organisasi independen, yang bebas dari intervensi pemerintah dan publik yang katanya mereka wakili.

* Di kemudian hari, campur tangan Bank Sentral untuk membeli surat hutang negara menjadi semakin lama semakin berkurang. Pemerintah akan menjalankan semua operasi mereka dengan menarik pajak dari penduduknya, dan juga menjual surat hutang mereka kepada sektor swasta.

Darimana Bank Sentral mendapatkan 100 milyar rupis? Jawabannya adalah dengan sebatang pena, sebuah mesin cetak, ataupun sebuah komputer. Kalau dipikir-pikir, memang tidak ada yang salah dengan itu. Kalau memang bisa dipermudah, mengapa dipersulit, bukan begitu? Mengapa harus membuka hutan, menggali tanah, mempertaruhkan nyawa untuk menambang logam menjadi uang? Ini abad 21.

Darimana Bank Sentral memperoleh kekuasaan seperti itu? Mengapa institusi ini bukan bagian dari pemerintah?

Jawaban dari para politisi & ekonom Republik Balon, ini adalah hak dan mandat yang harus diberikan kepada institusi ini, meniru sistem yang diterapkan oleh semua negara-negara beradab yang lain di planet ini. Penyebab lainnya, mereka tahu dari pengalaman politisi negeri lain, bahwa negara manapun yang mencoba keluar dari sistem ini, politisi di sana biasanya memiliki karier politik yang pendek. Negeri seperti itu biasanya akan berakhir dengan sejenis kudeta, revolusi, bahkan perang. Mengenai siapa otak (master mind) di balik berbagai kekacauan itu, nobody cares.

Teknisnya, Bank Sentral akan menukar surat hutang negara tadi dengan 100 milyar uang rupis yang mereka ciptakan, yang disetor ke rekening pemerintah di bank-bank umum (dealer) yang ditunjuk pemerintah. Negara mendapatkan uang, Bank Sentral mendapatkan surat hutang, dan bank yang digunakan pemerintah mendapatkan uang yang bisa dijadikan sebagai dana cadangan ke Bank Sentral untuk jaminan penciptaan uang berikut.



Uang ini, kemudian dibelanjakan pemerintah dalam berbagai pekerjaan publik mereka. Dengan berjalannya waktu, ribuan orang di Republik Balon pun mendapatkan bayaran.

Misalkan A, seorang kontraktor proyek pemerintah, pergi ke bank X dan menabung 100 juta rupis, dan menjadi satu dari puluhan ribu partisipan yang akan memberikan kontribusi multiplier uang di dalam sistem.

Katakanlah rasio pencadangan minimum (reserve requirement) yang disyaratkan oleh Bank Sentral Republik Balon ini adalah 10%. Maka dari uang yang disetor A, pembukuan perbankan akan berpotensi menjadi berikut ini:


Potensi adalah potensi, dan tidak berarti akan menjadi kenyataan. Dari contoh di atas, perhatikan bahwa hanya dari 100 juta rupis yang ditabung oleh A di bank X, ada potensi bahwa suplai uang bisa naik menjadi 1 milyar rupis. Multiplier uang adalah 10x lipat.

Semakin besar reserve requirement, semakin kecil multiplier suplai uang yang bisa terjadi. Sebaliknya, semakin kecil reserve requirement, semakin besar multiplier suplai uang yang bisa terjadi.

Dan ingat, yang mendapatkan uang dari belanja pemerintah tadi bukan hanya A. Ada A2, A3, A4, A5, dan ribuan orang lainnya. Semuanya akan memberikan kontribusi di dalam sistem debt based money ini. 100 milyar belanja pemerintah negeri Balon tadi bisa menjadi 1 trilyun kalau proses pinjam-meminjam oleh rakyatnya berlangsung maksimal.

Lalu, apakah setiap kali ada suntikan uang tunai di dalam sistem, lantas suplai uang nantinya pasti akan berlipat 10x seperti potensi di atas? Gunakan sedikit imajinasi Anda kawan… Perhatikan bahwa bank memang bisa meminjamkan uang, tetapi proses ini adalah tepukan 2 tangan, satu tangan saja tepukan tidak akan berbunyi. Di sisi debitur, harus ada orang yang datang meminjam. Harus ada orang yang punya kapasitas untuk meminjam (layak dipinjami karena bank menilainya sanggup membayarnya kembali). Tanpa orang-orang itu, roda kredit akan macet, suplai uang akan berhenti bertambah.

Di sisi lain, perhatikan juga sebesar apa kekuasaan bank komersial di dalam suplai uang Republik Balon ini. B,C,D,E,F, dll, uang yang mereka pinjam dari bank adalah harus melalui seleksi dan persetujuan dari bank X. Bank X, dan bank-bank komersial lainnya, merekalah yang menentukan ke mana uang mengalir, industri apa yang akan didukung, dan korporat mana yang akan mendapat dukungan paling besar. Kekuasaan ini tidak main-main, bagaimana bisa penduduk negeri Balon percaya para pemilik bank tidak akan mencuri kesempatan & mengambil manfaat dari sistem ini? Dengan power seperti ini, siapa yang tidak mau mencoba menciptakan uang bagi korporat-korporat afiliasi mereka sendiri untuk mendominasi setiap sektor industri di negeri itu?

Kelompok mana yang lebih seharusnya dipercaya? Pemerintah, yang sejelek-jeleknya masih dipilih oleh rakyatnya… Atau bankir swasta, yang tidak dipilih oleh siapapun? Nyaris tidak ada orang di negeri Balon yang tahu kalau sebenarnya bankir-bankir di bank-bank yang mereka gunakanlah yang menciptakan mayoritas suplai uang mereka. Sama seperti di negeri-negeri yang lain, penduduk Republik Balon mempercayai 2 mitos uang seperti yang ditulis di awal.

Ok, sekarang kita lihat lagi hal sangat penting berikut:
B, yang meminjam ke bank untuk keperluan ekspansi tokonya, saat menerima pinjaman 90 juta dari Bank X, neraca bank akan tampak seperti ini:


Ini uang fresh from the oven, suplai uang di Republik Balon bertambah 90 juta saat kredit B dicairkan. Bank komersial X baru saja menggunakan pena sulapnya. Terus, katakanlah pinjaman ini disepakati sebagai pinjaman 2 tahun & bunga flat 10% per tahun. Pembayarannya adalah (90 + 18 juta) / 24 bulan = 4,5 juta per bulan.

Apa yang terjadi saat B melunasi pinjaman ini? Ya, money that came from thin air will back to thin air90 juta uang rupis menghilang dari neraca bank X, yang ada adalah +18 juta rupis yang statusnya sudah menjadi modal bank X (laba ditahan).

Darimana datangnya 18 juta ini? Jawabannya bukan dari 90 juta yang tadi (uang itu sudah menghilang di tengah udara), tetapi dari hutang seseorang lainnya di dalam sistem. B harus menjual barang atau jasa tertentu selama 2 tahun ini dan menemukan 18 juta rupis tambahan untuk membayar bank X.

Ini adalah neraca bank X saat B melunasi hutangnya (transaksi dengan B):


Hal yang sama terjadi pada C, D, E, F, dst. Setiap orang memainkan peranannya di dalam sistem fractional reserved banking. Mungkin sejumlah orang benar-benar hidup tanpa hutang, mungkin perusahaan-perusahaan tertentu memang dijalankan tanpa hutang, tetapi asal-usul uang bukan hutang mereka adalah hutang dari seseorang / perusahaan yang lain di dalam sistem.

Apa yang dilakukan Bank X dengan 18 juta itu? Ya, itu tergantung keputusan internal pemegang sahamnya. Sebagian tentunya dipakai untuk biaya operasional seperti membayar gaji pegawai, membangun gedung, dll. Sebagian lagi mungkin dibagikan sebagai bonus staff ataupun dividen pemegang saham, dan sebagian lagi bisa ditahan sebagai modal untuk memperbesar kapasitas meminjam mereka*. Yang pasti, bank adalah institusi profit oriented, yang bekerja dengan prioritas utama memperjuangkan kepentingan institusi mereka, bukan yayasan sosial atau organisasi pembela publik.

Bagaimana kalau B gagal membayar? Ya, bank X akan menderita kerugian di pembukuan mereka, modal mereka akan berkurang sebesar porsi hutang yang gagal bayar itu. Tetapi, bank X boleh menyita aset jaminan dari B! Bank komersial, yang tidak memproduksi apapun di masyarakat, akan menjadi pemilik dari tanah, bangunan, mesin, pabrik, dan aset-aset lainnya dari orang-orang yang gagal membayar di dalam masyarakat.

* Selain reserve requirement, ada rasio lainnya yang bisa digunakan Bank Sentral untuk mengontrol level fractional reserve banking dari bank komersial, namanya Capital Adequacy Ratio (Rasio Kecukupan Modal). Apa maksudnya? Itu adalah rasio minimal Modal dibagi Aset di dalam neraca. Kurang dari angka tertentu, maka sebuah bank akan termasuk kategori under-capitalized. Mereka harus mencari modal tambahan sebelum bisa menciptakan kredit lagi di dalam sistem.


Di dalam capital accord I, rasio dibagi secara sederhana, nilai nominal modal dibagi dengan nilai nominal aset di neraca. Sekarang, perbankan mulai menerapkan capital accord II (Basel II), perbedaannya adalah cara menghitung aset agak berubah. Aset yang dinilai “aman” bisa memiliki daya
fractional reserve yang lebih tinggi. Ini dinamakan risk-based fractional reserve banking. Untuk ilustrasinya, silahkan lihat contohnya di sini.

Semakin tinggi CAR yang ditentukan, semakin berkurang kapasitas bank dalam menciptakan kredit. Semakin rendah CAR yang ditentukan, semakin meningkat kapasitas bank dalam menciptakan kredit.


