INILAH.COM, Jakarta - Pemerintah pusat dianggap kurang serius terkait pembelian 7 % saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (PT NTT) jatah tahun 2010 senilai US$271,6 juta.
Pasalnya, pembelian saham tersebut sudah tidak memiliki manfaat yang besar lagi bagi pemerintah. “Saya kira sudah tidak ada manfaat produktifnya lagi, jadi buat apa memaksakan beli,” ujar Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pri Agung Rahkmanto kepada INILAH.COM, Sabtu (22/1).
Menurut Pri Agung, masalah divestasi newmont sebaiknya diserahkan kepada pemerintah daerah saja. Pasalnya, selain lebih bermanfaat untuk daerah kepemilikannya jadi lebih besar. Meski begitu, dirinya meminta kepada pemerintah daerah agar menyiapkan dananya sendiri bukan patungan dengan pihak swasta. “Saya khawatir jika dana tersebut dari pihak swasta, nantinya keuntungannya akan lari lebih besar ke pihak swasta, bukan ke pemerintah daerah,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo mengatakan, pemerintah berminat untuk mengambil sisa divestasi saham Newmont sebesar 7%. Selain kementerian keuangan, pemerintah pusat juga bisa saja menggandeng Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ataupun perusahaan milik pemerintah lainnya. Namun, kebijakan itu masih belum diputuskan karena pemerintah tengah mengkaji lebih lanjut atas niatan tersebut.
Seperti diketahui, Sesuai kontrak karya, pemegang saham asing Newmont diwajibkan mendivestasikan 51% saham asingnya yang berjumlah 80% itu ke pihak nasional dengan jadwal paling akhir seharusnya Maret 2010.
Sebanyak 20% sudah dikuasai nasional melalui Pukuafu, sehingga Newmont mesti mendivestasikan 31% sisanya. Jadwal divestasi 31% saham NNT sesuai kontrak karya adalah 3% Maret 2006, 7% Maret 2007, 7% Maret 2008, 7% Maret 2009, dan 7% Maret 2010.
PT Multi Daerah Bersaing (MDB) sudah menguasai 24% saham divestasi dan berniat memiliki tujuh persen divestasi 2010 sisanya. MDB merupakan perusahaan patungan PT Daerah Maju Bersama (DMB) dengan PT Multicapital, yang merupakan anak usaha Grup Bakrie. Sementara, DMB merupakan BUMD milik tiga pemda, yakni Pemda Sumbawa, Pemda Sumbawa Barat, dan Pemda NTB. [cms]
Pasalnya, pembelian saham tersebut sudah tidak memiliki manfaat yang besar lagi bagi pemerintah. “Saya kira sudah tidak ada manfaat produktifnya lagi, jadi buat apa memaksakan beli,” ujar Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Pri Agung Rahkmanto kepada INILAH.COM, Sabtu (22/1).
Menurut Pri Agung, masalah divestasi newmont sebaiknya diserahkan kepada pemerintah daerah saja. Pasalnya, selain lebih bermanfaat untuk daerah kepemilikannya jadi lebih besar. Meski begitu, dirinya meminta kepada pemerintah daerah agar menyiapkan dananya sendiri bukan patungan dengan pihak swasta. “Saya khawatir jika dana tersebut dari pihak swasta, nantinya keuntungannya akan lari lebih besar ke pihak swasta, bukan ke pemerintah daerah,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo mengatakan, pemerintah berminat untuk mengambil sisa divestasi saham Newmont sebesar 7%. Selain kementerian keuangan, pemerintah pusat juga bisa saja menggandeng Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ataupun perusahaan milik pemerintah lainnya. Namun, kebijakan itu masih belum diputuskan karena pemerintah tengah mengkaji lebih lanjut atas niatan tersebut.
Seperti diketahui, Sesuai kontrak karya, pemegang saham asing Newmont diwajibkan mendivestasikan 51% saham asingnya yang berjumlah 80% itu ke pihak nasional dengan jadwal paling akhir seharusnya Maret 2010.
Sebanyak 20% sudah dikuasai nasional melalui Pukuafu, sehingga Newmont mesti mendivestasikan 31% sisanya. Jadwal divestasi 31% saham NNT sesuai kontrak karya adalah 3% Maret 2006, 7% Maret 2007, 7% Maret 2008, 7% Maret 2009, dan 7% Maret 2010.
PT Multi Daerah Bersaing (MDB) sudah menguasai 24% saham divestasi dan berniat memiliki tujuh persen divestasi 2010 sisanya. MDB merupakan perusahaan patungan PT Daerah Maju Bersama (DMB) dengan PT Multicapital, yang merupakan anak usaha Grup Bakrie. Sementara, DMB merupakan BUMD milik tiga pemda, yakni Pemda Sumbawa, Pemda Sumbawa Barat, dan Pemda NTB. [cms]
Post a Comment