PBNU Jalin Kerjasama dengan HKBP, Meski di Daerah HKBP Rawan Konflik


JAKARTA (voa-islam.com) – Di tengah maraknya konflik jemaat HKBP dengan umat di berbagai daerah terkait pendirian gereja, PBNU justru menjalin kerjasama  dengan HKBP. Kerjasama di bidang training kepemimpinan dan advokasi kemiskinan ini dilakukan dalam rangka saling mengenal antara PBNU dan HKBP.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menandatangani perjanjian kerjasama dengan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), di Jakarta, Senin (18/10/2010). Kerjasama yang ditandatangani oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dan Ephorus Bonar Napitupulu, pucuk pimpinan HKBP  ini diklaim sebagai usaha saling mengenal dan berkomunikasi yang lebih baik di antara dua pihak
“Kita akan bekerjasama dalam menangani persoalan sosial, antara lain bagaimana kita mengadakan training leadaership, mengadvokasi kemiskinan yang ada di sekeliling kita, meningkatkan ekonomi mereka yang disekeliling kita, di masjid maupun gereja, karena rata-rata mayoritas kan NU,” kata Marsudi Syuhud, ketua PBNU yang terlibat dalam perjanjian ini.
....Kita akan bekerjasama dalam menangani persoalan sosial, di masjid maupun gereja. Ini muamalah sosial bagaimana kita bisa saling mengerti satu sama lain dan berdamai, kata Marsudi Syuhud, ketua PBNU....
Ia menegaskan, kerjasama ini sama sekali tak ada kaitannya dengan kasus perselisihan gereja HKBP dengan masyarakat di Bekasi beberapa waktu lalu.
Marsudi mengatakan persoalan yang muncul di Bekasi sebenarnya persoalan kecil karena muncul karena antar persoalan pribadi tidak saling kenal. Antara satu kelompok dengan kelompok lainnya membawa adatnya masing-masing dan tidak mempedulikan yang lain.
Ia menjelaskan, kerjasama ini tidak ada menyangkut masalah akidah di antara kedua agama. “Kita tak saling menyinggung masalah akidah, ini muamalah sosial bagaimana kita bisa saling mengerti satu sama lain dan berdamai,” terangnya.
HKBP rawan konflik dengan umat Islam di berbagai daerah
Diberitakan voa-islam sebelumnya, di berbagai daerah jemaat HKBP kerap menuai konflik dengan umat Islam soal pendirian gereja, misalnya HKBP Philadelpia Jejalen Jaya Kabupaten Bekasi, HKBP Cinere Depok, dan terakhir HKBP Pondok Timur Kota Bekasi, Jawa Barat.
Konflik yang paling panas adalah kasus HKBP Pondok Timur yang melahirkan insiden Ciketing 12 September 2010 dengan tertusuknya jemaat HKBP Hasian Sihombing dan beberapa korban luka warga Muslim.
Momen kekisruhan tersebut justru dimanfaatkan HKBP untuk mencabut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 tahun 2006 tentang Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah. Padahal konflik HKBP di Ciketing bukan karena kesalahan PBM, tapi dipicu oleh manipulasi tanda tangan warga dalam proses perizinan legalisasi pembangunan gereja di lahan kosong kampung Ciketing Asem (Cikeas) Mustikajaya.
....konflik HKBP di Ciketing dipicu oleh manipulasi tanda tangan warga dalam proses perizinan legalisasi pembangunan gereja di lahan kosong kampung Ciketing Asem (Cikeas) Mustikajaya....
Contohnya, dalam surat pernyataan persetujuan warga terdapat tanda tangan Banah binti Bandul. Dalam KTP bernomor 3275.1153016.00001, nenek yang tinggal di Ciketing Asem RT 5/RW 6 ini tidak bisa membuat tanda tangan, sehingga ia hanya membubuhkan cap jempol. Anehnya, dalam surat pernyataan persetujuan warga tercantum tanda tangan nenek Banah. Setelah diselidiki oleh Forum Umat Islam Mustika Jaya (FUIM), ternyata tanda tangan dalam surat pernyataan tersebut dipalsukan.
Tanda tangan Siti Jubaidah, warga Mustika Jaya RT 03/RW 06 pun tidak beres. Tanda tangan dalam surat pernyataan persetujuan gereja jauh melenceng dari tanda tangan asli dalam KTP bernomor 10.5501.631274.1002.
Warga Muslim lainnya yang tanda tangan KTP-nya berbeda dengan surat pernyataan persetujuan gereja HKBP, antara lain: Pak Milih (54 tahun), Sinan (35 tahun), Arief (28 tahun), Niden (38 tahun), Sarwono (34 tahun), Manih (47 tahun), Kumin (60 tahun), Karsin (45 tahun), Didin (31 tahun), Nurjayadi (47 tahun), dll.
Buntut dari manipulasi dalam proses pendirian gereja HKBP tersebut, Nicing (Ketua RT 03/RW 06) dan Rimin Sairi (Ketua RW 06) kelurahan Mustika Jaya Bekasi membuat pernyataan tertulis, bahwa dalam berkas-berkas permohonan perizinan gereja HKBP itu terdapat pemalsuan data identitas dan pemalsuan tanda tangan warga. Dalam surat berstempel RT dan RW tertanggal 1 Agustus 2010 itu dilampirkan surat pernyataan ratusan warga Mustika Jaya yang menolak berdirinya gereja HKBP dengan latar belakang pemalsuan data dan penyuapan. Uang suap yang dikucurkan HKBP untuk satu buah foto copy KTP berkisar dari Rp 100.000 hingga 1 juta rupiah.
Demi mendapatkan izin gereja sesuai aturan PBM, dilakukanlah transaksi suap-menyuap, lalu memalsukan identitas dan tanda tangan warga. Setelah terbongkar kedoknya, warga pun mencabut pernyataan persetujuan, hingga kandaslah izin gereja. Setelah gagal mendapat izin sesuai peraturan PBM, kini HKBP menuntut pencabutan PBM. [taz/nuo]