Sampai di sini, saya rasa Anda mulai paham mengenai konsep-konsep dasar sistem ini. Ini adalah tinjauan matematis. Fakta, bukan konspirasi.

Di dalam system debt based money system, kita memiliki 2 masalah mendasar. Yang pertama adalah bunga bank. Bank hanya menciptakan hutang pokok, tetapi tidak menciptakan bunganya, jadi sampai kapan pun tidak akan ada cukup uang di dalam sistem untuk melunasi semua hutang yang ada. Yang kedua adalah uang muncul dalam bentuk hutang. Karena setiap kontrak hutang ada durasinya, maka uang tidak eksis secara permanen di sebuah masyarakat.

Dua hal ini akan menyebabkan semua uang cepat atau lambat dihisap menjadi modal (laba ditahan) oleh perbankan. Pemilik sistem ini akan memiliki semua uang yang eksis di masyarakat manapun. Semua orang secara langsung ataupun tidak adalah penyewa uang mereka. Rokiburger in real action my friend…

Penduduk Republik Balon, mereka bukan saja harus terus mengajukan hutang baru untuk membayar bunga bank, mereka juga harus terus mengajukan hutang baru hanya untuk mempertahankan suplai uang lama mereka, yang perlahan menghilang dari sistem setiap kali ada orang yang melakukan pembayaran cicilan hutang.

Sekaligus penduduk ini sudah tidak memerlukan rumah baru, mobil baru, pabrik baru, dan mainan-mainan baru lainnya, mereka mau gak mau harus terus mengekspansi produksi mereka, terus menciptakan keinginan konsumsi yang lain, atau terus membuka lahan dan hutan baru. Keluarga yang awalnya hanya perlu 1 orang bekerja mencari nafkah harus bertambah menjadi 2 orang, dan mungkin sebentar lagi menjadi 3 atau 4 orang. Mengapa? Karena bila tidak dilakukan, kolam suplai uang akan mengering.

Waktu yang paling menyenangkan di dalam sistem ini adalah saat masyarakat Republik Balon baru memulai proses pembangunan mereka, saat ekonominya tengah booming, di mana mayoritas orang memang giat bekerja dan memproduksi untuk memenuhi kebutuhan warga lainnya. Penduduk tidak ragu untuk berhutang, karena memang yakin selalu ada cara untuk membayarnya. Keinginan-keinginan yang belum terpenuhi terus bermunculan, dan inovasi-inovasi produk untuk memenuhi keinginan mereka pun terus berkembang. Banyak sekali orang yang mengajukan kredit, dan bank-bank komersial pun dengan senang hati memberikannya. Everybody win. Happy time is here

Kalau Anda lihat grafik suplai uang mereka, dalam jangka panjang, biasanya akan menukik tajam ke atas membentuk grafik parabolik. Mengapa parabolik? Karena faktor bunga-berbunga di dalam sistem (compounding interest). Masyarakat akan dibentuk untuk terus berekspansi dan mengejar bunga. Ekspansi dan ekspansi, jatuh bangun untuk mengejar puncak potensial mereka. Dan ketika potensial maksimal sudah tercapai, grafik paraboliknya akan berhenti dan kemudian berbalik arah.


Balon USD, yang diekpsor ke seluruh dunia



Balon internal Indonesia


Sebaliknya, waktu yang paling berbahaya di dalam sistem ini adalah kalau penduduk Republik Balon ini benar-benar sudah “kelelahan,” kalau mereka (secara komulatif) benar-benar sudah tidak sanggup lagi berhutang, membayar dan mempertahankan suplai uang di negeri mereka. Melewati level itu, yang ada di depan mereka adalah deflasi dan pemiskinan massal. Dalam kondisi yang lebih buruk, mereka akan menghadapi proses likuidasi liabilitas (penyingkiran debt slave yang tidak berguna).

Sebelum tiba waktu itu, ketika tanda-tanda “kelelahan” baru mulai terjadi, penduduk Republik Balon (termasuk industri perbankan!) biasanya akan ramai-ramai meminta tolong kepada pemerintah, sebuah institusi yang sebelumnya mereka katakan tidak boleh dipercaya untuk mengatur uang! Karena itu, kadang-kadang pemerintah mengatakan mereka akan melancarkan proyek stimulus. Mereka akan memperbanyak proyek pembangunan. Di kesempatan lain, mereka mengatakan mereka akan mengurangi pajak. Sungguh menyenangkan…

Masalahnya, pemerintah tidak punya sumur uang, dan menurut aturan perbankan negeri-negeri beradab di planet ini, pemerintah tidak punya hak untuk mencetak uang. Yang bisa mereka cetak adalah surat hutang negara. Oops…

Hal lainnya dari pemerintah adalah tampaknya jumlah pegawai dan gaji mereka hanya memiliki satu arah, yaitu naik. Kalau benar pajak dikurangi, dan proyek pembangunan dinaikkan, darimana uang untuk itu akan datang? Jawabannya adalah penerbitan surat hutang baru. Tetapi, karena yang namanya surat hutang perlu dibayar (+bunga), maka mau gak mau pajak juga nantinya akan dinaikkan. Pajak yg dikurangi demi janji stimulus hanyalah sementara, nantinya akan naik bahkan lebih banyak lagi, karena semua biaya operasional pemerintah dan hutangnya tetap harus dibayar… Dan menurut sistem keuangan planet “beradab,” semua penerimaan pemerintah (selain dividen BUMN) ujung-ujungnya memang harus adalah pajak.

Sekali-kali memang akan ada orang yang bertanya, mengapa pemerintah tidak menerbitkan uang sendiri saja? Mengapa selalu harus tergantung kepada orang lain untuk mendapatkan uang mereka? Apakah tidak boleh proyek pembangunan infrastruktur dan modal kerja industri produktif pemerintah dibiayai dengan printing money? Jawaban dari main stream adalah tidak, itulah konsep perbankan negeri beradab. Penciptaan uang terlalu penting untuk dipercayakan kepada pemerintah, hanya institusi perbankan swasta yang bisa dipercaya.

Para guru besar dan ekonom korban propaganda pikiran pun gak kalah sindirannya, “Siapapun yang tidak setuju silahkan lihat Zimbabwe atau Weimar!,” Tak ada argumen yang lain, setiap kali gagasan printing money diutarakan warga negeri Balon yang bingung atas konsep “beradab” ini, jawaban para simpatisan pro status quo itu tidak akan jauh-jauh dari argumen di atas.

Dan akhirnya akan tiba suatu saat, di mana pemerintah negeri Balon pun tidak sanggup memberikan lagi stimulus. Saatnya mereka sendirilah yang sekarang perlu diinfus dengan vitamin S (stimulus). Hehe.. Jangan Anda kira tidak ada limit berapa surat hutang yang bisa dicetak oleh negara. Ada, limitnya ada di kondisi fiskal mereka, berapa yang mereka dapat dari pajak, dan berapa yang harus mereka bayar dalam anggaran tahunan mereka. Bukan karena mereka melancarkan proyek stimulus, lantas penerimaan mereka dari pajak di bulan-bulan mendatang pasti akan naik sebanding stimulus itu. Belum tentu. Kalau publik sudah kelebihan beban hutang dan pengeluaran, mereka akan sampai ke titik di mana mereka akan menolak distimulir, bagaimanapun mereka dipancing.

Saat sebuah pemerintahan sampai di titik itu, saat neraca buruk pembayaran mereka sudah mustahil untuk ditutupi, mata uang mereka akan dihajar oleh spekulan-spekulan yang gemar mencari uang di arena perdagangan mata uang.

Di masa itu, saat penerimaan benar-benar tidak sanggup lagi menutupi pengeluaran, pemerintah Republik Balon akan dihadapkan ke 2 pilihan:

1. Percayai ekonom yang mempromosikan stimulus pemerintah tanpa henti. Just print more bond. Never give up. Cetak terus hutang baru, kalau perlu biarkan Bank Sentral yang membeli surat-surat hutang itu. Cepat atau lambat, market pasti akan rebound. Apalah artinya membayar beberapa persen bunga pinjaman? Itu gak masalah.

2. Percayai ekonom yang mempromosikan anggaran berimbang. Menyerahlah, lepaskan stimulus, mari hidup hemat (hidup miskin)! Biarkan proses deflasi berlangsung, jangan ikut campur di dalam sistem.

Atau saatnya mendengarkan solusi versi orang-orang yang “kurang beradab”? Dengarkan mereka, negeri Balon bisa memodifikasi jalan pertama. Solusi deflasi adalah inflasi. Solusi kekurangan uang adalah menambah uang. Tetapi solusi kelebihan hutang pastinya bukan menambah hutang!

Uang tetap akan dicetak, tetapi statusnya adalah uang bebas hutang. Bagaimana pemerintahan negeri Balon bisa mengatakan mereka adalah negara berdaulat (sovereign) kalau mereka bahkan tidak punya hak untuk mencetak uang negeri Balon sendiri (sovereign currency)? Apakah kosakata berdaulat (sovereign) bukan sebuah sindiran orang-orang “beradab” kepada pemerintahan idiot Republik Balon?

Tidak ada bunga apapun yang perlu dibayarkan atas uang cetakan ini. Semua industri-industri BUMN yang produksinya tidak berjalan lancar karena kekurangan modal akan mendapat suntikan dana hasil printing money ini. Semua potensi produksi bisa dimaksimalkan untuk meningkatkan output barang dan penyerapan tenaga kerja di level setinggi yang mereka bisa. Pendidikan dan pengobatan mendasar pun bisa menjadi hak setiap penduduk negeri Balon.

