Surabaya (voa-islam.com) - Astagfirullah, Indonesia punya jaringan PSK cilik dengan germonya yang cilik juga, adalah Ver (17) germo cilik sekaligus pekerja seks komersial (PSK) yang punya belasan anak buah, ternyata siswi yang pintar. Semasa SD dan SMP sebelum dikeluarkan dari sekolahnya, dia selalu masuk peringkat 10 besar di kelasnya.
Namun kecerdasan itu tak mendapat perhatian semestinya. Orangtuanya yang tinggal di Lamongan tergolong miskin. Saat pindah ke Surabaya, Ver hidup dalam lingkungan yang membuatnya nakal. Sampai akhirnya ia masuk dalam dunia hitam dan ditangkap anggota Satuan Pidana Umum (Sat Pidum) Reskrim Polrestabes Surabaya, Kamis (7/10) tengah malam.
Kini masalah Ver yang terakhir indekos di Jl Pakis Sidokumpul I itu bertumpuk-tumpuk. Selain menjadi tersangka dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara karena menjual belasan anak di bawah umur seusia SMP dan SMA sebagai PSK, Ver juga tengah hamil tanpa suami.
Namun kecerdasan itu tak mendapat perhatian semestinya. Orangtuanya yang tinggal di Lamongan tergolong miskin. Saat pindah ke Surabaya, Ver hidup dalam lingkungan yang membuatnya nakal. Sampai akhirnya ia masuk dalam dunia hitam dan ditangkap anggota Satuan Pidana Umum (Sat Pidum) Reskrim Polrestabes Surabaya, Kamis (7/10) tengah malam.
Kini masalah Ver yang terakhir indekos di Jl Pakis Sidokumpul I itu bertumpuk-tumpuk. Selain menjadi tersangka dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara karena menjual belasan anak di bawah umur seusia SMP dan SMA sebagai PSK, Ver juga tengah hamil tanpa suami.
...“Saya tidak ingat lagi. Ibu cuma bilang kalau ayahnya sudah pergi dan tidak kembali,” kata Ver lirih...
Kepada Surya di tahanan Mapolrestabes Surabaya, Sabtu (9/10), Ver yang bertubuh kurus itu mengisahkan, sejak kecil kondisi keluarganya sudah tidak harmonis. Anak bungsu dari dua bersaudara itu menceritakan sewaktu kelas III SD di Lamongan, ayah dan ibunya kerap bertengkar. Suatu ketika usai pertengkaran hebat, ayahnya meninggalkan rumah dan tak diketahui kemana perginya.
Bahkan, Ver yang gaya bicaranya ceplas-ceplos ini mengaku tidak begitu ingat bagaimana wajah ayahnya. “Saya tidak ingat lagi. Ibu cuma bilang kalau ayahnya sudah pergi dan tidak kembali,” kata Ver lirih.
Masalah keluarga itu sedikit mengganggu sekolahnya. Ver yang sejak kelas I sampai kelas III SD selalu ranking satu, dengan munculnya persoalan keuarga itu, maka saat kelas IV merosot ke ranking dua. “Mulai kelas IV sampai kelas VI, kadang saya menjadi juara kelas atau nomor 2 atau tiga. Nggak pastilah, karena kepikiran kondisi keluarga,” ucapnya.
Lalu terjadilah peristiwa saat dia kelas IV SD. Saat itu, ibunya yang terpaksa mencari nafkah dengan berjualan kosmetik keliling kampung, tiba-tiba meninggal dunia.
Ver shock mendapati kenyataan ayah dan ibunya sudah tidak di sampingnya lagi. Saudaranya yang ada di Lamongan kemudian merawatnya hingga lulus SD.
Hidup tanpa didampingi orangtua terkadang membuat Ver iri dan nelangsa. Ia kerap menyaksikan anak lain sepulang sekolah dijemput orangtuanya, ada yang naik sepeda motor atau sepeda onthel. “Saya benar-benar sedih kalau melihat itu,” ungkapnya sedih.
Setelah lulus SD, bibinya yang merawat Ver di Lamongan terbentur masalah ekonomi, sehingga tidak bisa menyekolahkan Ver ke jenjang SMP. Maka anak cerdas itu kemudian dititipkan ke tantenya di Mojokerto. “Saya lalu dimasukkan ke panti asuhan,” kata Ver.
Di panti asuhan itu, Ver hanya bertahan sekitar sebulan. Ia dikeluarkan karena tidak mau mengaji dan sekolah atau mengikuti kegiatan lainnya. “Di sana (panti) saya nggak kerasan,” katanya.
Mengetahui hal tersebut, tantenya kemudian menyekolahkan Ver ke SMP di Mojokerto. Namun tidak lama tantenya merasa tak sanggup menyekolahkan Ver karena masalah ekonomi.
Ver kemudian diserahkan ke saudaranya yang lain di Nginden, Surabaya. Di Surabaya, Ver masuk di salah satu SMPN favorit di Surabaya. Di SMPN ternama itu, Ver cukup disegani karena memiliki otak encer. Mulai kelas I sampai pertengahan kelas II, Ver selalu masuk peringkat 10 besar di kelasnya.
