Umat Islam dari berbagai elemen di Kranggan, Kelurahan Jatisampurna, Kota Bekasi menolak pembangunan Gereja Katolik St Stanislaus Kostka di wilayahnya. Mereka merasa ditipu.
Menurut warga, sejak semula mereka menolak adanya pembangunan gereja di wilayahnya. Warga pernah diminta tanda tangan, tapi tidak untuk pembangunan rumah ibadah.
Muhammad Farid Rahmat, warga setempat, menceritakan kronologi pembangunan gereja tersebut. Ini bermula pada tahun 2004. Gereja Katolik St Stanislaus Kostka yang dipimpin Johanes Bosco Susanto melakukan permohonan pembangunan gereja Katolik di wilayah RW 04 Kelurahan Jatisampurna, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi.
Namun, upaya itu gagal karena jumlah kaum Muslimin mayoritas sedangkan umat Katolik hanya berjumlah satu keluarga. Jumlah warga Katolik ini tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk membangun rumah ibadah. “Dan pembangunannya bisa digagalkan di tahun 2005 hinggal 2007,” jelas divisi hukum Forum Umat Islam Jatisampurna kepada MediaUmat.
Bujuk rayu terhadap warga pun terus dilakukan pihak gereja pada warga, dengan memberikan sembako gratis dan membagikan uang sebesar 50 ribu rupiah hingga 100 ribu. Saat itulah pihak gereja menyertakan tanda tangan warga. Mereka berkilah, tanda tangan itu sebagai bukti pemerimaan sembako. Ternyata belakangan diketahui, tanda tangan itu disalahgunakan sebagai bukti persetujuan warga untuk pembangunan gereja.
“Setelah tanda tangan, warga pun difoto sebagai bukti, lalu mereka pun memanipulasi tanda tangan tersebut sebagai persetujuan mendirikan gereja,” kata Farid.
Menurut Farid, warga merasa kecolongan dan dikelabui oleh Walikota Bekasi. Mereka melihat ada ada indikasi nuansa politik yang sangat kuat dalam pembangunan gereja itu, sebab setelah sekian lama digagalkan akhirnya di tahun 2013 ini rekomendasi IMB itu pun keluar atas izin Walikota Bekasi, Rahmat Efendi.
“Kita melihat ada usaha menipu rakyat dan menzaliminya dengan mendukung pembangunan tersebut, indikasinya setelah dalam Pilkada Walikota Bekasi, Rahmat Efendi juga diberikan dukungan dari pihak gereja tersebut, ini sebagai timbal balik akan dukungan tersebut,” imbuhnya.
Farid pun membeberkan keluarnya rekomendasi IMB dari Walikota membuktikan bahwa pendirian gereja tersebut sangat kental nuansa politik. “Setiap kami investigasi, dan mendatangi Depag, kami datang cuma sepuluh orang dikepung satu trek ini kayak umat Islam dianggap teroris,” bebernya.
Ketua Investigasi Forum Umat Islam, Mujahid Solahuddin pun menuturkan kalau masyarakat sangat menolak pembangunan gereja tersebut, ada pun warga yang merasa tertipu dengan tanda tangan tersebut, juga telah mencabut dukungannya.
“Masyarakat ingin menghentikan pembangunan gereja ini, hal itu yang terpenting,” tuturnya kepada Media Umat.
Ia pun menuturkan bahwa akibat penolakan itu pun warga diintimidasi, mulai RT, RW hingga lurah. Mereka diancam akan dipenjarakan jika tetap menolak pembangunan gereja tersebut. “Warga yang ikut demo yang diancam akan ditangkap,” bebernya.
Ia menambahkan, Camat bahkan pernah mengirim SMS ke salah seorang ustadz untuk tidak melakukan aksi-aksi yang menolak pembangunan gereja. “ Ustadz itu menyampaikan hal itu dalam sebuah pertemuan dan menyatakan yang ikut demo akan ditangkapin,” terangnya.
Mujahid mengaku sangat kecewa karena walikota tidak merespon sikap warga dan bahkan terkesan abai. “Walikota kabur saat ditemui, nggak berani menemui warga. Sedangkan dari Depag responnya ngambang nggak jelas,” pungkasnya.[] fatih mujahid [www.globalmuslim.web.id]
Post a Comment