Apakah gagasan ini akan menyebabkan hiperinflasi (harga barang)? Gunakan lagi imajinasi Anda kawan… Harga adalah efek kombinasi dari suplai uang, suplai barang, kebutuhan, dan (kadang-kadang) manipulasi kartel. Jangan hanya memperhatikan satu sisi.

Saat para peniup balon (hutang) mencapai / melewati puncak kapasitas mereka untuk berhutang, suplai uang akan menurun dan terus menurun. Dan kalau pemerintah juga mengalami hal yang sama, tidak ada hal apapun lagi yang bisa menolong negara mereka. Proses deflasi hanya bisa dilawan dengan inflasi. Hilangnya uang di dalam sistem (uang yang back to thin air tadi) harus dilawan dengan injeksi suplai uang baru.

Quantitative Easing (QE) adalah solusi versi ini (Bank Sentral membeli surat hutang negara ataupun korporat). Tapi ada kesalahan yang serius, yaitu status uang yang dicetak itu. Dalam QE, status uang baru itu masih adalah hutang, dan akan terus membebani anggaran negara-negara yang memang sudah bobrok itu. Tetapi percobaan ini juga bagus bagi para orang-orang yang terus menyindir mengenai Zimbabwe dan Weimar. Sudah 1,5 tahun sejak QE dilakukan di sana, ternyata dolar dan poundsterling belum perlu diangkut dengan gerobak...


$1 trilyun lebih injeksi uang baru dari Bank Sentral Amerika (Federal Reserve) tidak berhasil mempertahankan total suplai uang mereka. Uang (kredit) yang menguap di tengah udara, yang sudah menghilang di dalam sistem masih lebih besar dibandingkan suntikan uang dalam QE.


Mau mencoba QE tahap 2?

Ditinjau dari segi suplai uang saja, saat ini USA is no where near hyperinflation. Yang harus dikhawatirkan justru adalah hiperdeflasi. Namun, dalam konteks harga barang, belum tentu, karena seiring dengan waktu, kita belum tahu apakah persentase output produksi barang di Amerika akan jeblok lebih cepat atau lebih lambat dibanding suplai uang mereka.

Kalau Anda lihat fakta bahwa angka pengangguran di Amerika yang terus memburuk, maka cukup besar kemungkinannya bahwa sejumlah besar uang-uang QE kemarin tidak masuk ke kantong perusahaan-perusahaan yang menciptakan lapangan kerja, melainkan masuk ke kantong perusahaan-perusahaan finansial sebagai modal untuk spekulasi kembali di pasar finansial.

Faktor lain adalah kita juga tidak tahu kapan dolar-system akan ditinggalkan. Mengandalkan populasi yang sudah melewati peak credit adalah gagasan yang buruk bagi seluruh negara lain di dunia untuk mendapatkan suplai uang transaksi internasional mereka. Saat dolar-system ditinggalkan, dikombinasikan dengan proses deflasi suplai uang mereka, Anda bisa yakin kehidupan yang amat gelap akan menghampiri penduduk Amerika.

Ok, kita kembali lagi ke Republik Balon… Jadi apa yang sebaiknya dilakukan di sana? Bagaimana agar mereka tidak akan berakhir sama dengan para peniup balon di negeri-negeri beradab yang lain? Ya, agak lucu juga, langkah awal adalah mereka harus menjadikan 2 mitos uang mereka menjadi fakta.
1. Pemerintahlah yang mencetak uang.
2. Bank meminjamkan uang deposan ke debitur mereka (bukan menciptakan uang dalam bentuk kredit).

Caranya bagaimana? Apakah perlu revolusi? Jawabannya moga-moga adalah tidak. Yang diperlukan sebenarnya adalah pemahaman publik, aksi, dan perubahan aturan akuntansi.

Di artikel sebelumnya, saya menyinggung tentang social credit. Di artikel kali ini, saya ambilkan contoh gagasan reformasi moneter yang lain. Ini adalah konsep perubahan yang tengah diperjuangkan oleh AMI (American Monetary Institute). Untuk lebih detailnya, silahkan mengunjungi & membaca lebih banyak di website mereka atau coba download pamflet singkat ini terlebih dahulu.

Buku mereka, The Lost Science of Money, bisa Anda download di internet, cari saja di google (file torrent). Anda cukup mengganti kosakata Federal Reserve dengan Bank Sentral negara lain. Karena sistem semua negara kurang lebih sama, maka rencana reformasi dia bisa diterapkan di negara manapun juga.

Walaupun saya tidak 100% setuju dengan semua yang mereka rekomendasikan, tetapi setidaknya rencana reformasi mereka menunjukkan bahwa ada alternatif lain selain sistem sekarang. Berikut adalah 3 poin penting rencana mereka:

1. Posisikan Bank Sentral sebagai bagian dari pemerintah. Monetisasikan semua uang (kredit) di dalam sistem. Saat ini, saat hutang dikembalikan oleh debitur ke bank komersial, uang (kredit) itu akan menguap, hilang. Tetapi, bila semua kredit dimonetisasi, maka saat uang dikembalikan oleh debitur, uang itu masih akan ada di dalam sistem. Uang ini akan ditransfer ke sebuah rekening khusus pemerintah, karena status kredit yang disalurkan sebelumnya sudah menjadi hutang bank kepada pemerintah.

2. Hentikan hak bank komersial untuk menciptakan kredit. Tidak ada lagi fractional reserve banking. Mulai sekarang, bank hanya boleh meminjamkan uang deposan yang mereka himpun, ataupun modal mereka sendiri.

3. Bila memang diperlukan, setiap beberapa waktu, pemerintah boleh menginjeksi sejumlah uang tertentu di dalam sistem, misalnya untuk membiayai proyek infrastruktur, pertanian, pertambangan, pendidikan, ataupun kesehatan dasar. Akan ada tim di pemerintahan yang menghitung berapa uang baru yang diperlukan oleh negeri Balon itu.

Tentu, reformasi seperti ini tidak akan gampang. Detail pelaksanaannya juga masih harus dipelajari dengan panjang.

Pertanyaan yang lebih penting sekarang adalah: pemerintahan negara mana yang mau menjadi pelopor untuk mencari “gara-gara” dengan Money Master? Siapa mau mencoba?

Saya jadi teringat sebuah foto lama, foto yang hebat dan penuh makna. Foto seorang mantan presiden, yang katanya adalah diktator gagah perkasa, yang katanya adalah raja selama 32 tahun di Indonesia, yang katanya kekuasaannya ibarat pohon beringin, kokoh tak tergoyahkan, ternyata hanya bisa duduk patuh mengikuti instruksi saat menghadapi seorang agen Money Power, upline-nya di piramida kekuasaan dunia.


Sign it you goyim!

Kebetulan saja foto ini melibatkan orang kuat Indonesia. Kenyataannya, ke negara manapun Anda pergi, kalau Anda mau membuka mata, situasinya sebenarnya sama. Politisi di debt based money system pada dasarnya hanyalah pion-pion di papan catur. Semuanya berharga, tetapi bila mereka sudah tidak lagi memberikan manfaat, atau bila publik memang menuntut cukup keras, mereka tetap boleh dikorbankan. Selalu akan ada pion-pion bodoh-namun-berguna (usefull idiot) yang berikut, persis seperti yang direncanakan dalam protokol "bijak" zion.

There’s a sucker born every minute


"Welcome Sir.. Want something here? Maybe I can help"

Ok, hari ini sampai di sini. Saya tidak tahu apakah harus menganjurkan Anda untuk menyebarkan artikel ini ke teman-teman Anda atau tidak...

Kadang-kadang, saya memang agak kecewa mengapa kejadian-kejadian yang tidak penting bisa diliput dan diperbincangkan begitu banyak orang. Puluhan ribu, bahkan jutaan orang bisa bergabung di facebook membahas skandal-skandal terbaru para selebritis & politisi populer. Tetapi, di sisi lain, saya juga agak bersyukur blog ini tidak pernah ramai. Karena kalau sampai ramai, entah saya akan berurusan dengan polisi atau tidak nantinya. Hehe…

Anyway, karena mainstream media tidak akan membahas topik ini di acara tv mereka, terpaksa kita yang melakukannya sendiri. Publik benar-benar harus tahu lebih banyak tentang asal-usul uang mereka dan konsekuensi dari sistem yang ada. Biarkan mereka paham dan kemudian menentukan, apakah mereka ingin bertahan dengan sistem yang ada atau mereka mengharapkan perubahan yang lain, bukan begitu?


End note:
Saya mendukung hak pemerintah untuk mencetak uang dalam proyek pembangunan fisik dan usaha-usaha produktif, hanya itu. Bukan berarti saya mendukung semua perbuatan pemerintah di bidang yang lain. Saya, sama seperti kebanyakan orang, juga percaya institusi itu sangat tidak efisien dalam bekerja. Skala institusi itu mungkin bisa diperkecil, jumlah pegawai negeri juga demikian. Anggaran tahunan mereka (& pajak yang perlu ditarik) seharusnya masih bisa dikurangi. Biarkan lebih banyak uang publik tetap berada di tangan mereka, dan publiklah yang menentukan apa yang ingin mereka lakukan dengan uang mereka, bukannya terus-menerus dipaksa membayar semakin banyak pajak setiap tahunnya.


Selasa, 29 Juni 2010


Selangkah Lebih Dekat Ke Panggung Likuidasi

Seandainya kebijakan dari benua Republik Amerika Utara ini benar-benar diterapkan, pemerintah akan memiliki uang mereka tanpa ongkos. Mereka bisa melunasi hutang mereka dan menjadi negara bebas tanpa hutang. Mereka akan memiliki semua uang yang mereka butuhkan untuk menjalankan perdagangan. Mereka akan menjadi makmur melebihi negara manapun di dunia. Pemerintahan itu harus dihancurkan atau dia akan menghancurkan semua monarki di muka bumi.”
-Lord Goschen, 1865, mengenai uang bebas hutang Amerika, greenbacks-

Di tulisan-tulisan sebelumnya saya pernah mengatakan bahwa di dalam debt based money system, semua orang & negara adalah aset, sampai mereka tidak lagi sanggup membayar uang sewa uang, maka mereka akan berubah menjadi liabilitas.