Namun mulai kelas II, Ver sudah mulai kenal bolos sekolah. Ia merasakan kadang agak terkekang. Saking seringnya bolos, Ver yang kini berstatus tersangka kasus trafficking ini, lalu dipanggil ke kantor sekolah untuk diperingatkan. Meski begitu, perempuan berambut sebahu itu tidak kapok. Ia malah kerap bolos sekolah, meski hanya untuk jalan-jalan ke Kebun Binatang Surabaya atau cangkruk di Taman Bungkul. “Terakhir saya dikeluarkan dari sekolah sekitar tahun 2007,” paparnya.
Tahu Ver dikeluarkan dari sekolah, tantenya marah. Ia sempat dikunci sendirian di rumah supaya kapok dan mau sekolah lagi. Setelah ditanya tantenya apakah masih ingin melanjutkan sekolah, Ver malah tegas mengatakan tak mau sekolah lagi. Tak pelak, semua pakaian Ver dibuang ke depan rumah. Ver yang masih berusia sekitar 14 tahun itu pun minggat dari rumah tantenya.
Ver mengaku tak mau sekolah lagi, karena tiap hari oleh tantenya hanya diberi uang saku Rp 1.500. Menurutnya itu hanya cukup untuk naik bemo, sedangkan pulangnya ke Nginden harus jalan kaki.
Bahkan, Ver yang gaya bicaranya ceplas-ceplos ini mengaku tidak begitu ingat bagaimana wajah ayahnya. “Saya tidak ingat lagi. Ibu cuma bilang kalau ayahnya sudah pergi dan tidak kembali,” kata Ver lirih.
Masalah keluarga itu sedikit mengganggu sekolahnya. Ver yang sejak kelas I sampai kelas III SD selalu ranking satu, dengan munculnya persoalan keuarga itu, maka saat kelas IV merosot ke ranking dua. “Mulai kelas IV sampai kelas VI, kadang saya menjadi juara kelas atau nomor 2 atau tiga. Nggak pastilah, karena kepikiran kondisi keluarga,” ucapnya.
Lalu terjadilah peristiwa saat dia kelas IV SD. Saat itu, ibunya yang terpaksa mencari nafkah dengan berjualan kosmetik keliling kampung, tiba-tiba meninggal dunia.
Ver shock mendapati kenyataan ayah dan ibunya sudah tidak di sampingnya lagi. Saudaranya yang ada di Lamongan kemudian merawatnya hingga lulus SD.
Hidup tanpa didampingi orangtua terkadang membuat Ver iri dan nelangsa. Ia kerap menyaksikan anak lain sepulang sekolah dijemput orangtuanya, ada yang naik sepeda motor atau sepeda onthel. “Saya benar-benar sedih kalau melihat itu,” ungkapnya sedih.
Setelah lulus SD, bibinya yang merawat Ver di Lamongan terbentur masalah ekonomi, sehingga tidak bisa menyekolahkan Ver ke jenjang SMP. Maka anak cerdas itu kemudian dititipkan ke tantenya di Mojokerto. “Saya lalu dimasukkan ke panti asuhan,” kata Ver.
Di panti asuhan itu, Ver hanya bertahan sekitar sebulan. Ia dikeluarkan karena tidak mau mengaji dan sekolah atau mengikuti kegiatan lainnya. “Di sana (panti) saya nggak kerasan,” katanya.
Mengetahui hal tersebut, tantenya kemudian menyekolahkan Ver ke SMP di Mojokerto. Namun tidak lama tantenya merasa tak sanggup menyekolahkan Ver karena masalah ekonomi.
Ver kemudian diserahkan ke saudaranya yang lain di Nginden, Surabaya. Di Surabaya, Ver masuk di salah satu SMPN favorit di Surabaya. Di SMPN ternama itu, Ver cukup disegani karena memiliki otak encer. Mulai kelas I sampai pertengahan kelas II, Ver selalu masuk peringkat 10 besar di kelasnya.
Namun mulai kelas II, Ver sudah mulai kenal bolos sekolah. Ia merasakan kadang agak terkekang. Saking seringnya bolos, Ver yang kini berstatus tersangka kasus trafficking ini, lalu dipanggil ke kantor sekolah untuk diperingatkan. Meski begitu, perempuan berambut sebahu itu tidak kapok. Ia malah kerap bolos sekolah, meski hanya untuk jalan-jalan ke Kebun Binatang Surabaya atau cangkruk di Taman Bungkul. “Terakhir saya dikeluarkan dari sekolah sekitar tahun 2007,” paparnya.
Tahu Ver dikeluarkan dari sekolah, tantenya marah. Ia sempat dikunci sendirian di rumah supaya kapok dan mau sekolah lagi. Setelah ditanya tantenya apakah masih ingin melanjutkan sekolah, Ver malah tegas mengatakan tak mau sekolah lagi. Tak pelak, semua pakaian Ver dibuang ke depan rumah. Ver yang masih berusia sekitar 14 tahun itu pun minggat dari rumah tantenya.
