WONOGIRI -
Kontrobutor voa-islam.com bersama rombongan DDII Jawa Tengah
berkesempatan berbincang-bincang bersama Arif dari UMS GB, Ashari Lurah
Desa Pucung dan Hidayatno seputar pembuatan bendungan air Gua Suruh dan
upaya kristenisasi oleh missionaris.
Inti
dari pertemuan itu kata Pak Arif sebagaimana penuturan Pak Polo adalah,
pihak GBI Grogol hendak menawari bantuan air yang dikirim setiap sehari
sekali yakni satu tangki kepada warga desa Pucung sebagaimana desa-desa
lain yang sudah dibantu oleh GBI Grogol, tapi dengan syarat-syarat yang
kata Pak Arif sudah menyangkut masalah keyakinan (agama).
Kemudian
temuan kami yang kedua dalam upaya kristenisasi missionaris yang
didukung oleh GBI Grogol kecamatan Eromoko adalah diajaknya sekitar 120
orang warga Eromoko oleh Ipon (missionaris yang ada di Eromoko) ke
gereja di Eromoko yang bersebelahan dengan pasar Eromoko tersebut.
“Kurang
lebih 3 hari yang lalu (sebelum tanggal 14/10/2012-red) saya mendengar
kabar bahwa ada 3 bis yang mengangkut warga Eromoko dan dibawa digereja
sebelah pasar (Eromoko-red). Disitu, warga diberi supermi dan air.
Rencanya, 3 bis yang mengangkut warga itu akan diajak ke Jogja, tapi
saat itu kemudian pengurus Muhammadiyah sini (Eromoko-red) ada yang
mengetahuinya kemudian mereka tidak jadi dibawa ke Jogja”, beber Mas
Dana.
Mas Dana
yang juga masih kuliah disalah satu Universitas di Solo ini lalu
melanjutkan ceritanya bahwa setelah peristiwa itu, pada pagi harinya
Pengurus Cabang Muhammadiyah (PCM) Eromoko bertemu dengan Pak Polo
mengabarkan kejadian tersebut. Dalam rapat tersebut disepakati PCM
Muhammadiyah dan pihak dsea Pucung akan mengusir Ipon dari desa Pucung.
Tapi sebelum PCM Muhammadiyah beserta pihak desa Pucung mengusir Ipon
sang missionaris, dia sudah hilang tak tau kemana. Bahkan sampai hari
Minggu (14/10/2012) dia juga tidak diketahui keberadaannya.
Dan
temuan terakhir adalah adanya pembagian sandal bermotif salib kepada
warga desa Pucung oleh pihak gereja. Bahkan yang sangat ironi, pembagian
sandal tersebut dan kami temui juga ada dilingkungan masjid di desa
Pucung. Hal ini tidaklah mengherankan karena menurut Mas Dana, warga
disini memang kurang sekali pemahaman agamanya.
Temuan
itu bermula ketika kami hendak melaksanakan sholat magrib. Karena kami
dari rumah memakai sepatu olahraga, maka kami pergi kemasjid dengan
berjalan kaki bersama dengan Mas Dana. Sesampainya dimasjid kami mau
pinjam sandal warga, tapi kami terkejut karena warga menyodorkan sandal
jepit yang ada motif salibnya.
Setelah
kami tanya, “ibu-ibu yang ada depan masjid dapat sandal itu dari mana?”
dia lalu menjawab, “ini dapat dari pak pengurus masjid mas”, kata ibu
tadi. Terus kami tanya kembali, “Lha bapak takmi masjid itu dapat dari
mana bu?” ibu itu menjawab lagi, “ini dapat dari bapak-bapak yang tadi
malam ngirim air pakai tangki itu mas”. Lalu kami tanya kembali,
“berarti sandal yang seperti ini tidak ibu saja yang memiliki?” ibu itu
pun menjawab, “ya ndak lah mas, warga disini juga banyak yang punya
sandal kayak gini”.
Setelah selesai sholat, kami pun berkeliling desa sebentar, dan ternyata memang benar apa yang disampaikan oleh ibu yang rumahnya depan masjid itu. Sandal bermotif salib itu bisa kami temui didepan rumah-rumah warga. Jadi kami waktu itu bisa simpulkan bahwa modus yang dipakai missionaris utnuk melancarkan aksinya yaitu membagikan air plus sandal bermotif salib. [Bekti/VOA/www.globalmuslim.web.id]
Post a Comment