Dan nasib liabilitas di dalam sistem ini adalah mati (seminim-minimnya, hidup dalam kelaparan).

Mungkin pertanyaan bagi kebanyakan orang adalah: Apakah tidak bisa kalau kita menyelesaikan persoalan ini dengan cara mencetak uang saja? Jawabannya adalah bisa… untuk sementara waktu, sampai akhirnya menjadi tidak bisa (kecuali yang dicetak adalah uang bukan hutang).

Sebelumnya, mari kita lihat apakah ada bedanya deflasi dengan hiperinflasi… Bayangkan ini:

Mulai suatu ketika, di sebuah negara A, mereka (pemerintah & swasta):
* Mengekspor barang senilai 100 ton emas setiap bulan.
* Mengimpor barang senilai 120 ton emas setiap bulan.

Total tabungan emas yang ada di negara A adalah 200 ton.

Dengan defisit 20 ton.bulan, semua tabungan emas di negara ini akan habis dalam 10 bulan. Mulai bulan ke-11, tidak ada cukup emas untuk menutupi semua kebutuhan mereka. Untuk menyederhanakan situasi, kita asumsikan semua barang yang perlu diimpor adalah sangat penting, tidak boleh ada yang dihilangkan. Maka pilihan mereka ada 2:

1. Mereka harus sanggup meningkatkan produksi dan mengekspor lebih banyak barang, sampai mencapai minimal 120 ton emas/bulan.
2. Kalau tidak bisa, sebagian dari mereka akan kelaparan (atau mati).

Saat ini, kita tidak lagi menggunakan emas. Kita bisa mengganti kosakata emas dengan mata uang yang lain, misalnya dolar A.

Pemerintah negara A, yang putus asa karena tidak sanggup mengimpor kekurangan barang setara 20 ton emas/bulan tadi, mulai mencetak uang (dolar A) setara 20 ton emas lebih banyak setiap bulan agar mereka bisa mengimpor barang setara 20 ton emas tadi. Uang ini, begitu dicetak, langsung dipakai untuk membeli barang dari luar.

Apa yang terjadi?

Mungkin awalnya mitra dagang negara A tidak akan menaikkan harga (dalam mata uang dolar A), karena belum benar-benar tahu apa yang sebenarnya dilakukan pemerintah negara A. Selama beberapa bulan, negara A tetap sanggup memenuhi kebutuhan mereka yang setara 120 ton emas, dengan bantuan mesin cetak.

Huuh… Pemerintah negara A pun bersyukur… “Kita berhasil melewati beberapa bulan.”

Kemudian, mitra dagang A mulai paham apa yang dilakukan A. Dolar A seharusnya tidak memiliki daya beli senilai beberapa bulan lalu, nilai dolar A seharusnya jatuh karena pemerintah A mencetak mereka tanpa modal dan berharap mendapatkan barang yang diproduksi mereka dengan susah payah. Harga dagangan mereka pun naik harga.

Sekarang, negara A harus mencetak lebih banyak uang lagi agar bisa membeli barang yang sudah naik harganya. Semakin dicetak, semakin mahal harga barang yang mereka impor. Lalu negara A pun mencetak lebih banyak lagi, dan harga pun naik lebih tinggi lagi. Ini lingkaran tak berujung.

Bila dilakukan terlalu lama, daya beli dolar A tidak akan jatuh teratur lagi, tetapi akan jatuh secara eksponensial dan kehilangan nilainya karena semua mitra dagang A sudah tidak mau berdagang lagi dengan A.

Ini ilustrasi yang disederhanakan, tapi inti dalam ilustrasi ini adalah sangat penting kalau Anda mau mengimajinasikan apa yang sebenarnya terjadi di Weimar, atau Zimbabwe, dan lainnya. Deflasi Vs Hiperinflasi.

Permasalannya ada di surplus / defisit negara itu secara keseluruhan. Weimar sudah ditakdirkan untuk bangkrut paska perjanjian Versailles. Tidak ada cukup uang di tangan rakyat Jerman untuk membayar ongkos ganti rugi perang yang dibebankan kepada mereka. Mencetak uang hanyalah cara untuk mengulur waktu, apa yang tak terhindarkan pada akhirnya tetap tak terhindarkan. Bangkrut.

Hal yang sama di Zimbabwe. Mereka mengimpor lebih banyak daripada mengekspor. Saat tidak ada lagi kekayaan setara defisit akumulatif mereka, pemerintahan mereka pun mencetak uang untuk membeli dolar dan mengimpor barang. Di akhir percobaan, uang mereka menjadi lebih murah dari tissue paper.

Ini bukan masalah mencetak uang atau tidak kawan. Dalam standard emas sempurna sekalipun, kalau sebuah negara menghabiskan semua emas mereka dan kemudian hidup defisit setiap bulan, rakyat mereka tetap akan kelaparan pada akhirnya. Ini hanya masalah waktu. Saat cukup banyak emas mengalir keluar dan tidak kembali lagi, the game is over.

Akhir dari sebuah siklus debt based money adalah deflasi. It’s the end. Tetapi waktu ini bisa ditunda sementara kalau pemerintah mau menyalakan mesin cetak. Weimar dan Zimbabwe, kalau saja mereka tidak menyalakan mesin cetak, mereka akan kelaparan lebih cepat.

Efek akhir deflasi dan hiperinflasi pada dasarnya adalah sama. Hiperinflasi adalah deflasi versi yang diperpanjang, di mana pemerintah menunda hari penghakiman dengan cara mencetak uang dan menurunkan daya beli rata-rata uang rakyat mereka. Mungkin agak rumit untuk mengukur index kemakmuran penduduk, tapi kalau bisa dibuat, hasil akhirnya akan tetap sama. Kemakmuran rata-rata penduduk di negara yang mengalami kedua hal itu akan sama… sama-sama turun.

Kalau Anda sudah membaca blog ini cukup lama, Anda tahu bahwa majikan uang dunia cepat atau lambat akan mencari cara untuk melikuidasi liabilitas, singkirkan cukup orang dan mulai lagi siklus debt based money system yang berikut.

Awalnya saya mengira proses likuidasi masih akan menggunakan cara yang paling kuno, rekayasa perang skala besar (perang dunia ke-3). Tapi kejadiaan akhir-akhir ini membuat saya khawatir mereka akan menggunakan cara yang belum pernah dicoba sebelumnya… Penghancuran ekosistem. Tentu saja, ini hanyalah kekhawatiran, saya tidak 100% yakin bencana ini adalah strategi likuidasi yang sedang direncanakan.

Saya rasa untuk pertama kalinya dalam sejarah, spesies manusia sudah menguasai cukup teknologi untuk menghancurkan sebuah planet. Di balik gelombang besar penyebaran informasi tentang rezim kriminal bankir zionis tahun-tahun ini, tragedi terbesar adalah posisi para kriminal ini sudah sedemikian dominan di dunia . Anda tidak perlu diberitahu lagi siapa yang sedang memegang kendali, siapa bos besar di hampir setiap sektor produksi dan distribusi di dunia, termasuk industri senjata/militer. Kalau dunia mengancam kekuasaan mereka cukup kuat, sulit dibayangkan apa yang bersedia mereka lakukan untuk membalas dan mempertahankan status quo dominasi mereka.

Bencana Teluk Mexico, yang katanya murni “accidental”, efeknya luar biasa mengerikan. Sebagai orang awam, saya rasa wajar kita bertanya:

1. Kalau luapan di daratan saja yang belum tentu bisa ditutupi, bagaimana caranya menutupi bocoran minyak di kedalaman 1500 meter di dasar lautan? Titik bocoran menurut beberapa berita sudah menyebar di berbagai titik di dasar laut yang topografi tanahnya sangat terjal.





Topografi Tanah Lokasi Kebocoran

2. Bagi yang menyarankan penggunaan bom nuklir untuk meledakkan tanah dan menutupi lubang semburan, apakah benar-benar gagasan yang baik untuk menyalakan peledak di dekat luapan minyak dan gas?

3. Seberapa jauh minyak akan menghalangi penguapan air laut, yang artinya menghalangi hujan di daratan? Tanpa hujan yang normal, apa akibatnya bagi prospek panen dan suplai bahan pangan?

4. Seberapa jauh pengaruh gas yang menguap sekarang, seberapa beracunnya gas ini kalau sudah tertiup dan sampai ke daratan yang penuh dengan pemukiman?

5. Berapa persen kehidupan laut yang akan punah akibat semburan minyak dan gas ini? Seberapa berbahayakah zat dispersan minyak yang saat ini digunakan BP?

6. Dan pertanyaan yang paling penting, dalam worst case scenario, seberapa lama minyak dan gas dari perut bumi ini akan meluap? Seberapa besar porsi samudera yang akan terkontaminasi semburan minyak dan gas ini? Seberapa besar efek kematian makluk yang bisa terjadi di planet ini?

Gunakan saja angka yang diberitakan saat ini, perkiraan 50 – 100 ribu barrel per hari!
100 ribu x 30 = 3 juta barrel / bulan
3 x 12 = 36 juta barrel / tahun

Moga-moga saya salah baca, katanya dalam waktu 18 bulan (2012) minyak ini sudah akan sampai di Samudra Atlantik. Amerika Selatan, Eropa dan Afrika barat akan menjadi daerah kontaminasi berikut. Sedangkan dalam jangka beberapa bulan ke depan, pemerintah Amerika sebenarnya sudah harus memulai untuk evakuasi penduduk di sekitar teluk, puluhan juta orang mungkin harus berpindah. Bila tidak dilakukan, resiko gangguan kesehatan penduduk di sana akibat udara dan hujan beracun akan sangat serius.