Ver mengaku tak mau sekolah lagi, karena tiap hari oleh tantenya hanya diberi uang saku Rp 1.500. Menurutnya itu hanya cukup untuk naik bemo, sedangkan pulangnya ke Nginden harus jalan kaki.
Merayu Korban dengan HP Baru
Kasus Germo ABG yang terjadi di Surabaya ini memang membelalakkan mata kita. Sebenarnya jurus apa sih yang dipakai Ver untuk merayu korbannya. Ternyata, untuk merekrut anak buah ternyata tak sulit. Ver cukup mengamati pelajar SMP dan SMA yang kerap datang ke kafe tempatnya bekerja. Jika pendekatannya mengena, maka jadilah pelajar itu sebagai anak buahnya.
Kepada para calon anak buahnya, seperti juga dijelaskan Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Anom Wibowo, tersangka awalnya menawarkan pekerjaan yang mudah mendatangkan uang. Awalnya, tersangka menawarkan jika ingin punya ponsel tipe terbaru hanya butuh waktu beberapa saat saja. “Tersangka mengatakan hanya menemani tamu minum saja. Tapi, kenyataannya lebih dari itu,” ungkap Anom.
Kepada para calon anak buahnya, seperti juga dijelaskan Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Anom Wibowo, tersangka awalnya menawarkan pekerjaan yang mudah mendatangkan uang. Awalnya, tersangka menawarkan jika ingin punya ponsel tipe terbaru hanya butuh waktu beberapa saat saja. “Tersangka mengatakan hanya menemani tamu minum saja. Tapi, kenyataannya lebih dari itu,” ungkap Anom.
...“Tersangka mengatakan hanya menemani tamu minum saja. Tapi, kenyataannya lebih dari itu,” ungkap Anom...
Ver mengakui tamu yang kerap mem-booking anak buahnya adalah yang sering berkunjung ke kafé tempatnya bekerja. “Orang yang booking anak buah saya kebanyakan yang sering datang ke kafe. Kadang ada orang yang telepon minta dikirimi cewek. Setelah harganya sesuai kesepakatan, misalnya, Rp 500.000, langsung dikirim,” jelas Ver.
Setelah ada order, bagaimana mengondisikan kesiapan anak buah? “Cukup lewat ponsel saja, tapi ada juga yang datang ke rumah kosnya menjemput,” katanya.
Setelah ada order, bagaimana mengondisikan kesiapan anak buah? “Cukup lewat ponsel saja, tapi ada juga yang datang ke rumah kosnya menjemput,” katanya.
Kini, Ver Hamil 3 Bulan Tanpa Suami
Ver, 17, Sang Germo ABG ini ternyata memiliki jam terbang cukup tinggi di dunia malam dan hiburan. Tiap malam ia kongkow-kongkow dan menjadi bandar minuman keras (miras) bagi tamu-tamu kafe di kawasan Jl Mayjen Sungkono, Surabaya.
Karena keseharian seperti itu, maka mabuk tiap hari adalah hal biasa bagi perempuan asal Lamongan yang indekos di Pakis Sidokumpul, Surabaya itu. Bahkan, karena pergaulannya seperti itu, protolan SMP negeri di Surabaya itu kini sedang hamil tiga bulan tanpa suami.
Karena keseharian seperti itu, maka mabuk tiap hari adalah hal biasa bagi perempuan asal Lamongan yang indekos di Pakis Sidokumpul, Surabaya itu. Bahkan, karena pergaulannya seperti itu, protolan SMP negeri di Surabaya itu kini sedang hamil tiga bulan tanpa suami.
“Tersangka diketahui sedang hamil tiga bulan, tapi tidak ada suaminya,” kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Anom Wibowo kepada wartawan di mapolrestabes, Jumat (8/10/2010)....“Tersangka diketahui sedang hamil tiga bulan, tapi tidak ada suaminya,”...
Sebelum menjadi germo bagi sejumlah anak baru gede (ABG), Ver berprofesi sebagai gadis panggilan selama sekitar dua tahun sejak 2008. Bahkan setelah menjadi germo atau bos para PSK (pekerja seks komersial) pelajar, Ver masih nyambi sebagai gadis panggilan, sehingga ia kini hamil tiga bulan.
Berdasarkan pemeriksaan polisi, Ver mengaku terjun ke dunia hitam itu karena faktor broken home dan ekonomi. Selain itu, akibat pengaruh lingkungan yang lebih mengutamakan dunia (hedonisme), maka Ver pun tertarik mengikuti ajakan temannya untuk menjadi gadis panggilan.
Awalnya, ia tertarik bagaimana bisa memiliki ponsel (telepon seluler) baru atau barang baru dengan cara paling mudah dan singkat.
“Itu awalnya yang membuat Ver terjerumus ke dunia hitam hingga kemudian menjadi germo seperti ini,” kata Anom. (LieM/Kps)
Post a Comment