Data Militer RI Dicuri di Korsel?


JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Kementerian Pertahanan memastikan tidak ada data militer yang dicuri dari laptop delegasi Indonesia saat berada di Seoul, Korea Selatan. Apalagi laptop yang diduga dicuri milik staf Kementrian Koordinator Perekonomian.

"Jadi tidak ada kaitannya. Kita sudah cek kejadiannya bagaimana. Itu laptop staf kementerian ekonomi yang sama sekali tidak ada data itu (militer)," kata Kepala Komunikasi Publik Kemenhan I Wayan Midhio, Senin (21/2/2011). Wayan menegaskan, ia sudah menghubungi langsung stafnya Hatta Rajasa yang laptopnya sempat dibawa tiga orang tidak dikenal. Dan dari informasi staf itu, tidak ada data militer di laptop tersebut.

Informasi yang didapatnya, memang laptop itu sempat dibawa tiga orang tidak dikenal yang salah masuk kamar. Namun laptop saat itu langsung dikembalikan lewat resepsionis hotel bersangkutan.

"Jadi kamarnya terbuka karena ada teknisi yang memperbaiki ruangan, kebetulan kamar itu berdekatan dengan kamar orang itu. Ternyata salah, lalu dikembalikan lagi," kata Wayan, sambil menegaskan kembali tidak ada data militer yang dibawa delegasi Indonesia.

Sebelumnya, mengutip sumber dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Korea dan sumber kepolisian, Seoul Broadcasting Station (SBS) melaporkan, tiga penyusup, --dua laki-laki dan satu perempuan yang diyakini orang Asia, mengunduh file rahasia dari laptop anggota delegasi RI dengan menggunakan flashdisk.

Sejumlah file yang hilang itu diyakini berisi data rahasia militer, antara lain rencana Indonesia membeli pesawat T-50 buatan Korea.

Ketiga orang tersebut masuk leluasa karena kamar delegasi Indonesia di Hotel Lotte tidak dijaga. Total ada 50 delegasi Indonesia yang menginap di hotel tersebut.

Menurut polisi lokal, kejadian  ini diduga terkait informasi jual beli senjata antara Indonesia-Korea Selatan yang sangat sensitif.

Delegasi Indonesia bertamu di Korsel sejak Selasa pekan lalu. Selama tiga hari mereka berkeliling Korsel, bertemu dengan pejabat pemerintah dan pebisnis untuk kerjasama bilateral di bidang ekonomi dan militer.

Pencurian terjadi Rabu pekan lalu, ketika aparat keamanan Indonesia mengawal delegasi berkeliling.

Sayangnya, kamera keamanan hotel terlalu buram untuk mengidentifikasi siapa pencuri tersebut. Pihak Korea Times tidak mengetahui apakah pemerintah Indonesia akan mengajukan keluhan diplomatik terkait insiden serius ini.

Sementara itu, sebagian pihak menganggap kejadian ini benar-benar merupakan masalah serius sekaligus memalukan.

"Peng-`copy`-an data rencana pembelian pesawat militer jenis T-50 dari laptop Delegasi Indonesia di Hotel `Lotte`, Seoul, adalah tindakan sangat memalukan," kata Anggota Fraksi Partai Demokrat Roy Suryo dan Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira secara terpisah di Jakarta, Senin.

Karena itu, anggota Komisi I DPR RI yang membidangi Hankam dan Luar Negeri ini mendesak pihak berkompeten segera merespons sekaligus meninindaklanjuti secara serius.

"Ini jangan dibiarkan begitu saja. Harus diusut apa penyebabnya dan siapa-siapa yang bertanggung jawab langsung, kemudian ada sanksi tegas," tegas Roy Suryo.

Andreas H Pareira yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Hankam dan Hubungan Internasional menyatakan bahwa hilangnya dokumen rahasia hilang itu benar-benar sangat memalukan dan memprihatinkan.

"Berita hilangnya dokumen sangat penting dari kamar `VIP` pejabat tinggi RI di Seoul ini mengungkap setidaknya ada lima indikasi kelemahan kita," katanya.

Pertama, ini menunjukkan lemahnya birokrasi dalam menjaga rahasia negara.

"Kedua, hilangnya dokumen ini bisa jadi karena alasan strategis militer atau alasan persaingan bisnis," ungkap doktor ilmu politik dan hubungan internasional Universitas Parahiyangan ini.

Lalu ketiga, lanjutnya, kemungkinan perjalanan delegasi pejabat tinggi RI sudah dalam pantauan, atau mungkin pencuri dokumen malah telah menyelusup dalam rombongan.

"Kemudian, keempat, ada implikasinya terhadap strategi militer dan diplomasi. Terkait militer, dalam hal ini menyangkut rahasia pesawat T 50 dan sistem persenjataan jatuh ke pihak lain," katanya.

Sedangkan terhadap aspek diplomasi, ujarnya, menunjukkan rendahnya kredibilitas pejabat tinggi RI dari perspektif diplomasi.

"Karena tidak mampu mengamankan dokumen rahasia yang sangat penting yang menyangkut kerjasama antar negara," tegasnya.

Selanjutnya, indikasi kelima, demikian Andreas Pareira, Pemerintah RI lalai menggunakan mekanisme dan proses kerja sama diplomatik yang handal dalam mengamankan kepentingan Negara.

"Karena itu, Pemerintah melalui jalur diplomasi perlu segera menjelaskan kepada pihak Korsel mengenai kasus ini. Lalu, dari jalur keamanan, perlu segera meminta Interpol untuk mengusut tuntas dan menjelaskan ke publik mengenai kejadian ini," tandas Andreas H Pareira lagi. (fn/vs/rp/ant) www.suaramedia.com