Pertanyaannya… Pengungsi mau pindah ke mana? Kerja di mana? Makan apa?



Sebenarnya, tanpa kejadian ini pun, manusia perlu khawatir akan harga minyak. Dengan kejadian ini, prospek harga minyak menjadi benar-benar mengkhawatirkan. Pengeboran minyak di lautan sudah pasti akan diperketat, padahal dunia membutuhkan semakin banyak minyak.

PEAK OIL

Teori mengenai Peak Oil pertama kali dikemukakan oleh seorang geolog dari Amerika, Hubbert Peak, pada pertengahan 1950-an. Menurut dia, bila kita sudah mulai memompa setengah dari sumur sebuah minyak, kecepatan pompa akan menurun dan output produksi akan turun setelahnya.

Menurut para geolog minyak, bila tidak ada penemuan minyak dalam jumlah besar di tahun-tahun mendatang, dunia akan segera mencapai kapasitas puncak produksi minyak. Mereka mengatakan bahwa puncak produksi minyak akan terjadi antara 2005 - 2012.



Perkiraan Produksi Minyak Dunia

Bagi Anda yang belum mendengar tentang peak oil dan konsekwensinya, coba bayangkan ini…

Keseluruhan kegiatan di planet ini membutuhkan energi. Zaman dan level peradaban sebuah populasi juga berbanding lurus dengan energi yang mereka konsumsi. Kalau bukan karena minyak, sejarah abad 19 & 20 tentunya akan sama sekali berbeda. Bisa Anda bayangkan kita masih menggunakan sepeda dan kuda sebagai transport? Bisa Anda bayangkan kalau manusia masih mengandalkan batubara dan kayu bakar? Berapa persen orang yang bisa menikmati listrik? Berapa daya produksi mesin dan output barang / jasa di dunia? Berapa total populasi dunia sekarang kalau bukan karena revolusi sumber energi?

Sekarang bayangkan ini… Bagaimana kalau output produksi minyak akan memuncak di tahun-tahun ini dan kemudian turun… dan turun… Apa akibatnya bagi peradaban manusia dan jumlah penduduk?


Penduduk bertambah seiring dengan produksi minyak

Kalau suplai sumber energi berkurang, cepat atau lambat penduduk akan berkurang. Tetapi… Siapa orang yang mau masuk statistik penduduk yang berkurang itu? Nobody wants to die… Kondisi bagaimana yang bisa memaksa penduduk bumi turun ke level 5 milyar, 4 milyar, 3 milyar, atau 1 milyar??

Note:
Mungkin juga sebenarnya ada penemuan lainnya yang belum dikembangkan, mungkin tanpa minyak manusia malahan bisa menemukan sumber energi yang bahkan lebih murah dan hebat… Ada yang mengatakan bahwa Nikola Tesla sudah menemukan cara mengalirkan listrik dengan biaya amat murah pada abad yang lalu, tetapi penemuan ini tidak pernah direalisasikan karena dihalangi oleh bos industri minyak. Bagaimana caranya menghalangi? Jangan pinjamkan proyek ini uang! Pemilik bank-bank besar dan bos minyak di Amerika orangnya ya itu-itu saja (baca sejarah dinasti Rothschild).


Kembali ke isu minyak. Dengan status quo, di mana minyak adalah sumber energi paling penting di dunia. Seiring dengan memuncaknya produksi minyak, memuncak juga level peradaban dan populasi manusia. Tanpa menyelesaikan masalah suplai energi, dekade-dekade ke depan akan menjadi dekade pembantaian kehidupan yang tak terbayangkan. Harga minyak akan melambung tinggi, hanya orang / negara yang paling kaya saja yang akan tercukupi kebutuhan minyaknya.



Saya bukan sedang menulis novel konspirasi kawan. Peak Oil adalah isu yang sangat-sangat serius. Bila dikombinasikan dengan fakta bahwa kemampuan manusia (terutama di US & Eropa) untuk membayar ongkos sewa uang dalam debt based money system saat ini sudah di ambang limit, adalah kesimpulan yang wajar untuk mengatakan sejumlah manusia di dunia tinggal menunggu waktu untuk menghadapi proses likuidasi liabilitas di dalam sistem.

Panggung menuju likuidasi besar sedang dipersiapkan, dan kalau beberapa bom nuklir bisa dilempar ke Iran & Israel menjelang 2012, maka panggung likuidasi ini benar-benar akan menjadi sempurna. Mungkin film 2012 versi Hollywood kemarin tidak akan tampak terlalu fiktif lagi…

Catatan lainnya, hari-hari ini kita sering medengar kata austerity (hidup hemat) dari pertemuan G20. Apa yang sebenarnya mereka maksudkan?

Semua uang adalah hutang. Saat rakyat mereka tidak sanggup membayar hutang dan gagal bayar atas kredit mereka, bank pun menderita kerugian. Lalu kerugian ini ditomboki oleh pemerintah dengan menaikkan hutang pemerintah*. Sekarang, bahkan pemerintah mereka pun gak sanggup melanjutkan operasional mereka. Penerimaan mereka (terutama dari pajak) tidak sanggup menutupi semua pengeluaran mereka: pembayaran gaji, biaya pembangunan proyek, pembayaran pensiunan, pembayaran cicilan hutang, dll.

* Yang dinaikkan pemerintah adalah hutang. Pemerintah tidak mencetak uang (printing money), mereka tidak berhak melakukannya! Yang mereka cetak adalah bond (surat hutang). Masalah siapa yang beli, apakah dana dari sektor swasta atau bank sentral adalah isu yang lain.

Maka di ambang kebangkrutan ini, pemerintah mereka pun angkat tangan, dan melancarkan slogan baru. “Mari Hidup Hemat*.” Ini nantinya akan berujung ke PHK besar-besaran pegawai negeri dan penghentian sejumlah besar proyek infrastruktur. Tentu saja, program bailout perbankan akan tetap berlanjut, bonus dan gaji aduhai para bankir akan tetap berlanjut. Manusia-manusia penting ini tidak termasuk dalam paket austerity.

* Hemat seharusnya adalah sebuah pilihan. Artinya, kalau Anda punya uang, dan Anda memilih untuk menggunakannya dengan lebih hati-hati / tidak sembarangan, itu namanya hemat. Tetapi, paket “austerity” yang sedang dislogankan G20 ini, mereka tidak memilih demikian, mereka terpaksa untuk hidup demikian. Tidak ada uang lagi, mereka sudah bangkrut. Ini bukan hemat namanya!

Bila G20 benar-benar serius melaksanakan program "penghematan" ini, bulan-bulan dan tahun-tahun ke depan akan menjadi era deflasi besar. Banyak orang akan jatuh miskin.

Dan pertanyaan yang paling penting bagi semua orang, akankah krisis ini diakhiri dengan terbukanya mata orang, bahwa pemerintah pada dasarnya tidak wajib meminjam, dan suplai uang sebenarnya tidak harus muncul dalam bentuk hutang berbunga?

Printing money tidaklah seburuk seperti yang sering dituduhkan orang, yang selalu mengaitkannya dengan isu hiperinflasi. Sangat berbeda ketika negara mencetak uang untuk melanjutkan proyek pembangunan, atau untuk membiayai proyek produktif misalnya pertanian atau pertambangan mereka, dibanding mencetak uang hanya untuk membayar kebutuhan konsumsi. Ini sangat berbeda.

Seandainya negara A pada contoh di depan bisa mencetak cukup dolar A tambahan dan uang itu memang dipakai untuk menaikkan produksi di dalam negeri, membantu seluruh negeri agar bisa mengekspor barang setara minimal 120 ton emas/bulan, maka printing money justru akan menjadi solusi, bukan masalah.

Di bawah ini ada sebuah website, berisi beberapa buku yang sebagian juga ditulis oleh Louis Even (baca dongeng: Mitos Uang). Isinya tentang metode social credit sebagai uang. Tulisan-tulisan semacam ini, dan metode lain yang juga ada (Anda bisa mencarinya di internet), adalah untuk menunjukkan bahwa gagasan-gagasan lain tentang metode penciptaan uang adalah tersedia. Sistem bankers debt based money system seperti yang sedang kita praktekkan bukanlah opsi satu-satunya di dunia.

Austerity” program… Atau mungkin lebih tepatnya Poverty program, sebenarnya bisa dihindari.

Silahkan membaca dan memikirkannya…
www.michaeljournal.org

Minggu, 16 Mei 2010


All Slaves Are Not Equal

Di bawah ini adalah angka-angka keuangan 2001-2010 yang direkap dari 2 website pemerintah. Kita asumsikan saja tidak ada angka off-balanced sheet seperti yang dilakukan oleh negara-negara barat. Angka-angka tersebut dalam satuan trilyun rupiah.

www.fiskal.depkeu.go.id
www.dmo.or.id

Sayang tidak ada data yang lebih lama, kalau bisa diambil sejak tahun 1945, tentunya akan sangat informatif.

Dan juga tabel rasio pembayaran beberapa negara barat yang direkap dari website Michael Pollaro


Hari ini kita abaikan saja isu hak pemerintah untuk mencetak uang, kita ikuti saja sistem yang ada dan kita lihat siapa yang lebih baik dari beberapa budak uang di dunia.




Beberapa grafik dari angka-angka di atas:



GDP adalah angka produksi barang dan jasa di sebuah negara, gabungan dari sektor swasta dan pemerintah, ditambah gross investment dan selisih ekspor-import.


Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap GDP Indonesia kurang lebih adalah sebesar 20%.


