Ismail Yusanto: Indonesia Butuh Perubahan yang Mendasar


Ust. Ismail Yusanto (Jubir HTI)Genap setahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, masyarakat menumpahkan rasa kekecewaannya. Berbagai elemen masyarakat turun ke jalan menuntut SBY-Boed melepaskan jabatannya. Para pengamat menyatakan pemerintahan SBY-Boed gagal. Benarkah gagal? Bukankah pemerintah menyatakan telah berhasil menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran serta menaikan GNP? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas wartawan mediaumat.com mewawancarai Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ust Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Presiden SBY menyatakan angka kemiskinan dan pengangguran menurun dan Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP) meningkat. Tanggapan Anda?
Ya, bisa saja SBY mengklaim begitu tapi kan itu hanya didasarkan pada data statistik yang publik juga tidak tahu diperoleh dari mana, ukurannya apa, ketika dikatakan turun turunnya dari mana, turun dari angka berapa, apakah penurunannya itu menggunakan tolak ukur yang sama atau tidak.
Jadi sebenarnya klaim itu bisa dilakukan oleh siapa pun juga bukan hanya SBY.  Tetapi secara faktual, terlepas turun atau tidak, kemiskinan itu masih sama saja di sekitar kita. Mudah terlihat di depan kiri, kanan, dan belakang kita. Artinya, klaim kemiskinan itu turun tidak ada makna apa-apa ketika fakta itu berbicara lebih nyata bahwa rakyat itu memang menderita karena berbagai kesulitan yang mereka hadapi.
Seakan seperti tidak ada negara?
Kalau kita percaya bahwa kita punya negara dengan pemerintahan SBY itu diadakan dengan sejumlah tujuan yakni menjaga: harta, kehormatan, akidah, keamanan, akal, negara. Maka ternyata negara ini bermasalah.
Untuk akidah misalnya. Jika negara tidak berusaha keras untuk menjaga akidah masyarakatnya maka akidah masyarakat akan tergerus. Namun kita lihat ternyata negara kita ini alih-alih menjaga akidah umat malah meggerus akidah umat. Di tambah lagi, adanya elemen-elemen yang merusak akidah umat seperti Ahmadiyah, kelompok liberal, dan kelompok sesat lainnya juga dibiarkan oleh pemerintah.
Negara menjaga akal umat dengan proses pendidikan tetapi pendidikan yang ada sekarang ini justru merusak akal umat karena pendidikannya malah membentuk kepribadian yang sekular. Di tambah lagi dengan beredarnya minuman keras, narkoba itu menunjukkan perlindungan terhadap akal itu tidak jalan.
Dengan tidak adanya perlindungan terhadap keamanan oleh negara orang sangat mudah terancam baik hartanya, nyawanya, kehormatannya. Lihat saja itu kriminalisasi sangat tinggi, bukan hanya pembunuhan, yang marak sekarang ini  malah sudah sampai tingkat yang mengerikan yakni mutilasi. Juga perlindungan terhadap negara pun lemah. Intervensi asing, melalui laut, udara, perundang-undangan.
Berarti SBY gagal mengelola negara?
Saya sudah sering kali menyatakan bahwa negara ini bukan saja gagal tetapi juga sesat. Sesat ini dalam terminologi yang  ada dalam Al-Qur’an (Surat Al-Ahzab Ayat 36, red.) di situ ada ayat yang menyatakan  barangsiapa yang maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dia sungguh telah sesat dengan kesesatan yang nyata.
Nah  maksiat itu meninggalkan yang wajib menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang wajib menghalalkan yang haram. Itu sesat dan negara yang sesat,  orang yang sesat itu  pasti gagal , karena tidak ada kesesatan yang berhasil, kalaulah berhasil, maka keberhasilan itu adalah semu. Kegagalannya mengandung unsur kegagalan yang sangat besar. Jadi kalau ditanya apa faktor gagalnya, ya.. kemaksiatan itu/kesesatan itu jadi faktor utama, yakni ketika pemimpin itu mengatur negara ini tidak berdasarkan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Lantas permasalahannya pemerintah tidak menganggap maksiat itu sebagai maksiat, itu bagaimana?
Ini terkait dengan sudut pandang. Sudut pandang apa yang digunakan. Seperti pelacur dianggap sebagai pekerja seks komersial, jadi menurut sudut pandang sekular mereka itu bekerja. Sementara itukan sebenarnya pelacuran. Satu hal yang sama ternyata bisa dinilai secara berbeda, karena sudut pandangnya berbeda.
Jadi selama menggunakan sudut pandang sekular tentu kemudian seolah-olah tidak ada masalah tapi kan faktanya ada masalah kemiskinan, kerusakan moral, kriminalisme terus meningkat, ada ketidakadilan, itu fakta.
Fakta itu akan bisa dijelaskan bila menggunakan sudut pandang yang berbeda, bukan sudut pandang sekular lagi. Jadi kalau kita melihat dari sudut pandang sekular terus, kita tidak akan menemukan jawaban atas semua fakta itu.  Paling-paling hanya bisa mengatakan, “oh karena aturan tidak ditegakkan” , “oh karena pemimpinnya kurang tegas”, hanya itu-itu saja.
Tapi kalau dari sudut pandang yang saya sebut, jadi ketahuan ini terjadi karena kemaksiatan atau pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan dari Sang Pencipta. Dari sudut pandang ini kita menjadi tahu, “oh iya betul, ini melanggar, itu melanggar”.
Mengapa harus pakai aturan dari Sang Pencipta?
Kan tadi sudah disampaikan kita ini bernegara karena mempunyai tujuan. Tujuan tersebut hanya akan bisa dicapai bila kita mengatur negara ini dengan cara yang benar. Cara yang benar itu berarti menggunakan aturan yang benar. Nah aturan yang benar itu yang bagaimana? Itu kan yang menjadi masalahnya? Aturan yang benar tentu saja aturan yang datang dari Sang Maha Benar, itulah Allah SWT.
Orang kan ingin adil, aturannya kan harus adil. Jadi sebelum pemimpinnya adil, aturan yang akan diterapkannya pun harus aturan yang adil. Sebab tidak ada gunanya kalau pemimpinnya berusaha adil tetapi aturannya sendiri sudah tidak adil.
Bagaimana kita bisa mendapatkan suatu masyarakat yang adil kalau sistemnya atau aturannya sendiri sudah tidak adil. Nah aturan yang adil itu adalah aturan yang datang dari Allah SWT Yang Maha Baik, Maha Tahu, dan Maha Adil.
Jadi intinya telah terjadi kegagalan yang sistemik dan sangat mendasar pada negara ini. Oleh karena itu, bila kita menginginkan sebuah perbaikan harus ada perubahan. Perubahan itu ya perubahan yang mendasar, yakni perubahan rezim dan perubahan sistem. Jadi tidak hanya cukup perubahan rezim saja.
Kalau kita lihat dari tuntutan-tuntutan yang adakan hanya turunkan SBY dan Boediono. Tetapi setelah turun, dan bolak-balik diganti pun, pastilah sama saja bila tidak terjadi perubahan yang mendasar pada sistemnya.
Jadi perubahan baru akan terjadi ketika ada perubahan dari sistem yang sesat ini kepada sistem yang diturunkan oleh Allah SWT yaitu Khilafah Islam yang menerapkan seluruh aturan dari -Nya Yang Maha Tahu, Maha Baik dan Maha Adil.(mediaumat.com, 21/10/2010)