Kalau Anda menganggap pemerintah sebagai sebuah korporasi, maka sebenarnya harus diakui rasio finansial mereka memang terus membaik.


Rasio pendapatan / pengeluaran di atas 1, artinya pemerintah setiap tahun ada surplus (tabungan). Di bawah 1 artinya setiap tahun defisit (berhutang). 10 tahun terakhir selalu defisit.

Rasio hutang / pendapatan menunjukkan berapa besar ungkitan (leverage) mereka. Semakin besar angkanya, semakin lama hutang harus dibayarkan dari pendapatan tahunan mereka.


Dan di bawah ini adalah alasan utama mengapa rasio hutang / pendapatan pemerintah kita terus membaik secara sangat impresif.



Korporasi biasa harus menjual produk atau jasa tertentu untuk mendapatkan pendapatan, sedangkan kalau pada negara, komponen utama penerimaan mereka adalah pajak, alias uang dari kantong-kantong kita. Apakah Anda terkesan dengan prestasi ini adalah tergantung cara pandang Anda. Anda boleh menganggap hal ini sebagai hal yang baik ataupun tidak baik. It's your choice.


Mengenai pendapatan non pajak di atas, terutama adalah terdiri dari pembagian laba BUMN dan juga pembagian uang SDA (sumber daya alam) negara.


Dan di bawah ini, perbandingan antara PIIGS, Amerika, dan Indonesia. Gunakan imajinasi Anda untuk memahami makna angka-angka ini. Kalau kita memiliki logika berpikir yang sama, saya percaya kita akan sampai ke kesimpulan yang sama, yaitu situasi keuangan Indonesia jauh lebih baik dibanding siapapun dari mereka.

Dan menarik juga untuk diperhatikan, keadaan Amerika sama sekali tidak lebih baik daripada the PIIGS. Jadi agak lucu juga melihat situasi panik Eropa akhir-akhir direspon oleh pasar dengan cara membeli USD, padahal Amerika pun setali tiga uang dengan mereka, kalau bukan lebih buruk.




Walaupun sama-sama debt slaves, tetapi tampaknya setiap orang tetap berbeda status. Kalau saja Indonesia yang memiliki rasio-rasio keuangan seperti itu, tidak bisa dibayangkan nasib rupiah dan pasar saham kita.


Dan seandainya saja Amerika hari ini memiliki rasio keuangan seperti Indonesia, saya curiga lembaga rating dunia pun harus segera menciptakan rating yang bahkan lebih tinggi dibanding AAA. Hehe..

Sabtu, 08 Mei 2010


The Holy Pyramid


System owner:



Puppet who win Oscar:



System protector & those unholy slaves who pay for all the money (DEBT) inside the holy pyramid:

Kamis, 15 April 2010


Raja-Raja Di Rimba-Raya

Suatu ketika, hiduplah sekelompok manusia di sebuah daerah tak dikenal. Ada berbagai jenis suku, muda, tua, pria, & wanita. Seperti biasa, di masyarakat ini, berlaku juga hukum rimba. Siapa lebih kuat, merekalah yang berkuasa. Dan munculnya sebuah kelompok yang lebih kuat daripada yang lain.

Kelompok ini sangat beringas, kuat, dan tanpa kompromi. Semua tanah diklaim sebagai milik mereka. Siapapun yang hidup di area mereka, harus membayar upeti kepada mereka. Mereka menyebut diri mereka pemerintah, yang dipimpin oleh seorang Raja.

Unit transaksi (uang) ditentukan oleh mereka. Mereka menambang material logam tertentu dan kemudian mencetak uang dengan nilai di atas ongkos material logam itu. Material ini tahan lama, gampang dihitung, dan bisa dibuat dalam bentuk dan berat yang standar.

Sang penguasa menyebut uang mereka dengan nama rupis. Kalau ongkos mencetak 1 koin adalah 100 rupis, maka setiap koin bisa dicetak dan diedarkan dengah nilai 150 rupis. Selisihnya adalah untuk keuntungan pemerintah (seigniorage).

Petani, peternak, nelayan, dan para produsen kebutuhan pokok harus menyetor sejumlah hasil panen mereka ke pemerintah setiap beberapa bulan, dan sebagai gantinya mereka akan mendapatkan sejumlah koin (uang) tertentu dari pemerintah, yang sebagiannya akan berakhir kembali ke tangan pemerintah dalam bentuk pajak.

Menolak mengikuti aturan ini, maka mereka akan diusir dari wilayah itu. You are either with me... or against me!

Pemerintahan tentunya tidak sepenuhnya adalah parasit bagi warganya. Semakin lama, semakin banyak suplai pangan dan kekayaan yang mereka himpun dari warga mereka. Mereka kemudian membangun pasukan yang lebih besar, menarik lebih banyak prajurit dari warganya, dan menghidupi mereka. Juga ada lebih banyak pegawai negeri, orang-orang yang dibayar untuk menjalankan pekerjaan administrasi dan pelayanan bagi publik.

Populasi ini sedang membangun peradaban.

Secara umum, warga tidak keberatan membayar sedikit pajak, selama mereka masih bisa mencari nafkah secara relatif bebas di masyarakat, dan bisa hidup tentram bersama keluarga mereka.

Waktu pun berlalu… Sebagian orang bertransaksi dan berdagang lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Ada yang berhasil mengumpulkan lebih banyak uang, ada yang mengumpulkan lebih sedikit uang, dan ada juga yang kurang beruntung, yang berakhir sebagai fakir miskin.

Populasi terus bertambah, permintaan terhadap uang pun demikian. Suatu ketika, pemerintah pun mulai kesulitan memasok semua uang yang diinginkan oleh rakyatnya. Mereka menimbang-nimbang beberapa solusi: merampas uang negeri tetangga mereka, atau memilih cara yang lebih damai, campurkan logam yang lebih murah di koin-koin uang baru mereka.

Mereka memutuskan untuk memilih jalan pertama, maka berangkatlah pasukan mereka ke negeri tetangga. Mereka merampas semua barang berharga yang ada di sana, membunuh siapapun yang melawan, memperbudak anak-anak mereka, memperkosa wanita-wanita musuh mereka, mengambil alih tanah mereka, dan tentu saja, koin-koin uang mereka.

Perang dan perang, sampai mereka merasa wilayah yang sudah bisa dirampas sudah habis, ataupun karena tidak berani menantang negeri lain yang tampaknya lebih kuat dari mereka, barulah mereka mengakhiri perang mereka.

Setiap kali pulang perang, mereka membawa bertumpuk-tumpuk koin uang milik musuh mereka, dan menghamburkannya untuk berpesta-raya di negeri mereka. Di bulan-bulan itu, uang beredar sangat tinggi, dan harga berbagai komoditi dagangan pun naik.

Sebaliknya, kalau kalah perang, dan mereka sendirilah yang dirampok oleh negeri lain, maka suplai uang pun jatuh, dan harga berbagai komoditas pun ikut terpaksa ikut turun.

Logam sebagai uang tampaknya tidak sanggup juga melawan hukum inflasi dan deflasi…

Tahun silih berganti, kembali lagi pasokan logam sulit memenuhi keinginan populasi mereka. Maka pemerintah pun memilih cara berikut. Mereka mencampur logam lain yang lebih murah dengan logam sebelumnya yang lebih berharga. Dan dengan demikian mereka bisa menciptakan lebih banyak koin dari materi logam mahal yang sama.

Ini dinamakan devaluasi…

Tidak masalah, solusi ini bekerja relatif baik. Tidak semua warga terima, tapi tidak ada yang bisa dilakukan. Ingat, either with them or against them…

Sejumlah waktu berlalu, saat semua orang menyadari kandungan logam uang mereka sudah menurun nilainya, padahal nilai muka uangnya masih sama, mereka pun meminta lebih mahal barang dagangan mereka. Harga kembali naik, dan lagi-lagi pemerintah dipusingkan dengan hal yang sama, pasokan logam untuk menciptakan uang kembali kalah cepat dibanding keinginan publik mereka.

Maka sang Raja pun menempuh cara terakhir, mereka menggunakan logam murah sebagai uang dan mencetak mereka dengan nilai muka sama seperti uang yang menggunakan logam mahal. Cara ini berhasil membeli waktu bagi mereka, setidaknya untuk beberapa belas tahun ke depan.

Setelah itu, inflasi kembali naik tinggi, harga melambung tak terkendali, dan warga pun mulai bergejolak.

Devaluasi tidak mungkin lagi dilakukan, material logam yang dipakai tidak mungkin bisa lebih murah lagi dalam koin-koin versi terakhir, dan produksi tambang-tambang baru belum sanggup mengejar permintaan. Selama seratus tahun lebih, ekonomi ambruk, aktifitas populasi tidak berkembang, dan peradaban bergerak mundur. Penyakit, perang lokal, dan musibah-musibah bermunculan. Banyak yang mati dalam era kegelapan ini.

Suatu ketika, datanglah seorang bankir suku Semot, Tuan Rokiburger, menghadap sang Raja pemerintahan ini dan menawarkan sebuah solusi kepadanya.

Bankir ini berasal dari keluarga yang sudah turun-temurun bergerak di usaha peminjaman uang (lintah darat). Konon, akumulasi kekayaan keluarganya, koin-koin uang dan perhiasan yang telah ditimbun di gudang rahasia mereka, tidak akan habis difoya-foyakan dalam 20 turunan.

Rokiburger bersedia meminjamkan uang kepada pemerintah, dan sebagai gantinya dia ingin agar mulai sekarang hak pengadaan suplai uang di negeri ini dialihkan kepadanya.

Filsafat yang diajarkan leluhur bankir ini anak-anaknya adalah:
"Biarkan saya yang mengendalikan suplai uang sebuah negara, dan saya tidak perlu peduli siapa yang membuat hukumnya."

Sang Raja muda ini, yang tidak mewarisi semangat rimba leluhurnya, bukannya membunuh sang bankir dan merampas uangnya, justru mengangguk setuju dengan gagasan ini. Dan mulai sekarang, diam-diam sang bankir inilah yang menjadi pemasok uang di negeri ini.

Pemerintah masih memegang bisnis pertambangan logam uang, tetapi distribusinya adalah lewat bank-bank milik Rokiburger.

Bankir ini membuka ratusan bank-bank baru di seantero negeri ini. Semua orang bebas menabung dan meminjam uang di sana. Siapapun bisa mendapatkan uang di sana, setelah menandatangani surat perjanjian peminjaman uang tentunya.

Semua orang boleh meminjam, bila mereka setuju membayar lebih banyak daripada yang mereka dapatkan.

Pemerintah sendiri, setelah mendapat pinjaman uang dari sang bankir, kembali beroperasi seperti biasanya.

Bankir ini meminjamkan sejumlah besar uang kepada sang Raja, dan merekomendasikan berbagai jenis proyek, besar dan kecil, penting ataupun tidak penting, yang dibiayai oleh hutang kepadanya, sekali-kali juga menghasut sang Raja agar dia menyerang beberapa negeri tetangga yang lebih kecil yang terkenal kaya sumber daya alam dan wanita cantiknya. Bayarnya boleh pelan-pelan katanya.

Resiko gagal bayar sebenarnya tidak terlalu besar, bagaimanapun Raja masih berhak menagih pajak kepada rakyatnya. Memang lebih menguntungkan dan tidak banyak pusing meminjamkan uang kepada pemerintah secara grosir daripada kepada rakyat jelata secara retail.

Bergenerasi-generasi berlalu, dan peradaban pun berkembang lebih maju. Hanya sekarang sang bankir sendiri menghadapi masalah yang dihadapi sang Raja beberapa generasi sebelumnya.

Suplai uang kalah cepat dibanding permintaan terhadap uang.

Semua orang harus membayar lebih daripada yang mereka minta. Puluhan tahun waktu telah berlalu, bunga yang terus dibungakan, kecepatan pertambahan suplai fisik mata uang tidak lagi bisa mengimbangi volume uang yang diperlukan sistem hutang dan bunga ini (debt based money).

Dalam beberapa generasi ini, semua uang yang eksis telah berubah menjadi pembayaran bunga hutang di dalam sistem. Bunga hutang konsumen, bunga hutang pemerintah, semuanya berpindah tangan ke kantong bank Rokiburger. Suplai uang sekarang hanyalah uang-uang yang disewakan (dipinjamkan) kembali oleh sang bankir kepada seluruh populasi itu.

Sistem ini begitu menguntungkan bagi sang bankir, dan dia tidak akan membiarkan sistem ini ambruk hanya karena suplai fisik uang yang tidak lagi mencukupi. Masalah ini terlalu sepele untuk dijadikan sebagai alasan ambruknya sistem mega-profit ini.

Sekarang, daripada meminjam dan menggunakan uang logam sebagai uang, bankir ini mengajarkan kepada seluruh populasi bahwa mereka boleh menggunakan uang baru yang lebih modern, uang kertas.

Nilai uang kertas ini sama dengan uang logam yang ada di rekening bank mereka. Logam senilai 100 rupis adalah setara dengan uang kertas 100 rupis. Setiap lembaran uang kertas akan dibacking oleh logam yang sama yang ada di berangkas raksasa bank Rokiburger.

Semua uang adalah fiat.

Yang sedang berkuasa mengatakan inilah uang, maka inilah uang. Titik. You are either with me… or against me!

Tidak benar-benar masalah bagi si bankir apa yang digunakan sebagai uang. Yang penting dari uang adalah kekuasaan yang bisa didapat dengan memilikinya.

Sekarang, masalah selesai lagi untuk sementara. Bankir tidak lagi perlu sibuk memenuhi kebutuhan uang logam yang diperlukan sistem debt based money ini.

Selama beberapa dekade berikut, peradaban berkembang semakin modern, industri dan teknologi maju terus ditemukan, dan standar hidup populasi ini pun jauh lebih baik.

Suatu ketika, karena uang kertas yang beredar sudah jauh lebih banyak dari uang logam yang ada, dan juga karena harga tambang logam sendiri sudah lebih mahal dibanding nilai muka (face value) uang logam itu, maka sang bankir pun mengumumkan bahwa semua uang logam harus ditarik kembali dan tidak boleh lagi beredar.

Nilai muka uang logam harus diubah (dinaikkan), atau solusi yang lain, logam bukan lagi uang. Untuk jalan singkatnya, sang bankir memilih jalan kedua. Logam sebagai uang adalah sejarah.

Kemajuan zaman memberikan alternatif lain kepada sang bankir. Uang kertas akan dikombinasikan dengan uang elektronik di rekening perbankan. Kalau memang bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit…

Masa transisi psikologi massa dalam proses ini sama saja seperti ketika mengganti uang logam ke uang kertas. Di tahun-tahun berikut, keluarga Rokiburger juga merencanakan untuk mengganti semua uang kertas ke medium elektronik, cukup dengan sebuah kartu chip di dompet sudah cukup untuk melakukan semua transaksi pembayaran.

Mulai era ini, tidak akan pernah ada lagi masalah suplai fisik uang yang tidak cukup. Masalah ini sudah terpecahkan selama-lamanya. Satu-satunya hal yang akan menggoncang sistem debt based money Rokiburger ini adalah kalau tidak cukup orang yang meminjam uang (kredit). Tanpa hutang baru, balon suplai uang di tangan warga negeri ini akan mengempes, dan peradaban akan bergerak mundur, dengan segala resiko-resikonya.

Mengenai keluarga Rokiburger ini, sejak kakek buyutnya mendapatkan hak suplai uang di negeri ini, segalanya berubah… Berubah ke arah yang lebih spektakuler.

Bunga uang yang disewakan ke populasi adalah satu hal, kontrol kepada siapa uang disewakan adalah hal yang lain. Setiap arena dan industri selalu ada kompetisi, tapi siapa yang memiliki akses kredit akan lebih cepat mengekspansi usahanya daripada yang tidak, dan keluarga Rokiburger tahu pasti hal ini.

Rokiburger pun bermitra dengan beberapa ratus partnernya yang hampir semuanya dari suku Semot, dengan perkecualian beberapa pengikut setia dari suku lain yang ikut serta dalam rencana besar mereka, Global Domination.

Slogan favorit mereka:
Siapa mengendalikan bahan pangan, dia yang mengendalikan manusia.
Siapa mengendalikan minyak, dia yang mengendalikan benua.
Siapa mengendalikan uang, dia yang mengendalikan dunia.

Dalam waktu beberapa generasi, selisih skala bisnis perkumpulan mereka dengan kompetitor-kompetitornya semakin lama semakin besar. Mereka mendominasi industri-industri penting seperti pertambangan, benih pertanian, pengeboran minyak dan gas, perbankan, asuransi, farmasi, pendidikan, manufaktur senjata, dan media informasi.

Sektor-sektor yang sebelumnya harus memprioritaskan kepentingan publik seperti pasokan listrik, air bersih, dan telekomunikasi, perlahan-lahan diprivatisasikan, dijual ke perusahaan-perusahaan besar milik salah satu dari perkumpulan elit Rokiburger dan mitranya.

Sejak lahir, dari bayi sampai meninggal di hari tua, apapun yang publik lakukan, mereka secara langsung atau tidak harus membayar kepada tuan Rokiburger dan teman-temannya.

Waktu kecil harus disuntik vaksin, katanya bisa mencegah penyakit. Tapi entah kenapa, bayi-bayi modern tampaknya tidak lebih kuat dibanding generasi sebelumnya. Setelah masuk sekolah, selama belasan tahun ke depan harus membaca buku dan mempelajari kurikulum yang telah dirancang oleh para “ahli” di bidangnya.

Setelah otak, pola pikir, dan perilaku setiap warganya selesai diprogram selama belasan tahun di institusi “pendidikan,” mulailah era di mana mereka akan memberikan kontribusi di dalam sistem ini. Saatnya membayar kredit uang kuliah, kredit sepeda motor, kredit mobil, kredit rumah, kredit usaha, dan kredit-kredit lainnya.

Kalau mau makan, makanan akan berasal dari panen petani yang menanam benih hibrida produksi perusahaan mereka. Kalau mau isi minyak, minyak akan berasal dari pabrik penyulingan minyak multinasional mereka.

Dan yang lain, biaya pengobatan bagi semakin banyak orang yang mulai terjangkit penyakit modern: autisme, diabetes, kanker usus, kanker rahim, dan kanker-kanker mengerikan yang lain. Bagi sebagian orang malang yang terjangkit penyakit permanen, seumur hidup mereka akan bekerja membayar perusahaan farmasi.

Di dunia kerja, setiap kali menerima gaji, generasi ini juga membayar pajak penghasilan. Bagus, setiap warga telah berkontribusi bagi pembangunan. Yang tidak mau membayar tentu saja tidak peduli kepada bangsa, tidak peduli kepada kaum papa.

Tidak masalah kalau 30% pengeluaran pemerintah dipakai untuk membayar surat hutang mereka. Tidak masalah kalau politisi menghamburkan uang dalam proyek yang luar biasa mubazir. Tidak masalah kalau sebagian uang yang dipinjam pemerintah pada dasarnya tidak perlu dimulai. Tidak masalah kalau sejumlah pengeluaran sebenarnya bisa dihemat hanya dengan mencabut hak penciptaan uang Rokiburger. Zaman di mana materi pembuat uang tidak cukup sudah lama berlalu.

Pernah suatu ketika, pemerintah mereka menghabiskan 100 trilyun rupis untuk membangun jembatan penghubung 2 pulau. 100 trilyun for God sake! Jembatan ini akan menjadi simbol keberhasilan pembangunan katanya. Tanpa diskusi, tanpa debat. Mereka memutuskan demikian, maka demikian. Warga negeri ini akan dipajaki 100 trilyun tambahan demi simbol ini. Dan ada ratusan proyek lainnya yang sedang para politisi bayangkan, semuanya tidak perlu minta izin publik. Tugas rakyat hanyalah membayar.

Selesai membayar pajak, pekerja perlu membayar iuran jaminan hari tua. Katanya uang itu adalah investasi dan akan dikelola oleh para ahli keuangan. Dalam praktek, sejumlah uang hasil jerih payah itu dipakai untuk membeli unit-unit investasi yang dijual oleh perusahaan-perusahaan finansial Rokiburger juga. Manager dan pimpinan perusahaan finansial itu segera mendapat bonus aduhai tahunan atas penjualan perusahaan mereka. Bonusnya short term, bayar sekarang, right here, right now! Manfaat para pekerja yang membayar, slogannya, invest for the long term….. Bayangkan masa tuamu… Bayangkan… Bayangkan…

Pemerintah, setelah beberapa generasi berlalu, telah berubah sistemnya dari sebuah kerajaan menjadi sistem yang dinamakan demokrasi. Raja lemah dan goblok sebelumnya tidak lagi sanggup mempertahankan kekuasaannya di rimba-raya ini. Leluhurnya pasti sedang menangis di neraka.

Suara rakyat katanya adalah suara Tuhan, maka setiap beberapa tahun negeri ini akan menhabiskan puluhan trilyun rupis uang pajak warganya untuk memilih beberapa ratus politisi yang paling mereka idolakan.

Semua orang mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Rakyat mendapatkan sebuah negara, sebuah tempat di mana mereka bisa mencari nafkah dan berkeluarga, dengan ongkos membayar beberapa jenis pajak, membayar ongkos sewa uang, dan menuruti semua peraturan dan undang-undang yang ada.

Politisi, militan, dan petugas kejaksaan mendapatkan kekuasaan, gaji tinggi, kesempatan untuk korupsi, rasa hormat dan rasa takut dari rakyat kepada mereka.

Bankir mendapatkan keuntungan dengan memasok uang ke seluruh negeri, dan bersama geng-gengnya mendominasi semua sektor penting perekonomian yang ada.

Semuanya relatif bahagia, kehidupan tidak mungkin bisa lebih baik lagi.

Kecuali saat tibanya beban hutang yang tidak lagi sanggup dibayar. Suatu waktu setiap beberapa dekade, selalu muncul resesi di negeri ini. Banyak sekali keluarga yang memiliki beban pengeluaran yang tak lagi sanggup ditangani.

Dari hanya bapak yang bekerja menjadi ibu yang juga bekerja, dari 1 set penerimaan menjadi 2 set penerimaan, tetapi tetap saja pengeluaran sudah lebih besar dari penerimaan.

Semakin banyak orang meminta tolong kepada pemerintah, bagaimanapun politisi tidak dipilih untuk menerima gaji buta. Dan solusinya selalu adalah pajak yang dinaikkan kepada komponen rakyat yang masih sanggup membayar. Katanya telah terjadi kesenjangan antara kaum yang punya dengan kaum yang tidak.

Di lain kesempatan, pemerintah mengatakan bahwa subsidi listrik dan air harus dikurangi, karena telah dinikmati oleh orang yang salah. Sebagai gantinya, mereka akan memberikan sedikit uang kepada kaum tidak punya.

Dalam waktu singkat, harga berbagai barang pun ikut naik. Bagaimanapun, biaya tinggi dan pajak yang lebih besar tetap harus dibebankan oleh pedagang kepada pembeli mereka. Solusi populer para politisi pada akhirnya hanya membawa kondisi masyarakat ke masa sebelum ada solusi.

Semakin sering rakyat meminta tolong kepada politisi, semakin banyak masalah susulan yang mereka terima. Namun, ini tentu saja tidak akan menghalangi mereka untuk terus mencoba.

Dari generasi ke generasi, semakin lama semakin banyak aturan dan undang-undang. Hak manusia semakin lama semakin terbatas, pajak semakin lama semakin tinggi, dan kekuasaan negara semakin lama semakin dominan.

Tetapi, mayoritas publik memang menginginkannya, tirani lebih baik daripada kekacauan.

Orang-orang yang katanya paranoid berimajinasi akankah tiba sebuah era di masa mendatang di mana orang-orang yang bekerja di sektor swasta akan lebih sedikit dibanding orang-orang yang bekerja untuk pemerintah. Masalah sosial muncul sedemikian banyaknya sehingga pegawai pemerintah harus terus ditambah.

Namun, tidak ada perubahan penting apapun yang terjadi. Hari berganti hari, tahun berganti tahun, setiap orang sibuk memikirkan urusan pribadi mereka, sibuk memikirkan periuk nasi keluarga mereka. Lagian, ada terlalu banyak hal menarik lainnya untuk diperhatikan.

Ada partai-partai politik yang sedang berselisih, ada skandal erotis para selebriti, ada big match sepak bola, basket, dan golf, ada debat-debatan para ekonom mengenai strategi mensejahterakan negeri, ada tragedi pembunuhan dan kekerasan rumah tangga, ada demonstrasi para homoseksual atas hak-hak mereka, dan skandal-skandal para rohoniwan yang seharusnya religius, dan masalah-masalah lainnya.

Tidak ada waktu untuk memikirkan masalah, dan memang tidak lagi mungkin mencapai kesepakatan kalau sudah lebih dari 10 orang bertemu. Semua orang menyampaikan gagasan versi masing-masing, semua orang membela kepentingan kelompok masing-masing. Bagaimanapun semua orang harus makan, bukan begitu?

Rokiburger dan mitra-mitra elitnya, tidak akan ambil pusing dengan berbagai masalah sosial ekonomi yang ada. Apapun boleh diperdebatkan, siapapun boleh jadi presiden, asalkan jangan mengambil hak penciptaan uang dari mereka.

Kalau memang kondisi sedemikian buruk dan rakyat menuntut cukup keras agar pemerintahan yang sedang berkuasa untuk turun, maka itulah yang akan terjadi. Rokiburger dan rekan-rekannya harus menginvestasikan uangnya lagi untuk mempromosikan dan menyogok sekumpulan politisi yang lain, membentuk tim pemerintahan yang baru. Tidak masalah, uang investasi ini akan kembali.

Orang-orang yang menyinggung persoalan ini, seperti biasa, akan diabaikan. Dan kalau tidak bisa diabaikan, maka segera akan ada serangan para “ahli” dan media akan penjelasan moroniknya. Keraguan pun muncul, bagaimanapun, mana mungkin pendapat para nobody ini bisa lebih dipercaya dibanding para guru besar dan staf ahli yang hari-hari muncul di tv dan koran?

Adam Smith, Karl Max, Ludwig Von Mises, Their way… or no way

Untungnya, belum ada bukti pakar ekonomi lebih waras atau lebih berhasil dalam kehidupan dibanding yang lain.

Apapun yang muncul di kurikulum nasional dianggap benar, apapun yang dicetak oleh penerbit dan koran besar dianggap benar, apapun yang dilaporkan sebagai fakta di tv pastilah benar. Siapalah yang bisa menyalahkan orang-orang yang percaya? Media besar mewakili kredibilitas.

Selain sekolah, hanya medialah tempat melancarkan mind control dan social engineering. Itulah sebabnya, kemanapun orang pergi di negeri ini, semua media utama selalu dikuasai oleh Rokiburger dan mitra-mitranya.

Di daerah-daerah tertentu, malang bagi sebagian orang yang mengkritik sistem ini, mereka bisa ditangkap dan dipenjarakan atas tuduhan anti-Semot. Setiap kali mereka menyebut Rokiburger dan teman-temannya sedang berkomplot untuk mendominasi setiap sektor industri secara tidak adil, orang-orang ini akan dicap sebagai ekstrimis rasialis oleh media dan lembaga pengadilan.

Sekali-kali, akan ada politisi yang ikut membicarakan mereka. Tapi satu-satunya persamaan di antara mereka adalah karier politik mereka tidak berjalan sukses. Pernah seorang presiden mencoba membelot dan melawan Rokiburger, tetapi sayang sekali tidak lama kemudian dia mati tertembak dalam salah satu konvoi di jalanan.

Sampai suatu ketika, saat semua orang, termasuk pemerintah, tampaknya benar-benar sudah jatuh miskin, semua politisi akhirnya bersama-sama mencoba mengancam Rokiburger. Surat hutang negara sudah tidak laku, tapi anggaran belanja tidak bisa lagi dikurangi, jadi bank Rokiburger harus membeli semua surat hutang baru itu.

Setidaknya ini sebuah kompromi kata mereka. Mereka bisa saja mencabut sama sekali hak Rokiburger untuk mensuplai uang, mengembalikan hak penciptaan uang kepada negara (kembali ke awal rimba-raya), tetapi mereka masih baik hati membiarkannya.

Rokiburger akan membeli surat hutang baru itu dengan menciptakan kredit-kredit baru. Memang ada devaluasi atas hartanya (semua rupis pada dasarnya sudah adalah miliknya), tetapi setidaknya statusnya masih adalah kreditur.

Tak apalah, tangan yang memberi masih di atas tangan yang menerima, toh nantinya juga akan dibayar kembali oleh seluruh rakyat di negeri rimba ini, plus bunga.

Masa depan tampaknya masih sangat menjanjikan… Bagi Rokiburger’s…


sumber:http://pohonbodhi.blogspot.com/